AKIBAT TEROR, PUSKESMAS TUTUP DAN WARGA MENGUNGSI

Dili, Kompas
Sedikitnya 372 warga dari Kabupaten Manufahi, Ainaro dan Liquica di Timor Timur merasa diteror, dan sejak 6 Januari lalu berbondong-bondong ke Dili minta perlindungan di kediaman Manuel Viegas Carrascalao, ketua Gerakan Rekonsiliasi Persatuan Masyarakat Timtim (GRPRTT). Sementara itu tiga dokter di Puskesmas Comoro Dili Barat diteror dan diintimidasi oleh sekelompok pemuda tak dikenal. Akibatnya, sejak Selasa pekan lalu Puskesmas ditutup selama 10 hari.

Manuel Carrascalao hari Minggu (17/1) mengatakan para pengungsi yang meminta perlindungan kepada GRPRTT itu terdiri  atas 60 anak termasuk 25 bayi, wanita, orang tua, dan pemuda. Mereka diteror, diintimidasi, disiksa dan diculik malam hari oleh kelompok pemuda yang membawa senjata api. Mereka itu  sudah lama dibina ABRI dan tetap bertindak di bawah perintah aparat keamanan.

"Apakah mereka itu diperintahkan mengungsi ke Dili, atau atas kemauan sendiri, mengapa mereka diintimidasi, dan sebagainya, akan diteliti oleh tim yang terdiri Kontras (Koordinator untuk Orang hilang dan Tindak Kekerasan) Timtim, Yayasan Hukum, Hak Asasi dan Keadilan( HAK), Komisi Keadilan dan Perdamaian Diosis Dili, dan Komnas HAM Cabang Timtim. "Hasil temuannya akan disampaikan kepada Pemda dan ABRI setempat," kata Manuel.

Para pengungsi tidur di tenda darurat di halaman belakang kediaman Carrascalao yang dikelilingi pagar kawat. Setiap hari mereka duduk di samping pendopo rumah sambil membaca koran, menggendong anak, dan memperhatikan orang yang lewat. Mereka mendapat bantuan berupa singkong, jagung, beras, pisang, sayur mayur, pakaian dan sejumlah uang dari pihak gereja, para pengusaha Dili, dan lembaga swadaya masyarakat setempat. Mengingat besarnya jumlah pengungsi, bantuan tersebut masih sangat diharapkan oleh GRPRTT.

Komandan Komando Resor Militer 164/WD, Kolonel (Inf) Tono Suratman, mengatakan tidak benar telah terjadi pengejaran, teror, intimidasi, dan penculikan terhadap sejumlah warga masyarakat di tiga kabupaten tersebut oleh para pemuda binaan ABRI. Setiap kejadian di daerah selalu dilaporkan ke Danrem.

"Saya sudah cek ke setiap Dandim, dan jawabannya tidak ada kejadian tersebut. Tetapi kami terus melakukan penyelidikan di lapangan apa ada teror dan intimidasi, atau cuma rekayasa dari orang atau kelompok tertentu untuk kepentingan politik mereka. Yang jelas, setiap orang yang melanggar hukum harus diproses sesuai hukum," kata Tono.

Dokter diteror
Tiga dokter di Puskesmas Comoro Dili Barat diteror dan diintimidasi oleh sekelompok pemuda tak dikenal. Para pemuda itu mencuri fasilitas Puskesmas, barang milik dokter, melempari rumah dokter, mencaci maki dokter itu dengan coretan pada dinding Puskesmas. Masyarakat dan Pemda kurang menanggapi keprihatinan dokter di Timtim. Akibatnya, sejak Selasa Puskesmas ditutup selama 10 hari.

Dokter Joni, kepala Puskemas itu,  menjelaskan teror dan intimidasi terhadap para dokter di Puskesmas Comoro, beberapa hari lalu adalah yang keenam kali, sejak Agustus 1998. "Yang jelas, rumah dokter dilempar batu hingga kaca rumah berlubang-lubang, bagian dalam rumah diobrak-abrik, atap rumah ditimbuni batu-batu besar. Untung dokter segera melarikan diri ketika terjadi pelemparan. Ban cadangan mobil milik Puskesmas dicuri, lampu sirene mobil Puskesmas dicabut,
pakaian dokter sebanyak tiga tas dicuri, dan jemuran pakaian di luar rumah juga lenyap. Barang inventaris yang dicuri antara lain kipas angin, peralatan poliklinik gigi, dan kursi duduk di ruang tunggu pasien," kata Joni.

Dokter Joni bersama beberapa staf, ketika ditemui sedang mencat dinding penuh dengan tulisan itu. Di depan pintu Puskesmas ditulis "Maaf, puskesmas sedang direhab, Puskesmas dibuka kembali, Jumat (22/1), tertanda Kepala Puskesmas."

Bagian dinding luar Puskesmas dicoret dengan berbagai kata hinaan dan hujatan terhadap dokter, disertai istilah perjuangan politik Fretelin. Papan pengumuman dan jadwal pelayanan di Puskesmas itu dicabut. Ketika melempari rumah dokter, mereka juga melontarkan kata-kata "ingin membunuh dokter". Masyarakat orang Timtim di sekitarnya bertindak seolah-olah tidak ada aksi teror itu.

Simon Ola, penghuni rumah tetangga Puskesmas, mengatakan ia tahu ada aksi tersebut tetapi takut menegur atau menenteramkan anak-anak muda itu. Biasanya kaum muda dalam kondisi emosional selalu melakukan pelampiasan kepada siapa saja yang berupaya menghalangi keinginan mereka. Kasus tersebut sudah dilaporkan kepada Kepala Desa Comoro Vitorino do Santos, dan kades itu meneruskan laporan itu ke atasannya. Namun sampai saat ini, tidak ada tindak lanjut di lapangan, padahal Puskesmas sangat membutuhkan keamanan bekerja.

Apabila aksi ini terus berlanjut, Puskesmas Comoro ditutup seterusnya. Ketika kasus ini dilaporkan ke Dinas Kesehatan tidak ada tanggapan serius  termasuk dari Pemda setempat.  (kor)