Penerapan Pasal "Makar" adalah Teror terhadap Gerakan Prodemokrasi




Untitled Document

SIARAN PERS BERSAMA

YLBHI, CPSM, KRHN, KONTRAS, ICW, IKADIN, KUDETA, DMH

Tentang

PENERAPAN PASAL "MAKAR" ADALAH TEROR TERHADAP GERAKAN PRODEMOKRASI

Setelah sebelumnya berhasil menindas gelombang aksi mahasiswa melalui penggunaan senajata, pemerintah kembali melakukan represi melalui penggunaan hukum pidana. Sejak tanggal 14 November 1998, beberapa orang tokoh masyarakat seperti Hariadi Darmawan, Roch Basuki Mangunpoerojo, Sri Bintang Pamungkas, Ali Sadikin, Kemal Idris, Ratna Sarumpaet dan Usep Ranawijaya telah, sedang dan akan diperiksa oleh mabes Polri dnegan tuduhan telah melakukan tindakan Makar. Terhadap perkembangan ini, kami berpendapat :

Pertama, aksi demonstrasi mahasiswa sebagai bagian gerakan pro-demokrasi ternyata telah dihadapi oleh pemerintahdengan kekerasan. Terhadap Tragedi Semanggi, yang mengakibatkan tewasnya 17 mahasiswa dan ratusan lain luka-luka, pemerintah belum mengambil langkah-langkah apapun dalam rangka pertanggungjawaban politikdan hukum. Sementara persoalan Tragedi Semanggi belum dituntaskan, pemrintah justru memunculkan persoalan baru dengan melakukan tindakan hukum terhadap sejumlah tokoh masyarakat dengan menuduh mereka telah melakukan tindakan makar. Kami berpendapat, tindakan hukum tersebut tidak lepas dari kepentingan pemerintah untuk menghindari diri dari pertanggungjawaban politik maupun hukum atas Tragedi Semanggi, serta atas sejumlah persoalan lain seperti Kasus Penculikan Aktivis, Kasus Trisakti, Pengusutan atas penyalahgunaan kekuasaan oleh mantan Presiden Soeharto yang hingga kini memang belum tuntas.

Sementara itu, upaya pemerintah untuk mengaitkan gerakan mahasiswa belakangan ini dengan tindakan dan sikap politik para tokoh tersebut mencerminkan adanya anggapan dikalangan pemerintah bahwa kalangan mahasiswa hanya sebagai alat poltik para tokoh tersebut. Tuntutan politik mahasiswa yang memperoleh dukungan luas dikalangan masyarakat diubah menjadi isu elitis. Hal ini jelas-jelas melecehkan keberadaan mahasiswa dan menganggap aspirsi politik mahasiswa tidak pernah ada. Pandanganm demikian telah lama dikembangkan dan diterapkan oleh para pemimpin di masa pemerintah Orde Baru sebagai siasat untuk mengingkari tuntutan murni rakyat sekaligus perangkat teror terhadap gerakan pro-demokrasi.

Kedua, tuduhan makar terhadap sejumlah tokoh tersebut sangat tidak proporsional sebab sikap dan pandangan politik mereka sebagaimana tertuang dalam Komunike Bersama Deklarasi Nasional masih dalam kerangka pelaksanaan hak-hak politik mereka sebagai wujud tangungjawab mereka atas masa depan bangsanya. Kritik mereka terhadap keberadaan dan fungsi lembaga-lembaga kenegaraan justru sebagai kritik yang konstruktif yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia agar dapat keluar dari krisis ekonomi dan politik. Terhadap kritik ini, terlepas akan diterima atau tidak, pemerintah seharusnya menganggap sebagai partisipasi politik rakyat yang wajar selama pandangan dan sikap politik mereka tidak diperjuangkan melalui cara-cara kekerasan.

Atas dasar pertimbangan tersebut, kami berpendapat bahwa :

  • Pertanggungjawaban politik dan hukum pemerintah terhadap tragedi Semanggi mutlak diperlukan dan tetap menjadi agenda prioritas yang harus dilaksanakan oleh pemerintah dan harus terus diperjuangkan oleh rakyat.
  • Pemerintah segera menghentikan tindakan †tindakan hukum terhadap para tokoh deklator Komunike Bersama serta   tokoh †tokoh pro demokrasi lainnya
  • Pemerintah segera mengambil tindakan hukum kepada semua pejabat militer, terutama terhadap Jendral TNI Wiranto yang dianggap bertanggung jawab atas jatuhnya korban dipihak mahasiswa dan rakyat dalam Tragedi Semanggi serta gagalnya menangkal munculnya aksi penjarahandan kekerasan dibeberapa wilayah di Jakarta pada tanggal 14 November 1998.

Jakarta, 16 November 1998

BAMBANG WIDJOJANTO
YLBHI

M.M. BILLAH
CPSM
SOENARTO
KRHN
MUNIR
KontraS
TETEN MASDUKI

ICW
HARJONO TJITROSOEBENO
IKADIN
BOEDHI WIJARDJO
KUDETA
DADANG TRISASONGKO
DANA MITRA HUKUM