Kerusuhan Ambon: HARUS YANG TERAKHIR

Jakarta, Kompas
Pemerintah dan ABRI harus memastikan bahwa kerusuhan sosial di Ambon harus menjadi kerusuhan yang terakhir dan tidak terulang lagi di wilayah lain. Pemerintah harus memastikan adanya pengungkapkan yang jujur dan dapat dipertanggungjawabkan terhadap permainan kotor politik kekerasan.

Demikian pernyataan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Munir di Jakarta, Jumat (29/1). Sementara dari Ambon dilaporkan, kerusuhan sosial merebak ke Pulau Haruku, Maluku Tengah, hari Kamis. Amuk massa terjadi di Desa Aboru dengan Desa Ori. Suasana perdesaan tersebut kini memanas, namun sejauh ini belum terdapat korban jiwa.

Keterangan yang diperoleh Kompas dari Kodim 1504/Ambon mengungkapkan, letupan kerusuhan itu mulai terjadi Kamis siang. Pihak Kodim 1504/ Ambon dan Polres Ambon telah mengirim tim keamanan dengan senjata lengkap masing-masing satu regu. Diharapkan, segala hasutan isu SARA, yang dikembangkan pihak yang tidak bertanggung jawab tidak sampai menimbulkan kondisi lebih parah.
 
Lakukan kegiatan
Sementara itu, kondisi lingkungan Kota Ambon hingga Jumat makin tenang. Sebagian masyarakat mulai melakukan kegiatannya. Pedagang berbagai kebutuhan di pasar darurat tampak bertambah jumlahnya.

Sarana angkutan laut dari luar Pulau Lease (Ambon) dalam lingkup Maluku hingga kini belum ada yang masuk ke Ambon. Begitu pula mobil umum dari luar kota tampak satu dua buah mulai memasuki Kota Ambon. Di Pelabuhan Yos Sudarso, tampak arus penumpang menuju Buton, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan meningkat.

Pihak keamanan tetap siaga di depan lokasi yang dicurigai rawan. Masyarakat yang kehilangan tempat tinggal kini masih bertahan di tempat penampungan. Sedang pelaku ekonomi dalam melakukan aktivitas usahanya minta pengawalan pihak keamanan. Pesawat udara militer tetap dioperasikan untuk memantau keadaan.

Namun bila malam tiba, suasana Kota Ambon kembali sunyi bagaikan kota mati, karena masyarakat tidak berani keluar rumah. Di sudut-sudut kota terlihat aparat keamanan dari kesatuan Kostrad, Brimob, dan satuan TNI AD lainnya, dengan siaga menjaga permukiman warga.

Dua anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Albert Hasibuan dan Benjamin Mangkoedilaga, Sabtu pagi ini, bertolak ke Ambon untuk mencari fakta di lapangan seputar kerusuhan di Ambon. Harus terungkap

Di Jakarta, Munir mengatakan, tidak terungkapnya kasus kerusuhan sosial di Ambon harus dipandang sebagai alasan yang cukup untuk menuduh pemerintah melindungi dalang kerusuhan. Mengingat tidak satu pun kerusuhan sejenis terungkap seperti kasus Banyuwangi, Karawang, dan Kupang serta kerusuhan lainnya.

Munir mengharapkan, seluruh pihak terutama elite politik sipil, sebaiknya menampilkan langkah politik yang mendidik rakyat untuk makin cerdas dan menghargai hukum. Mempertahankan apa yang dianggap sebagai fakta dan kebenaran secara hukum bukan dengan lobi-lobi kekuasaan yang cenderung kompromistis dan merendahkan kebenaran, guna membongkar selubung kerusuhan.

Menurut Munir, gejolak konflik di Ambon tidaklah spesifik wilayah tersebut akan tetapi merupakan pola umum dari berbagai kerusuhan sosial berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang berlangsung sepanjang tahun 1999.

Kontras melihat, kerusuhan di Amboi menjadi salah satu elemen dari serangkaian kerusuhan yang mengadu domba dan memporakporandakan daya tahan masyarakat sipil, dimulai dari Jakarta dan lima kota besar lainnya pada 13-15 Mei 1998 dilanjutkan dengan Aceh, Ketapang, dan Karawang.

Munir mengungkapkan jumlah korban jiwa yang dilaporkan tewas, namun masih akan dikonfirmasi sebesar 149 jiwa. Sementara Panglima Kodam VIII/Trikora Mayjen TNI Amir Sembiring di Jayapura seperti dikutip Antara menyebutkan, sampai Jumat, tercatat 65 korban meninggal dunia, 54 luka berat, 750 rumah musnah terbakar dan 39 orang resmi dinyatakan sebagai tersangka.

Ditemukan senjata api
Antara juga melaporkan, aparat keamanan menemukan sejumlah senjata api berlaras panjang dan beberapa buah amunisi di dua rumah penduduk Desa Kaitetu (P Ambon), Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, yang lari menyelamatkan diri dalam tragedi 20 Januari. Komandan Rayon Militer (Danramil) Kecamatan Leihitu Kapten (Inf) Odin Suryadi kepada sejumlah wartawan asing dan dalam negeri mengatakan, senjata api dan amunisi itu diduga dimiliki kelompok organisasi
tertentu dengan tujuan tertentu pula.

"Kami sedang menyelidiki secara cermat pemilik senjata api itu. Cepat atau lambat kasusnya pasti terungkap," katanya. Ia menolak menyebutkan nama rumah keluarga yang kedapatan menyimpan senjata api itu, namun yang jelas pemilik rumah tersebut ikut mengungsi karena rumahnya dibakar massa.  (edu/bdm/Ant)