RUU Rahasia Negara Suburkan Korupsi di TNI

Rancangan Undang-undang Rahasia Negara bila disahkan akan menyuburkan praktik korupsi di tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sebab, dalam draf RUU yang sekarang dibahas di DPR, informasi anggaran belanja TNI juga dimasukkan dalam kategori rahasia negara.

“Ini akan melahirkan institusi TNI yang lebih korup dari sekarang,” kata aktivis antikorupsi, Teten Masduki, dalam diskusi bertajuk “Layakkah RUU Rahasia Negara Disahkan?”, di Hotel Nikko, Jalan MH Thamrin, Jakpus, Kamis (13/8).

Dalam diskusi yang digelar  Institut Studi Arus Informasi (ISAI) itu hadir juga pengamat militer Jaleswari Pramodhawardhani dan Papang Hidayat dari Kontras.

Dalam pasal 6 ayat 1 huruf (j)  draf RUU Rahasia Negara menyebutkan rahasia negara termasuk informasi yang berkaitan dengan alokasi anggaran dan pembelanjaan, dan aset pemerintah yang tepat untuk tujuan keamanan nasional.

Menurut Teten, tidak boleh satu mata anggaran apapun yang dibiayai dana publik lepas dari transparansi, termasuk anggaran belanja militer.
“Sistem militer tidak boleh menggunakan sistem audit sendiri. Ia harus tunduk pada sistem audit umum,” tegas Sekjen Transparansi Internasional Indonesia ini.
Teten menambahkan, UU Rahasia Negara juga akan menjadi sebuah ancaman pemberantasan korupsi secara umum. Sebab, informasi perekonomian nasional juga dimasukkan dalam kategori rahasia negara.

“Dengan dimasukkannya perekonomian nasional dalam kategori rahasia negara, ini justru akan menyuburkan korupsi bisnis oleh elit-elit politik,” terangnya.

Jaleswari Pramodhawardhani mengatakan, untuk mencegah penyalahgunaan wewenang, otoritas presiden dalam hal kerahasiaan negara juga harus dibatasi. Pasalnya, dalam dalam draf RUU itu presiden diberikan otoritas untuk menetapkan hal-hal mana saja yang masuk dalam kategori rahasia negara.

“Apakah presiden bebas kepentingan dari dirinya sendiri ketika menghadapi kepentingan nasional,” kata pengamat militer dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ini.

Tidak hanya itu, lembaga-lembaga negara juga berperan sebagai pembuat rahasia negara dengan beberapa orang di dalamnya yang diberi wewenang untuk mengelola rahasia negara.

“Saya meragukan kapasitas lembaga negara, termasuk personal-personal di dalamnya,” ujar Jaleswari. (dcn)