Laporan Lanjutan Kerusuhan Sambas

SIARAN PERS

KONTRAS

NO. 17 / SP †KONTRAS / IV / 99

LAPORAN LANJUTAN KERUSUHAN SAMBAS

Situasi terakhir di Sambas, Singkawang dan sekitarnya masih mencekam. Angkutan umum, pertokoan dan aktivitas sosial lainnya masih jarang terlihat beroperasi. Aparat keamanan dalam jumlah besar terlihat hanpir di seluruh sudut kota dan bersiaga. Hingga senin, 12 April 1999 malam hari terus terjadi pembakaran sekitar 16 rumah di Sungaikeran kabupaten Singkawang menyusul pertikaian yang terjadi. Pada saat yang sama korban jiwa akibat penembakan aparat keamanan ketika insiden 7 April di RSU Abdul Azis bertambah lagi dengan meninggalnya satu dari 32 korban luka †luka yang dirawat.

Konflik etnik yang pecah mulai dari perikaian pada Hari Raya Idul Fitri di Parit Setia, Kecematan Jawai, Sambas, diikuti dengan rangkaian peristiwa serupa hampir di seluruh kecamatan di kabupaten Sambas dan terakhir meluas hingga Singkawang. Peritiwa pertikaian dengan media konflik etnik ini merupakan kejadian yang kesekian kalinya terjadi. Tercatat paling tidak pernah terjadi sembilan kali konflik serupa dalam kapasitas yang cukup besar melibatkan beberapa etnik.

Kelambanan Aparat Keamanan

  • Hasil investigasi KONTRAS menunjukkan bahwa peristiwa Parit Setia yang berawal dari kasus tertangkapnya seorang pencuri oleh massa itu dapat berubah dan meluas menjadi pertikaian etnik, salah satunya disebabkan oleh kelalaian aparat keamanan dalam menanggapi laporan dari warga masyarakat. Diabaikannya laporan warga yang mengkhawatirkan akan terjadi perkelahian massal tiu memperlihatkan betapa lambannya antisipasi negara dalam menhadapi potensi konflik yang ada.
  • Dari temuan kami yang lain bahkan megindikasikan adanya beberapa kemiripan dengan peristiwa kerusuhan lainnya di Indonesia, misalnya seperti yang terjadi di Ambon. Selebaran – selebaran sebagai upaya prakondisi juga kami temukan di Sambas. Salah satu selebaran yang bernada adu domba bahkan bertanggal 1 Januari 1999. Artinya itu beredar jauh sebelum peristiwa Parit Setia terjadi. Dalam selebaran yang sama, bahkan tertulis berasal dari sebuah ormas besar yang tidak berbasis padakekerasan. Ini membuktikan adanya upaya pengkondisian situasi dengan metode disinformasi terhadap masyarakat. Isu †isu bernada provokasi kami temukan beredar juga di kedua belah pihak yang bertikai, sebelum maupun sesudah peristiwa Parit Setia.
  • Penanganan oleh aparat keamanan yang berkesan lamban dan ragu †ragu ternyata berlanjut dalam peristiwa Sambas ini. Akibatnya peristiwa demi peristiwa terjadi dalam eskalasi yang cepat.
  • Kebijakan represif aparat polisi dan militer dengan senjata untuk menunjukkan ketegasan tindakannya baru dilakukan ketika pertikaian sudah terlanjur besar dan tak terkendali. Akibatnya selain situasinya yang sudah semakin sulit dikendalikan, korban jiwa dan materi sudah jatuh dalam jumlah besar. Represi yang baru dilakukan ketika petikaian sudah melibatkan jumlah massa yang besar juga hanya akan menimbulkan korban jatuh semakin banyak. Represi aparat bahkan menimbulkan persoalan baru yang semakin memperumit masalah ketika dari awal tindakan hukum tidak dijalankan oleh aparat kepolisian sebagaimana seharusnya.
  • Masih dari lambannya antisipasi, situasi akhir di Singkawang kembali menunjukkan ketidakjelasan tindakan aparat keamanan. Razia senjata tajam tidak dilakukan terhadap orang †orang yang membawanya di jalan †jalan. Antisipasi terhadap arus massa dari Pemangkat dan Selakau menuju Singkawang ternyata juga tidak dilakukan oleh pihak aparat keamanan. Ditambah denga isu dan selebaran yang beredar dikalangan Melayu, Dayak dan Madura yang berisi ancaman akan terjadinya penyerangan, maka situasi masyarakat semakin tegang dan keresahan meluas di masing †masing kelompok masyarakat.
  • Perlakuan aparat keamanan terhadap para tersangka pelaku penyerangan di Singkawang dan penembakan terhadap massa yang melakukan aksi damai menuntut pembebasan mereka yang ditangkap, merupakan bentuk ketidakjelasan yang lain dari tindakan aparat keamanan yang hanya menambah jumlah korban jiwa. Tindakan aparat yang lebih parah lagi terjadi di simpang jalan Alianyang †Yos Sudarso (depan gedung juang) Singkawang pada tanggal 22 Maret 1999 sekitar pukul 20.30 Wita. Yaitu ketika aparat dari satuan Brimob yang sedang mengawal iring †iringan pengungsi menuju penampungan Pasir Panjang secara tiba †tiba melakukan penembakan beruntuk kearah sekelompok pemuda yang sedang duduk †duduk di jembatan di depan-kanan gedung Juang. Buntut dari kejadian inilah yang kemudian menimbulkan amarah massa terhadap aparat keamanan.

Fakta †fakta di atas sekali lagi membuktikan ketidakmampuan negara dalam melaksanakan tanggung jawabnya.

Oleh karena itu alternatif penyelesaian harus diupayakan oleh segenap pihak guna mengembalikan situasi aman dan terjamin kehidupan setiap anggota masyarakat di wilayah Sambas da Singkawang. Yang jelas bahwa penyelesaian tidak bisa lagi dipercayakan semata kepada pihak aparat keamanan, apalagi dengan pendekatan represif belaka, tidak juga dengan menjadikan wilayah Kalimantan Barar sebagai Kodam baru. Dalam hal ini kami sangat menyesalkan rekomendasi dari Komnas HAM melalui Bambang W. Suharto yang meminta kepada pemerintah untuk mendirikan Kodam baru di wilayah Kalimantan Barat.

Menanggapi keputusan Presiden Habibie yang akan memindahkan para pengungsi ke sebuah pulau tersendiri, KONTRAS berpendapat :

  1. Mempertanyakan moralitas dan tanggung jawab Habibie sebagai kepala negara yang lebih memandang pada kepentingan terlaksananya pemilu Sambas daripada secara sungguh †sungguh mencari jalan keluar bagi penyelesaian konflik dan perdamaian serta jaminan keamanan bagi masyarakat di Sambas.
  2. Pemindahan ke pulau tersendiri bahkan tidak bisa dianggap sebagai upaya penyelamatan sementara. Itu membuktikan lemahnya negara dalam megusahakan jaminan keamanan terhadap warganya selain juga diskriminatif terhadap etnis Madura . belum lagi dalam jangka panjang, pemisahan wialyah berdasar etnis hanya akan memperjelas permusuhan yang terjadi diantara etnis Madura dan etnis lain di luar pulau. Sehingga solusi ini belum mencukupi sebagai jaminan rasa aman yang minimum sekalipun bagi warga negara, dalam hal ini etnis Madura di Sambas.
  3. Solusi dengan pemindahan ini juga berarti, dalam kondisi negara yang tidak mampu mengupayakan jalan keluar yang efektif dalam menciptakan harmoni bagi masyarakatnya, negara justru menutup kemungkinan penyelesaian dengan pelibatan secara aktif dari warga masyarakat yang bertikai untuk mengupayakan perdamaian diantara mereka.

Sebagaimana siaran pers kami terdahulu, tidak dapat dipungkiri bahwa peristiwa Sambas dan Singkawang ini memiliki akar persoalan yang tidak sederhana. Kondisi struktural dan ketidakmampuan negara dalam menyelenggarakan pemerintahan yang adil merupakan latar belakang yang penting. Dan untuk itu sekali lagi KONTRAS menyatakan bahwa :

Dalam konteks usaha dan perlindungan serta pemajuan Hak- hak Asasi Manusia, negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas kerusuhan yang terjadi di Sambas, Singkawang dan semua kerusuhan massal lain yang terjadi sebelumnya di beberapa wilayah di Indonesia. baik karena ketidakmampuannya untuk mencegah, menanggulangi ataupun mengatasi pelanggaran HAM yang terjadi (violation by ommission), maupun atas sebab keterlibatan aparat †aparatnya dalam kerusuhan itu secara langsung .

Jakarta, 14 April 1999

Badan Pekerja KONTRAS

M U N I R, SH

koordinator