Tanggal 24 Maret ? diperingati sebagai hari Internasional untuk Hak atas Kebenaran dan Martabat Korban Pelanggaran HAM yang berat. Sejak tahun 2010, Dewan HAM PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) telah menyerukan untuk memajukan pemahaman publik tentang pentingnya hak atas kebenaran terkait peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.
Ingat Munir! Saya jadi ingat HMI (Himpunan Mahasiswa Indonesia). Meski saya bukan kader HMI, tapi saya bangga pada HMI. Organisasi yang berdiri sejak 1947 itu telah melahirkan banyak kader yang hebat yang tersebar diseluruh penjuru tanah air dengan berbagai macam profesi. Banyak kader-kader HMI yang akhirnya sukses menduduki posisi-posisi penting, baik di pemerintahan, partai politik, dsbnya. Jusuf Kalla adalah salah satu contoh. JK berhasil menduduki dua kali posisi sebagai Wakil Presiden Indonesia.
Berbagai pemimpin dunia dan kelompok masyarakat sipil bergeliat dengan pengesahan Target Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals [SDGs] pada 25 September 2015 di New York, Amerika Serikat oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Berbagai pemimpin dunia, hadir menyatakan dukungan, berlomba memberikan catatan untuk pelaksanaan SDGs 15 tahun kedepan, dimulai pada 1 Januari 2016 hingga sampai 2030. Meskipun beberapa di antaranya merengek soal ketidakmampuan pembiayaan untuk program global ini. Pada angka 16 dari SDGs tercantumkan agenda Perdamaian, Keadilan dan Akuntabilitas. Agenda ini, dengan agenda lainnya, sangat relevan bagi Indonesia dan bagi dunia. Namun demikian, SDGs ini masih penting untuk dikawal lebih jauh agar tidak menjadi agenda kosmetik saja.
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah indikator penting dalam tata kelola negara, terutama dalam hubungannya dengan setiap individu. Dalam hubungan antar negara, secara global, HAM menjadi komitmen bersama secara terbuka dengan ditandai munculnya Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM), sejak 1948. Deklarasi ini disusun oleh berbagai pakar dibidang hukum, budaya dan tokoh kemanusiaan dari berbagai negara sejak pertengahan era 40-an hingga disahkan pada 1948. Deklarasi ini disusun dengan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dimasyarakat, dan sejarah kemnusiaan yang pernah terjadi.
SEJUMLAH kasus yang menimpa orang-orang kecil belakangan ini menunjukkan persoalan hukum dan keadilan di Indonesia masih memprihatinkan. Hukum dan keadilan masyarakat telah menjadi seperti dua kutub yang bertentangan. Ada tulisan yang menarik di salah satu media yang fokus pada isu hukum berjudul `Orang Kecil Dilarang Mencari Keadilan'. Isi tulisan itu antara lain menceritakan nasib seorang anak yang mencuri sandal seorang polisi lalu dibawa ke pengadilan dan kasus Khoe Seng Seng, pembeli ruko yang divonis melakukan pencemaran nama baik setelah menulis surat pembaca karena kecewa terhadap pengembang ruko yang dibelinya. Namun, kasus-kasus orang-orang tidak berdaya (miskin) yang diperkarakan dan diadili semacam itu terus terjadi dan semakin banyak.
At least 11 out of 15 civil society organizations (CSOs) invited to the 2014 Bali Civil Society Forum (BCSF) boycotted the side event of the Bali Democracy Forum (BDF) last week to express their disappointment over setbacks to democracy in Indonesia that mark the end of President Susilo Bambang Yudhoyono’s term.
Mungkin tidak banyak masyarakat Indonesia yang mengetahui, bahwa komite Hak Ekonomi, sosial dan Budaya (Ekosob) di persikatan Bangsa-bangsa (PBB), pada akhir April 2014 mengadakan sidang evaluasi atas pelaksanaan perjanjian hak ekonomi, sosial dan budaya. Setiap Negara peserta yang terikat dengan perjanjian tersebut, seperti Indonesia, dalam kurun waktu tertentu harus melaporkan perkembangan kondisi ekosobnya kepada komite yang berkedudukan di Jenewa, Swiss tersebut.
Setiap tanggal 7 September, di seluruh penjuru negeri, bahkan di luar negeri orang-orang mengenang kematian Cak Munir. Saya pun ingin mengingat sosoknya lewat tulisan ini. Sosok yang memberikan sumbangan besar bagi terwujudnya perdamaian di Aceh.
Konsep Ngwongke, Memanusiakan, Rakyat Oleh Joko Widodo Akan Menarik Diuji Dalam Konteks Hak Asasi Manusia Di Indonesia Setelah Dia Dilantik Menjadi Presiden Pada Oktober Nanti. Ada empat cara melihat persoalan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia
Seperti semua orang tahu, satu dari kandidat kuat Presiden memiliki persoalan berkaitan dengan hari-harinya dalam dunia militer. Tetapi menculik sejumlah aktivis mahasiswa pada 1998 bukanlah persoalan terburuk HAM Prabowo, meskipun ia paling dikenal dalam peristiwa ini. Lima belas tahun sebelumnya, ia berada di tengah operasi kontra perlawanan di Timor Leste, yang mengorbankan ratusan nyawa.
Komisi Pemilihan Umum Indonesia akan segera mengumumkan hasil perolehan suara dari pemilihan umum legislatif April lalu. Setelah itu, para partai politik hampir pasti akan segera mengumumkan para kandidat Presiden untuk dipilih pada 9 Juli mendatang. Hak asasi manusia sepertinya akan menjadi salah satu hal utama yang diperdebatkan. Menjelang masa pemilihan presiden dimana Joko Widodo dan Prabowo Subianto akan berhadapan sebagai pihak yang bertarung, mari kita menelisik rekam jejak mereka.
Pemberantasan korupsi di Indonesia belum dijadikan agenda penegakan hak asasi. Padahal penting dalam pencegahan dan penghukuman untuk menghadirkan perspektif hak asasi. Hampir semua sektor korupsi, uang negara yang dirampok, merupakan uang untuk pemenuhan hak-hak rakyat baik secara individu maupun bersama-sama. Kerangka penghukuman koruptor dengan perspektif pelanggaran HAM akan memberat hukuman dan menjadikannya sebagai hostis humanis genaris (musuh bagi semua umat manusia).
DI pengujung masa paripurna, DPR periode 2009-2014 melalui Badan Musyawarah telah memberikan mandat kepada Komisi I untuk melakukan pembahasan atas Konvensi Internasional tentang Perlindungan terhadap Semua Orang dari Tindakan Penghilangan secara Paksa.
Hari ini, 15 Agustus 2013, tepat delapan tahun sudah usia Perjanjian Damai Aceh. Rakyat Aceh patut bersuka cita menyambut hari bersejarah ini. Hari itu merupakan hari dimana air mata telah tergantikan dengan senyum sumringah. Lentusan senjata yang mencabut nyawa-nyawa manusia tak berdosa, kini telah kembali ke sarungnya.