HAKIM HARUS PANGGIL KOLONEL (INF) CHAIRAWAN

Jakarta, Kompas
Mantan Komandan Grup IV Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Kolonel (Inf) Chairawan harus dipanggil ke Mahkamah Militer (Mahmil), guna
mempertanggungjawabkan keberadaan dan operasi Tim Mawar yang melakukan penculikan terhadap para aktivis politik. Pemanggilan Chairawan
hendaknya dilakukan sebelum penuntutan disampaikan oleh oditur militer.

Demikian anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Benjamin Mangkoedilaga, Bambang Sugiyanto, dan Ori Rahman dari Komite untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), serta Paskah Irianto dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), di Jakarta, Rabu (24/2).

Saat diperiksa, Komandan Tim Mawar Mayor (Inf) Bambang Kristiono mengungkapkan, hasil operasi Tim Mawar dilaporkan kepada Komandan Grup IV Kopassus Kolonel (Inf) Chairawan. Meski demikian, Bambang mengatakan, pembentukan dan operasional Tim Mawar merupakan tanggung jawab dirinya.

Mereka yang dihubungi Kompas itu sependapat, terdapat kejanggalan dalam persidangan kasus penculikan aktivis. Kejanggalan itu misalnya soal diputusnya hierarki pertanggungjawaban ke atas. "Itu merupakan kebijakan dari perwira penyerah perkara. Bukan salah oditur," kata Benjamin.

Menurut Benjamin, berdasarkan hukum acara pidana, hakim berhak memerintahkan oditur untuk memanggil atasan terdakwa. Sebelum tuntutan dibacakan, hakim seharusnya menunda dulu penuntutan tersebut untuk memberi kesempatan kepada oditur menghadirkan para pimpinan Kopassus pada saat peristiwa itu terjadi, yakni Komandan Grup IV Kolonel (Inf) Chairawan dan mantan Komandan Jenderal Kopassus Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto dan Mayjen TNI Muchdi Pr.

"Meskipun hakim sudah menyatakan pada persidangan berikutnya akan diisi dengan pembacaan tuntutan, itu masih bisa diubah," jelas mantan Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta itu. Ia mengharapkan Ketua Majelis Hakim Susanto akan melakukan hal itu sehingga keadilan dan kepastian hukum bisa ditegakkan.
 
Rekayasa
Pendapat senada disampaikan Ori dan Bambang. Menurut keduanya, pemeriksaan terhadap terdakwa Mayor (Inf) Bambang Kristiono semakin menguatkan indikasi bahwa proses peradilan terhadap para terdakwa hanyalah sandiwara atau rekayasa belaka, untuk melokalisir kesalahan dengan memutus mata rantai pertanggungjawaban dari para pimpinan Kopassus.

"Dari keterangan yang diberikan terdakwa Bambang Kristiono di depan persidangan, seharusnya hakim ketua segera memanggil saksi-saksi yang terkait langsung dengan kasus tersebut, yaitu Kolonel Chairawan sebagai atasan langsung terdakwa I sebagaimana yang disebutkan terdakwa I di persidangan. Hal itu juga telah terungkap pada pemeriksaan Dewan Kehormatan Perwira (DKP)," jelasnya.

Pendapat yang sama disampaikan Paskah. Menurut dia, adalah sesuatu hal yang aneh bila terdakwa I sebagai Komandan Batalyon 42 melakukan operasi dan membentuk Tim Mawar atas inisiatif sendiri. "Semakin jelas bila proses di Mahmil hanya sekadar lip-service untuk memberikan perhatian kepada masyarakat, tetapi tidak menyentuh persoalannya sama sekali," ujar kuasa hukum Pius Lustrilanang, salah satu korban penculikan yang sudah kembali itu. 

Institusi
Penggunaan dana dan sarana-prasarana operasional Grup IV Kopassus oleh Tim Mawar, lanjut Ori, membuktikan bahwa operasi Tim Mawar memang telah dilakukan Grup IV Kopassus secara institusional. Oleh sebab itu, jelas bahwa operasi penculikan itu merupakan operasi militer resmi sehingga ABRI secara institusional tidak bisa lepas tanggung jawab atas skandal yang memalukan itu.

Bambang menambahkan, dari proses persidangan yang telah berjalan terlihat bahwa baik hakim maupun oditur militer telah tidak menjalankan fungsinya sebagai aparat penegak hukum. Hal itu terlihat dengan adanya beberapa fakta yang terungkap di persidangan, tetapi tidak diungkap lebih jauh oleh hakim maupun oditur militer. Dari pertanyaan yang diajukan oleh hakim dan oditur militer, terlihat pertanyaan yang diajukan hanya menegaskan apa yang disampaikan terdakwa, dan bukannya menggali pernyataan yang terungkap di persidangan.

Meskipun demikian, Benjamin Mangkoedilaga menyatakan, dia masih bisa percaya kepada hakim yang memimpin persidangan tersebut. "Saya kenal Pak Susanto, dia hakim yang baik. Dia murid saya," ucap Benjamin. (oki)