Jokowi: Jangan Pilih Pelanggar HAM
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS] bersama dengan korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat menolak penunjukan Jenderal TNI [Purn]Wiranto, Jenderal TNI [Purn] Ryamizard Ryacudu menjadi kandidat menteri dalam kabinet pemerintahan Jokowi - Jusuf Kalla.
Dalam berbagai rujukan atau dokumen hukum, dan catatan monitoringHak Asasi Manusia [HAM], Wiranto patut untuk dimintai pertanggungjawaban dalam pelanggaran HAM berat kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II [1998/1999], dan Timor Leste [1999], sementara Ryamizard,mendukung secara tidak langsung tindakan pelanggaran HAM, anti HAM dan demokrasi dalam kasus pembunuhan Dortheys Hiyo Eluay, di Papua[2003], menolak rekomendasi penghentian operasi Militer di Aceh [2004], dan sejumlah pernyataan yang tidak menjunjung dan menghormati HAM dan demokrasi.
Jika Jokowi memilih mereka yang memiliki jejak rekam buruk dalam HAM maka Jokowi:
Pertama,menjauhkan keadilan bagi para korban pelanggaran HAM berat yang telah dan terus berusaha mendapatkan keadilan, dan telah 371 kali melakukan aksi Kamisan di depan Istana;
Kedua,melanggar aturan hukum tentang kewajiban negara penyelidikan dan penyidikan perkara pelanggaran HAM berat, dan pemenuhan hak atas keadilan bagi korban [UU 26 /2000 dan UU 39/1999];
Ketiga,mengkhianati trias obligasi negara dalam pemenuhan, perlindungan dan penghormatan HAM dengan memberikan jabatan publik kepada individu yang memiliki jejak rekam HAM yang buruk;
Ketiga, menyalahi prinsip good governance; yang mengharuskan adanya prinsip akuntabilitas, transparansi, dan penegakan hukum dalam melalukan tata kelola negara yang baik. Dalam prinsip penegakan hukum; keputusan atau kebijakan yang diambil pemerintah harus memperhatikan penegakan hukum yang adil dan menjunjung tinggi HAM.
Oleh karenanya kami mendesak:
Pertama Jokowi harus menjadikan jejak rekam [track record] HAM sebagai salah satu ukuran dan filter [penyaring] dalam pemilihan anggota Kabinet pemerintahan. Langkah ini dapat dilakukan dengan meminta masukan dari Komnas HAM terkait jejak rekam nama - nama calon anggota Kabinet.
Kedua Jokowi tidak memilih siapapun yang memiliki jejak rekam buruk dalam HAM. Jokowi menghentikan segala bentuk ataupun hal - hal yang mengbalas budi, Kolusi, Korupsi dan Nepotisme [koncoisme] dalam proses pemilihan anggota Kabinet.
Ketiga Komnas HAM dengan segera dan secara aktif memberikan negative listkandidat anggota kabinet yang bermasalah dalam jejak rekam HAM kepada Jokowi
Jakarta, 25 Oktober 2014
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS]
Korban dan Keluarga Korban Pelanggaran HAM berat
Jejak Rekam HAM
Jenderal TNI [Purn] Wiranto
Jenderal TNI [Purn] Ryamizard Ryacudu
Pertama, Jenderal TNI [Purn]Wiranto berdasarkan hasil penyelidikan pro justisia Komisi Penyelidik Pelanggaran [KPP] HAM, Komnas HAM patut dimintai pertanggungjawaban atas peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II 1998/1999 [TSS], posisinya selaku Menhankam/Pangab dan penanggungjawab Operasi Mantap Brata ABRI 1997 - 1998, yang diantaranya mengeluarkan perintah kebijakan pelarangan mahasiswa keluar kampus, berakibat pada jatuhnya korban jiwa penduduk sipil. Hasil KKP Komnas HAM menyebutkan Jenderal [TNI] Wiranto, Menhankam/Pangab pada saat Peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi harus diperiksa dalam proses hukum selanjutnya di tingkat penyidikan
Sementara itu, Laporan KKP [Komisi Kebenaran dan Persahabatan] RI-Timor Leste menyatakan bahwa TNI [di bawah pimpinan Wiranto saat itu], secara institusional bertanggung jawab atas pelanggaran berat HAM yang terjadi di Timor-Timur pada seputar Referendum 1999.Dalam laporan the Commission of Expert [COE] yang dibentuk oleh Sekjen PBB, disebutkan secara individual Wiranto [yang memangku otoritas tertinggi keamanan di Timor-Timur saat itu] bertanggung jawa atas pelanggaran berat HAM yang terjadi, baik yang dilakukan oleh TNI/Polri maupun milisi sipil pro-integrasi.
Wiranto juga merupakan salahsatu Terdakwa dalam dakwaan Jaksa PBB pada pengadilan Serious Crime Unit di Dilli, Timor Leste, dan telah dikelurkan surat penangkapan terhadapnya, tetapi penangkapan tidak dilakukan karena diplomasi yang dibangun Pemerintah RI dan Timor Leste, Xanana Gusmao selaku Presiden menghentikan surat penangkapan tersebut.
http://wcsc.berkeley.edu/east-timor/east-timor-2/
Kedua,Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu saat menjabat Kepala Staf TNI AD [KSAD], Ryamizard telah sering bersikeras bahwa NKRI hanya dapat diselamatkan dengan memberikan peran yang lebih besar dan berpengaruh untuk TNI dalam memerangi separatisme. Pada saat darurat militer di Aceh [2004] yang telah membunuh ratusan jiwa, militer dibawah kepemimpinannya menolak negosiasi bagi solusi damai. Di antaranya melalui pernyataan “Tugas kami adalah menghancurkan kapasitas militer GAM. Issu atas keadilan, agama, otonomi, kesejahteraan sosial, pendidikan - hal tersebut bukanlah persoalan militer Indoensia,” [dalam sebuah wawancara dengan TIME Asia, 2 Juni 2003. Ryamizard juga menolak rekomendasi penghentian Operasi Militer di Aceh [Tempointeraktif.com pada 9 November 2003]
Ryamizard juga memberikan dukungan kepada anggota Kopassus yang terbukti melakukan pembunuhan terhadap Dortheys Hiyo Eluay pada tahun 2003, Theys adalah mantan ketua Presidium Dewan Papua (PDP), yang didirikan oleh mantan presiden Indonesia Abdurrahman Wahid sebagai perwujudan daripada status otonomi istimewa yang diberikan kepada provinsi Papua. Ryamizard menyatakanbahwa “Hukum menyatakan mereka bersalah. Mereka akan dihukum. Namun untuk saya, mereka adalah para pahlawan.” Ryamizard juga meminta anggota Kopassus tersebut dihukum ringan.
Nama Ryamizard Ryacudu juga kerap dikaitkan dengan peristiwa penembakan 2 orang warga AS di Timika pada 31 Agustus 2002. Insiden penembakan itu terjadi di mil 62,5 Tembagapura. Hasil penyelidikan Polri menemukan bahwa motif dalam kasus yang menewaskan dua warga Amerika Serikat itu ada untuk mencari perhatian agar diperhatikan. Wakil Kepala Polda Papua Brigjen R. Tarigan juga menyatakan bahwa Batalyon 515 TNI Kostrad di Papua yang melakukan penembakan itu. Sebelumnya, Mantan Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono, menyatakan bahwa Batalyon tersebut memang bertanggung jawab atas keamanan di PT Freeport.Peristiwa ini juga yang kemudian menyebabkan pemerintah Amerika Serikat menolak Jenderal Ryamizard Ryacudu, yang saat itu menjabat KSAD. Sementara pemerintah AS berangapan insiden di Timika yang menewaskan warga AS, tanggung jawab komandannya [KSAD] bukan prajurit pelaksananya. [Tempo.co.id pada 03 Desember 2004]
Ryamizard Ryacudu juga dikenal sebagai seorang Jendral yang anti terhadap Demokrasi dan hak asasi manusia. Ketika mewisuda Purnawira Perwira Tinggi TNI AD 2003 di Magelang 11 November lalu, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Ryamizard Ryacudu menekankan, TNI AD memandang hak asasi manusia dan demokrasi sebagai ancaman keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia di masa datang. (Kompas, 12/11).