MASYARAKAT IRJA MINTA KONTRAS UNGKAP KASUS ORANG HILANG

Jakarta, Kompas
Komite Pemuda Pro Hak-hak Rakyat Papua (KP2HARAP) minta Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) membentuk tim pencari fakta di daerahnya untuk mengungkap korban pelanggaran hak asasi manusia sesudah aksi unjuk rasa di Irian Jaya awal Juli lalu.

Dalam pertemuan antara 10 perwakilan KP2HARAP dengan Kontras di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jumat (7/8), Sekretaris KP2HARAP Jimmy Demianus Ijie mengemukakan, setelah terjadinya unjuk rasa di Biak, Sorong, dan Jayapura, 1-4 Juli 1998, ditemukan mayat di perairan Biak, Irja. Mereka diterima Koordinator Munir dan Wakil Koordinator Dadang Trisasongko.

Kalau pemerintah mengatakan korban tersebut merupakan mayat dari bencana tsunami di Vanimo, Papua Niugini, lanjutnya, hal itu tidak mendasar sebab jaraknya jauh. "Munculnya mayat tersebut tidak lain akibat adanya kekerasan yang dilakukan aparat di Irja," tuturnya

Sementara Rika Warinusi selaku wakil masyarakat Irian, mengemukakan, unjuk rasa dan pengibaran bendera Papua Merdeka di Irja awal Juli lalu merupakan bentuk ketidakpuasan masyarakat setempat, terhadap kebijakan pemerintah.

Lima orang
Menanggapi pengaduan itu, Munir dan Dadang Trisasongko mengemukakan, penculikan sejumlah warganegara yang dianggap mempunyai pandangan yang berseberangan dengan pemerintah, ternyata masih terus berjalan di Irja. Setidaknya ada lima penduduk setempat yang sampai saat ini masih belum diketahui keberadaannya, menyusul kerusuhan di Biak Numfor 6 Juli 1998 lalu. Mereka itu adalah Franciscus Delton, Gerson Gawe (29), Wilhelmus Rumpaisum (63), Yuslin Sroyer (19), Irene Sroyer (27), dan Lewi Krey (45).

Khusus soal penculikan sejumlah warga Irja ini, Kontras menyampaikan tiga pokok pikiran yang perlu mendapat perhatian pemerintah. Pertama, Irian Jaya sampai saat ini masih termasuk wilayah yang tingkat pelanggaran hak asasinya tinggi, karena Irja masih dimasukkan sebagai daerah operasi militer (DOM). Untuk itu pemerintah harus mencabut status DOM Irja.

Kedua, Pemerintah, termasuk ABRI, harus bertanggung jawab atas terjadinya berbagai bentuk tindak kekerasan, termasuk praktek penghilangan orang serta bentuk kekerasan lainnya di Irja. Pemerintah harus mengusut tuntas kejadian ini serta mengungkapkan kasus orang hilang itu.

Ketiga, pemerintah harus melakukan tindakan yang efektif guna menghentikan berbagai bentuk tindak kekerasan dan pelanggaran HAM di Irja. (bw/bb)