Refleksi 17 Tahun Reformasi
Pementasan Theater Suluh: Kami Bunuh Mereka
"Sejarah adalah tempat dimana kita pulang"
Demikian sebaris kata-kata dari Pramoedya Ananta Toer. Sebaris kalimat yang selalu mengingatkan kita untuk terus menerus merawat ingatan. 17 Tahun peristiwa Mei 1998 dan Trisakti, Peristiwa Jambu Kepok dan Simpang KKA di Aceh belum mendapat perhatian dari pemerintah. Upaya penegakan hukum atas kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut masih setengah hati dan hanya jadi jargon pemerintah. Karenanya KontraS dan Social Movement Indonesia (SMI) dengan Pementasan Teater Suluhnya mencoba terus merawat ingatan akan sejarah yang belum selesai.
KAMI BUNUH MEREKA merupakan naskah yang menghidupkan kembali ingatan atas peristiwa pelanggaran HAM. Naskah ini ditulis oleh Eko Prasetyo dengan sutradara M Noerdianza. Melalui pementasan ini akan terungkap bagaimana kejahatan HAM itu dilakukan dengan cara-cara keji dan perlawanan atas kejahatan itu tak pernah berhenti.
- Teater ini akan dipentaskan tanggal 1 Mei 2015 di Fakultas Peternakan UGM
- Dan 3 Mei 2015 di hall FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pentas juga akan diselenggarakan di Malang dan Jakarta.
Naskah theater ini juga memberi ingatan pada semua orang tentang aksi kamisan yang oleh SMI sudah dilakukan sepanjang setahun. Dengan durasi selama hampir dua jam naskah ini memadukan drama, musik dan tari. Bercerita tentang seorang Jendral bersama dua ajudan yang mulai marah dengan gugatan sejumlah anak-anak muda mengenai masa lalu. Kemarahan yang diujudkan dengan upaya untuk membungkam semua tuntutan itu. Dilukiskan dalam naskah ini bagaimana kekuasaan selalu membangun metode untuk melupakan adanya pelanggaran HAM.
Adegan tersusun dalam beberapa babak yang menjelaskan pertarungan antara keinginan melupakan dan kehendak untuk mengingat. Dimeriahkan oleh musik dan tari naskah ini melukiskan adegan pertarungan dengan indah. Juga digambarkan bagaimana metode-metode perlawanan alternatif yang dilakukan oleh anak-anak muda untuk membangun ingatan kejahatan HAM masa lalu. Penonton akan diajak untuk memahami bahwa tuntutan atas pelanggaran HAM sejajar dengan keinginan untuk mendirikan keadilan.
Naskah ini sudah dipentaskan di Fakultas Kedokteran UGM, Magister Administrasi Publik UGM dan Taman Budaya Surakarta.
Ada kurang lebih 30 pemain dan pemusik membuat teater ini mirip dengan opera. Keunikannya naskah ini dimainkan oleh mahasiswa dari berbagai jurusan: fisipol UGM, Farmasi UAD, ISI, Universitas Taman Siswa, UIN Sunan Kalijaga, Universitas Muhammadiyyah dan Akademi Kesehatan Yogyakarta. Juga didukung oleh asrama Mahasiswa Sulawesi Tengah Yogyakarta. Singkatnya kerja besar teater ini didukung oleh aktivis mahasiswa dari berbagai kampus.
Hormat Kami
Social Movement Indonesia [SMI]
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS]