KELUARGA POLISI PUN MENGADU KE LBH

Jakarta, Kompas
Keluarga dua anggota Polri Serma (Pol) Suratman dan Serka (Pol) Supratman mengadu kasus penganiayaan yang dialami saat bertugas mengawasi aksi-aksi mahasiswa kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Pengaduan itu dilakukan karena mereka merasa tidak diperhatikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) yang menerima pengaduan mereka sebelumnya.

Dwi Rusianah (istri Suratman) dan Irawati Kusumadewi (istri Supratman) datang ke LBH sekitar pukul 11.30 WIB, Senin (25/1). Mereka diterima Ketua Dewan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bambang Widjojanto dan Wakil Koordinator Kontras Irianto Subiakto.

Menurut Irawati, sebelum mendatangi LBH Jakarta, ia bersama Dwi Rusianah sudah pernah mendatangi Kontras agar kasus penganiayaan yang dialami suami mereka diperhatikan. "Tetapi, sampai sekarang belum ada tanggapan," katanya. Ia mempertanyakan, mengapa Kontras dapat menerima pengaduan mahasiswa secara benar-benar, tetapi kurang mau menanggapi pengaduan keluarga polisi. "Kayaknya (Kontras-Red) tidak mau tanggapi pengaduan saya. Saya ingin mahasiswa diadili," katanya seraya menambahkan, mahasiswa yang diduga menganiaya suaminya belum ditemukan.

Seperti diberitakan, Edward Taurus Karo-Karo dan Rudi Pahala Simatupang Siburian, dua mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) yang diduga menculik dan menganiaya Suratman sudah ditangkap dan diperiksa oleh Polda Metro Jaya.

Sementara itu, Bambang mengatakan, Kontras sudah menghubungi dan menanyakan kasus tersebut kepada Wakapolri Letjen (Pol) Nana S Permana. Kasus itu menyangkut proses penyelidikan oleh kepolisian. "Pertanyaannya, apakah kepolisian sudah melaksanakan tugas dengan baik. Bukan ditanyakan kepada Kontras," katanya.

Bambang mengusulkan kepada keluarga tersebut agar menanyakan proses penyelidikan kepada kepolisian karena kasus itu menyangkut tindakan kriminal. Kontras tidak dapat menangani secara hukum kasus penganiayaan itu karena sudah menjadi kuasa hukum aktivis yang diculik. "Kontras tidak dapat begitu saja menangani. Nanti ada konflik kepentingan," katanya.
       
Tentara dianiaya
Sementara itu, saksi pelapor Pratu Djumbadi, Senin, dimintai keterangan di Unit Kejahatan dengan Kekerasan (Jatanras) Ditserse Polda Metro Jaya. Akhir Desember lalu, prajurit anggota Batalyon Kavaleri tujuh Panser Khusus 71 itu melaporkan peristiwa perampasan, penganiayaan, dan pelecehan seksual yang dilakukan sekelompok pemuda di halaman parkir RS Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan berlanjut di bagian belakang kampus UKI.

Kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Djumbadi menuturkan, tindakan kekerasan terhadapnya itu terjadi Jumat (18/12) sekitar pukul 04.00 WIB. Saat itu ia menumpang bus Patas 6 jurusan Kampung Rambutan-Muara Karang karena akan bertugas di gedung Patra Kuningan. Setibanya di depan kampus UKI, banyak sekali pemuda mencegati kendaraan umum yang lewat. Menurut sopir bus, saat itu mahasiswa sedang mengadakan pemeriksaan terhadap penumpang bus untuk mencari aparat keamanan.

Seorang pemuda yang naik ke bus dengan cepat memepet dan merampas sangkur dan kemudian menariknya turun dari bus. Di bawah, puluhan pemuda telah menunggu dan kemudian membawanya ke halaman parkir RS UKI. Di sana ia dianiaya dan ditelanjangi hingga tinggal sepatu dinasnya yang terpakai.

Masih telanjang bulat, ia diarak keliling kompleks kampus hingga tiba di bagian belakang kampus UKI. Di sana para pemuda yang tidak diketahui persis mengenakan jaket almamater atau tidak itu terus menganiayanya hingga pingsan dan kemudian membawanya ke RS UKI. Baju seragam, dompet berisi uang tunai Rp 400.000 lebih dan sejumlah surat-surat penting, 23 butir peluru karet, magazine beserta tasnya juga mereka ambil. (bb/msh)