TIM MONITORING ACEH KHAWATIRRUU TNI RAWAN SABOTASE

Jakarta, Kompas
    Tim Monitoring Aceh (Civilian Peace Monitoring Team for Aceh/
CPMTA) mengkhawatirkan Pasal 19 draf Rancangan Undang-Undang (RUU)
Tentara Nasional Indonesia (TNI) bakal membuka peluang sabotase
perdamaian di Aceh atau daerah lain yang rawan konflik.
    "Dengan Pasal 19 RUU TNI, maka pihak militer bisa terjebak pada
keputusan yang merusak usaha perdamaian di Aceh. Sebab, di Aceh
konflik senjata hampir selalu bersumber dari adanya mobilisasi
pasukan," ujar Koordinator CPMTA Ikravany Hilman dalam acara jumpa
pers di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Rabu (12/3).
    CPMTA antara lain berelemen Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia (YLBHI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan (Kontras), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam),
dan Kalyanamitra.
    CPMTA khawatir, dengan adanya sandaran hukum baru, mobilisasi
pasukan makin sering dilakukan di Aceh. "Belum ada landasan hukum
saja sudah keras, apalagi jika dipayungi hukum," kata Ikravany.
    Buktinya, kata Ikravany, di Aceh, TNI belum juga mau menarik
pasukannya dari pos-pos tidak resmi ke markas dan mengubah kesiagaan
pasukan dari ofensif ke defensif.
    Dalam pernyataan tertulisnya, CPMTA mengingatkan masyarakat
mempertahankan proses perdamaian yang sedang berlangsung di
Aceh. "Konflik dan kerusuhan di berbagai daerah hanya akan
menguntungkan segelintir kalangan yang menemukan kekuasaannya lebih
besar dalam situasi kacau."
    CPMTA mengimbau pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
meningkatkan status perjanjian penghentian permusuhan yang
ditandatangani 9 Desember 2002 lalu menjadi Perjanjian Damai sebelum
berlangsung proses All Inclusive Dialog (AID). (win)