PENCULIKAN UNTUK PERTAHANKAN “STATUS QUO”

Jakarta, Kompas
Berdasarkan hasil rekonstruksi tampak jelas bahwa kasus penculikan aktivis berhubungan dengan upaya mempertahankan status quo. Atas dasar itu, pertanggungjawaban kasus itu tidak dapat secara parsial diletakkan di atas pundak Letjen (Purn) Prabowo Subianto (mantan Komandan Jenderal Kopassus) semata, tetapi harus merupakan pertanggungjawaban institusional.

Demikian dikatakan Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Munir kepada pers di Jakarta, Selasa (22/12). Sementara, Nezar Patria mewakili korban penculikan yang telah dilepas menyatakan, mereka memutuskan untuk hadir sebagai saksi di persidangan. Hal itu dilakukan untuk mendorong pengungkapan korban penculikan lain yang sampai saat ini belum jelas nasibnya.

Dikatakan Munir, secara moral politik, seluruh pejabat lainnya tidak lebih baik dan lebih bersih dari Prabowo. Kalau hanya peradilan dan sanksi terhadap Prabowo, Mayjen TNI Muchdi, mantan Komandan Jenderal Kopassus, serta Kol (Inf) Chairawan, mantan Komandan Grup IV Kopassus, sebenarnya tidak cukup layak memenuhi unsur keadilan dalam masyarakat, mengingat yang harus bertanggung jawab secara langsung maupun tidak langsung tidak hanya mereka.

Kesalahan prosedur
Munir mengemukakan, berkas perkara penculikan yang dilimpahkan tidak didasari inisiatif untuk membuat visum et repertum atas diri korban yang telah dilepas. Hal ini menandakan arah dari proses peradilan militer hanya dibatasi dalam "kesalahan prosedur penangkapan", yaitu yang seharusnya dilakukan polisi akan tetapi dilakukan Kopassus dan tidak dengan segera diserahkan kepada polisi.

Dikatakan, persidangan kasus penculikan yang akan digelar Rabu (23/12) ini, dalam kacamata politik resmi persidangan ini bisa dianggap sebagai puncak soal penculikan. Di dalamnya legitimasi dan justifikasi atas hukum diletakkan pemerintah, sehingga dengan demikian segala hal ihwal yang menyangkut penculikan, yang melibatkan begitu banyak pihak dalam institusi resmi negara, bisa dianggap diselesaikan dan tidak lagi perlu dipersoalkan.

"Singkatnya dengan persidangan itu, kasus penculikan akan ditutup layarnya dengan memendam misteri dan tanda tanya besar mengenai korban dan pertanggungjawaban politik serta kemanusiaan di dalamnya," tegasnya.

Atas dasar itulah, pimpinan Kontras itu kembali menegaskan, peradilan tersebut belum saatnya digelar karena nasib 13 orang hilang lainnya masih belum dijawab. "Dalam pengamatan kami, upaya mempercepat peradilan dilakukan dalam kerangka melokalisir tanggung jawab atas kasus penculikan, serta melindungi para pelaku dari pertanggungjawaban pidana yang lebih luas atas tindakan penculikan yang berlangsung," ungkap Munir.

Nezar mewakili korban penculikan, menjelaskan, sampai saat ini baru Andi Arief yang sudah dipanggil secara resmi oleh Oditur Militer untuk menjadi saksi pada persidangan Rabu (23/12). Atas panggilan sebagai saksi tersebut, para korban memutuskan akan bersaksi di pengadilan.

"Pada proses penangkapan dan penahanan kami, kami menyaksikan dan juga mengetahui di mana keberadaan 13 korban yang lain, misalnya Djati, Reza, Andi Arief dan Desmond sempat melihat beberapa korban yang masih dinyatakan hilang, antara lain Herman Hendrawan dan Sonny. Pada pengadilan nanti kami akan siap sebagai saksi, tetapi dengan fokus kami akan mendesak oditur militer untuk mengusut tuntas keberadaan korban yang lain," jelas Nezar.

Harapan atas persidangan yang sejujur-sejujurnya disampaikan Ny Tuti Koto dan Paian Siahaan mewakili orangtua korban penculikan yang belum dilepas. "Kalau umpama sidang ini tidak sesuai dengan yang semestinya, kami tidak akan diam," tegas Ny Tuti.

Atas sikap Nezar dan kawan-kawan, Munir mengungkapkan, secara hukum kalau dalam proses peradilan itu ditemukan fakta lain, misalnya saksi bercerita bahwa di tempat penculikan dia bertemu korban lain tetapi dalam dakwaan tidak pernah dinyatakan tentang itu, mestinya pengadilan dapat memutuskan bahwa surat dakwaan batal demi hukum dan mengembalikan itu kepada proses penyidikan awal untuk mengungkap kembali fakta baru. (oki)