Perkembangan Kasus Ambon




Untitled Document

SIARAN PERS
KOMISI UNTUK ORANG HILANG DAN KORBAN TINDAK KEKERASAN
NO. 09 / SP-KONTRAS / III / 99

Tentang

PERKEMBANGAN LAPORAN KASUS AMBON

Peristiwa penembakan oleh satuan kepolisian terhadap beberapa orang di masjid Al Huda senin 1 Maret 1999 sebagai bagian dari gagalnya harapan masyarakat agar peritiwa Ambon dapat diselesaikan secara tuntas. Tindakan tersebut adalah sebuah sebuah mata rantai dari panjangnya bebagai bentuk tindakan kekerasan dan keterlibatan aparat dalam kerusuhan di Ambon dan sekitarnya. Aparat kembali menggunakan cara-cara kekrasan yang mengabaikan netralitas dan tidak gunakannya kekerasan untuk menyelesaikan berbagai problem di Ambon. Tindakan pencopotan dan reposisioning dijajaran ABRI dan kepolisian berkaitan dengan tindak kekerasan tersebut, bukanlah pertanggunjawaban yang dapat diterima secara hukumdan politis.

Tindakan penambahan sejumlah tiga batalyon pasukan keamanan ke Ambon oleh ABRI, pun bukan merupakan solusi tepat dalam situasi dimana netralitas aparat dalam menengahi konflik diragukan. Tindakan ini juga menunjukan masih dipercaya penggunaan pendekatan represif yang telah terbukti gagal selama ini. Penambahan konsentrasi aparat justru menunjukan lemahnya keinginan untuk mendorong usaha penyelesaian dalam pendekatan kultural secara maksimal, terbukti dengan gagalnya kesepakatan damai tanggal 28 Februari.

KONTRAS memandang bahwa beberapa hal berikut merupakan bagian dari penyebab timbul dan berlarutnya pertikaian Ambon :

  1. Lahirnya kebijakan ditingkat nasional yang justru mengabaikan kemampuan masyarakat lokal untuk menyelesaikan perbagai problem mereka sendiri contoh kasus lahirnya SK. Menteri Agama No. 70 tahun 1977 yang mengatur mengenai pembatasan keterlibatan antar masyarakat berbeda agama dalam acara ritual dan upacara, justru merubah model masyarakat Ambon untuk mengatur dan mempertahankan kerukunan kehidupan beragama. Pola kebijakan sentralistik yang tidak memperhatikan aspek kultural masing-masing wilayah, secara sistematis telah menggeser kekeuatan institusi lokal membangun harmoni.
  2. Tidak diacuhkannya laporan masyarakat oleh pihak kepolisian atas preistiwa 14 November 1998 dan beberapa hari sebelum peristiwa 19 Januari 1999 menjadi salah satu prakondisi kerusuhan lebih lanjut. Karena dari satu peritiwa kemudian tercipta situasi yang semakin panas dan menjadi dasar bagi nunculnya peritiwa serupa.
  3. Pada kejadian 19 s/d 24 Januari 1999, terlihat bahwa aparat melepaskan situasi begitu saja. Ini menujukan tidak adanya pelaksanaan tanggung jawab pengamanan dan perlindungan oleh aparat. Terlebih lagi ketika kerusuhan berlangsung justru terlihat adanya keterlibatan aparat militer/kepolisian barisan-barisan massa.
  4. Terus mengalirnya isu-isu yang berifat ancaman dan penyerangan yang semakin meresahkan masyarakat. Isu-isu ini bermunculan dalam masyarakat secara teratur rapi dalam isi maupun wilayah penyebarannya.

Berkaitan dengan fakta-fakta tersebut di atas, maka KONTRAS merekomendasikan :

  1. Dihentikannya penggunaan kekerasan oleh berbagai pihak menyangkut masalah Ambon, dengan memprasayratkan ABRI dan kepolisian menghentikan penggunaan tindak kekerasan terhadap warga masyarakat Ambon.
  2. pemerintah harus bertanggung jawab dan mengusut tuntas atas keterlibatan aparat dalam menimbulkan jatuhnya korban dikalangan masyarakat selama kerusuhan Ambon berlangsung.
  3. KONTRAS merasa perlu untuk mendorong langkah politik konkrit atas inisiatif berbagai masyarakat untuk memulai usaha-usaha penciptaan perdamaian dan rekonsiliasi bagi penyelesaian persoalan Ambon dengan individu yang dinilai memiliki kredibilitas dan kompetensi. Termasuk didalamnya upaya konkrit merehabilitasi sarana, ekonomi, ibadah dan perumahan yang telah hancur akibat kerusuhan.

Jakarta, 4 Maret 1999

Badan Pekerja

KONTRAS

MUNIR

Koordinator