Pertikaian Etnik Di Sambas

SIARAN PERS

KONTRAS

NO : 15 / SP †KONTRAS / IV / 99
TENTANG PERTIKAIAN ETNIK DI SAMBAS

Deskripsi Sosiologis

Kata prihatin sudah tidak cukup lagi untuk menggambarkan tragedi Sambas. Untuk kesekian kalinya dan dalam waktu yang beruntun kita menyaksikan hancurnya masyarakat kita. Untuk kesekian kali pula dibuktikan kepada kita kenyataan pahit dari kegagalan negara dalam menyelenggarakan kehidupan berbangsa yang damai, adil dan sejahtera.

Tragedi Sambas, sekali lagi, menunjukan kerapuhan integrasi sosial yang selama ini secara artifisial nampak seolah †olah tumbuh dengan harmoninya. Kenyataannya, di Sambas, waktu yang dibutuhkan untuk menghancurkan lebih dari 1800 tempat tinggal, membunuh ratusan manusia, menghilangkan puluhan ribulapangan pekerjaan, memutuskan pendidikan puluhan ribuanak dan memporakporandakan hampir seluruh sistem kemasyarakatan yang ada, hanyalah tempo singkat dalam hitungan beberapa hari saja. Lalu apa mengapa kiranya ini terjadi dalam masyarakat yang telah bertahun †tahun hidup bersama dalam masyarakat yang memiliki tatanan sosial, politik dan juga hukum ?

Jawabannya adalah ternyata selama ini semua pranata itu tidak berjalan dengan baik sebagaimana seharusnya. Untuk memahami peristiwa Sambas ini KONTRAS berpendapat bahwa sistem itu selama Orde Baru telah mampatatau dibuat mampat justru oleh pihak yang seharusnya bertanggungjawab menjalankan fungsi tersebut :

  • Metode pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru telah meminggirkan kepentingan ulayat dan menindas hak †hak penduduk asli. Pembabatan hutan yang hanya menguntungkan segelintir konglomerat, aparat birokrasi yang korup dan kolutif telah menelorkan kebijakan †kebijakan yang mengabaikan kepentingan rakyat kecil. Masyarakat Dayak adalah salah satu bagian yang paling menderita dengan habisnya hutan tempat hidup mereka, dimana seluruh bangunan masyarakat dan budaya mereka bangun diatasnya selama berabad †abad. Tentu saja ini menimbulkan kekecewaan dan kemarahan yang besar. Dan kemarahan inilah yang selama puluhan tahun ini terpendam hingga menjadi laten yang tak sanggup terlampiaskan karena posisi negara yang dominan dan represif.
  • Benih konflik yang laten juga terjadi oleh adanya pengabaian proses natural terhadap integrasi sosial antar kelompok masyarakat. Integrasi yang nampak selama ini lebih merupakan desakan dan kehendak kekuasaan politik diluar sistem masyarakat yang sebelumnya berlaku. Dengan begitu dimensi naturalisasi yang sebenarnya artifisial belaka inilah yang justru menggeser kekuatan harmoni masyarakat yang begitu majemuk.
  • Kondisi psikologis masyarakat yang frustasi karena lama menyimpan kejengkelan, kebencian dan amarah merupakan ganjalan yang terpendam yang ditujukan pada birokrasi dan aparat negara bersama golongan yang berkolusi dan merugikan mereka. Inilah kiranya yang menjadi faktor hakiki dari setiap konflik sosial yang meledak. Dan mengapa yang terjadi kemudian adalah konflik horisontal yang terbuka itu disebabkan oleh ketidakmampuan memprotes dan menjangkau pihak yang menjadi penyebab utama kerugian mereka, yakni negara. Sehingga, Etnik Madura yang dianggap sebagai musuh di Sambas sesungguhnya hanyalah merupakan kelompok yang paling jauh bisa mereka (Penduduk asli : Dayak, Melayu dan Tionghoa) idnetifikasikan telah merugikan dan sanggup mereka lawan. Pelampiasan amarah secara brutal dan dilakukan massaal terhadap orang Madura dengan sendirinya menyediakan media bagi masyarakat Dayak, Melayu dan Tionghoa untuk melakukan perlawanan secara tertbuak terhadap aparat negara. fakta di lapanagan memperlihatkan bahwa penyerangan oleh massa ini tidak lagi melihat aparat sebagai pihak netral. Ini terjadi misalnya ketika evakuasi terhadap orang Madura dari Singkawang dilakukan oleh aparat dengan truk †truk militer. Pada saat truk militer mulai bergerak, secara tiba †tiba ratusan orang bersenjata melakukan penyeranagan tanpa mempedulikan aparat. Bentrokan bersenjata antara warga dan aparat pun tak terhindarkan. Sehingga yang terjadi kemudian bukan saja timbul korban, namun dari peristiwa semacam ini, posisi yang sesungguhnya menjadi tujuan semakin jelas.

Penyelesaian dalam menangani setiap konflik yang muncul dari faktor †faktor menuntut pemahaman sosio kultural yang baik dan harus dilakukan dengan sangat hati †hati. Oleh karena itu pemerintah harus mmempertanggungjawabkan hal ini, mengingat konflik etnis di Sambas bukan untuk pertama kalinya terjadi. Metode penyelesaian kasus konflik terdahulu dengan cara otoriter dan represif terbukti gagal. Penyelesaian dari atas yang dipertunjukan dalam menangani kasus terbesar yang terajadi antara 29 Desember 1996 †28 Februari 1997 lalu nyatanya telah pula mengabaikan keterlibatan konkrit antar rakyat bawah yang justru menjadi pelaku pertikaian dehingga masalah tidak benar †benar selesai.

Gambaran di atas sungguh mengkhawatirkan bukan saja karena menuntut penyelesaian yang amat sulit dan membutuhkan waktu yang tidak singkat. Akan tetapi, situasi serupa umumnya juga terdapat ditempat lain di wilayah Indonesia. Jadi, sesungguhnya apa yang terjadi di Sambas merupakan peringatan yang sangat serius terhadap kita semua supaya tragedi yang sama tidak terulang di tempat lain.

Tuntutan Penyelesaian

  • Adalah kewajiban negara untuk melindungi dan menjamin keamanan hidupsetiap warganya di seluruh wilayah negara. Oleh karena itu, negara harus bertanggungjawab terhadap keamanan setiap orang Madura yang saat ini terancam hidupnya di Sambas dan sekitarnya. Namun demikian kami menekankan bahwa tuntutan terhadap adanya upaya penagamanan ini sama sekali tidak boleh menjadi pembenaran bagi pihak aparat keamanan untuk bertindak represif diluar ketentuan hukum yang berlaku.
  • KONTRAS menilai bahwa metode penanganan kasus konflik sosial terbuka seperti dilakukan pemerintah di Ambon sebaik tidak silakukan di Sambas. Penanganan kasus dengan mendatangkan pasukan dari berbagai daerah ke wilayah konflik hanya akan meredam untuk sesaat manifestasi kemarahan massal akan tetapi tidak menyentuh akar persoalanyang menyebabkan kemarahan itu muncul. Kalaupun terpaksa, langkah demikian hanya diperlukan untuk sementara waktu sampai situasi pertikaian mereda. Yang diperlukan selanjutnya adalah pendekatan yang lebih demokratis dengan melibatkan seluruh elemen rakyat, sebab merekalah yang paling mengetahui masalah sesungguhnya dan bagaimana jalan keluar yang dibutuhkan.
  • Harus dicarikan alternatif penyelesaian sementara selain melakukan pengungsian orang †orang Madura untuk keluar dari Kalimantan. Sebab cara ini hanya akan mempercepat penyebaran keresahan dikalangan Etnik Madura di tempat lain di Kalimantan. Pengungsian keluar Kalimantan juga akan menunjukan diskriminasi yang berlebihanterhadap golongan Etnik Madura untuk memiliki hak hidup di setiap wilayah Indonesia secara merdeka.
  • Menuntut Dewan Perawkilan Rakyat sebagai representasi kedaulatan rakyat untuk memanggil Presiden Habibie dan meminta pertanggungjawabannya sebagai pemerintah terhadap ketidakmampuannya menyelenggarakan kehidupan negara yang aman dengan kekacauan massal yang terjadi beruntun selama pemerintahannya.
  • Mengajak kepada seluruh elemen bangsa untuk tidak sekalipun memanfaatkan setiap tragedi yang terjadi demi kepentingan pribadi dan golongan tanpa memperhatikan kepentingan seluruh bangsa, terutama pihak †pihak yang menjadi korban. Dan karena setiap konflik sosial, terutama berkaitan dengan SARA memiliki potensi penyebaran dan pemindahan konflik ke berbagai wilayah lain, maka KONTRAS juga meminta semua pihak untuk turut meredam dengan mensikapi secara dewasa.

    Jakarta, 1 April 1999

    KONTRAS

    M U N I R. SH

    Koord. Badan Pekerja