MAHASISWA TRISAKTI MINTA PERTANGGUNGJAWABAN PANGAB
Tindakan Kekerasan ABRI Dikutuk

Jakarta, Kompas
Mahasiswa Universitas Trisakti (Usakti) secara tegas menuntut pertanggungjawaban Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto dan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya Mayjen (Pol) Noegroho Djajoesman menyusul jatuhnya tiga orang korban ma-hasiswa yang mengalami luka serius akibat pukulan benda tumpul pihak pasukan pengendali huru-hara (PHH). Mahasiswa Usakti juga mempertanyakan Kapolda Metro Jaya yang tak menghiraukan surat pemberitahuan berunjuk rasa.

Pernyataan ini disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Presidium Mahasiswa Universitas Trisakti Gunawan dalam jumpa pers di Kampus Trisakti, Kamis (1/4). Mendampingi Gunawan, dua mahasiswa korban pemukulan yaitu Nadia Mulyawati, yang menderita robek dikepala dan memerlukan tiga jahitan serta Bambang Lukmanul Hakim yang menderita luka di kening kiri akibat pukulan benda tumpul.

Seperti diberitakan, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti yang sudah mendapatkan izin berunjuk rasa, terjadi bentrok fisik dengan aparat PHH di depan kantor Departemen Pertahanan dan Keamanan. (Kompas, 1/4)

Gunawan dan Bambang membantah pernyataan Pangdam Jaya Mayjen TNI Djaja Suparman yang mengatakan adanya ambulans dan perlengkapan tandu adalah bentuk persiapan menghadapi bentrokan. "Adanya ambulans dan tandu, semata-mata untuk menjaga stamina rekan kami dari kemungkinan terkena dehidrasi atau kelelahan. Itu saja, tak ada maksud lain," kata Gunawan.

Menjawab adanya tiga korban dari pihak aparat keamanan yang mengalami luka-luka akibat terkena lemparan batu sebagaimana dikemukakan Kapolres Jakarta Pusat Letkol (Pol) Iman Haryatna, Gunawan dan Bambang menepis itu. "Kami aksi damai dan tidak melengkapi diri dengan peralatan lain kecuali jaket dan alat komunikasi," tegas Gunawan.

Hantam
Ketua LBH Jakarta Apong Herlina mengutuk tindakan kekerasan oleh ABRI terhadap mahasiswa Usakti. LBHJ menuntut Menhankam/Pangab mengusut oknum aparat ABRI yang melakukan tindakan kekerasan terhadap mahasiswa Usakti. Apong mendesak Pangab agar meminta maaf kepada para mahasiswa dan keluarga korban kekerasan dan memberikan santunan kepada korban. Sikap yang sama disampaikan Keluarga Mahasiswa ITB.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Munir kepada pers di Jakarta, Kamis, menyatakan, pemukulan yang dilakukan aparat terhadap mahasiswa yang melakukan aksi unjuk rasa secara damai merupakan upaya menhantam ide-ide yang disampaikan mahasiswa. Pemukulan itu juga menunjukkan tidak adanya kemauan aparat bertanggung jawab atas kasus-kasus kekerasan yang dilakukan.

Pemukulan yang dilakukan aparat, menurut Munir, tampaknya tidak hanya untuk menertibkan aksi unjuk rasa, melainkan merupakan upaya untuk menghantam ide-ide yang disampaikan mahasiswa berkaitan dengan pengungkapan kasus-kasus kekerasan yang dilakukan aparat. Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Albert Hasibuan mengatakan, UU No 9/1998 jangan dijadikan alasan mempergunakan

kekerasan. Cara-cara kekerasan yang dilakukan aparat terhadap aksi mahasiswa jelas bertentangan dengan UU itu sendiri dan HAM. Oleh karena itu, menurut Hasibuan, pimpinan Kodam Jaya harus menertibkan pasukan di lapangan agar tidak bertindak agresif.

Melanggar UU
Di tempat terpisah, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya Mayjen (Pol) Noegroho Djajoesman menyatakan, tidak benar polisi bertindak di luar peraturan saat membubarkan unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti di depan gedung Departemen Pertahanan dan Keamanan, Rabu.

Kepada wartawan seusai konferensi pers mengenai pemisahan Polri dari ABRI, Kamis, Kapolda membenarkan mahasiswa Trisakti memang telah mengajukan pemberitahuan kepada kepolisian tentang rencana unjuk rasa itu. "Memang benar mereka memberi tahu, tetapi mereka melakukannya di dekat pagar," katanya.

Kapolda menyebutkan, peraturan yang berlaku untuk unjuk rasa di kantor atau gedung instansi militer dan instansi vital lainnya harus berjarak sekurang-kurangnya 500 meter dari pagar terluar.

Sementara Kapolri Jenderal (Pol) Roesmanhadi menyatakan, bentrokan antara pengunjuk rasa dengan aparat keamanan selama ini terjadi karena para pengunjuk rasa berusaha memaksakan kehendaknya. "Kalau masyarakat mau mematuhi peraturan, bentrokan itu tidak perlu terjadi," katanya. (bw/bb/msh/as)