PANGDAM V BRAWIJAYA: SEBAIKNYA PERWAKILAN SAJA KE SU MPR

Lamongan, Kompas
Sebaiknya pengerahan massa dalam Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (SU MPR) awal Oktober nanti tidak dilakukan oleh partai politik (parpol), termasuk PDI Perjuangan. Sebab, jika tetap dilakukan, itu justru akan menimbulkan masalah baru. "Berbondong-bondong ke Senayan tidak perlu. Cukup hanya perwakilan saja," ujar Pangdam V/Brawijaya Mayjen Ryamizard Ryacudu kepada wartawan, Rabu (7/7), di Desa Sukorame, Kecamatan Sukorame, Kabupaten
Lamongan, Jatim.

Pengerahan massa dalam jumlah besar, katanya, tidak saja merepotkan dalam segi pendanaan transportasi dan penginapan selama berada di Jakarta. "Tetapi juga bagaimana penampungannya, ‘kan merepotkan," ujarnya di sela-sela membuka Tentara Masuk Desa (TMD) Manunggal ke-61. Ryamizard mengatakan, program TMD tidak bermuatan lain-lain (politik-Red), melainkan untuk menyejahteraan masyarakat.

Dikatakan, pihak parpol termasuk PDI Perjuangan sebaiknya mempertimbangkan untung-ruginya dalam pengerahan massa ke Jakarta itu. "Kami selalu berkoordinasi dengan PDI Perjuangan Jatim agar mempertimbangkan baik-buruknya," ujarnya.

"Kegiatan-kegiatan pengerahan massa untuk kepentingan kelompok tidak perlu karena juga akan memancing kelompok lain bereaksi," ujarnya.

Bagaimana jika massa parpol tetap bersikeras datang ke Senayan, tanya wartawan. Ryamizard mengatakan, pihaknya tidak dapat mencegahnya karena itu hak mereka. "Bagaimana kami mencegatnya? Nanti dikatakan melanggar HAM. ‘Kan nggak baik maksa-memaksa. Karenanya kami hanya berharap agar mereka pun mempertimbangkan hal-hal yang tidak kita inginkan bersama," ujarnya.
   
Klarifikasi Pangdam V
Sementara itu, Wakil Koordinator Komite untuk Korban Kekerasan (Kontras) Dadang Trisasongko SH menyarankan agar "partai gurem" melakukan klarifikasi kepada Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Ryamizard Ryacudu soal partai gurem menyimpan potensi kekacauan.

"Masalah ini harus jelas. Sebab tudingan itu akan menimbulkan gambaran negatif dan kecurigaan masyarakat terhadap partai-partai gurem yang kalah dalam pemilu. Di samping itu, sinyalemen itu menimbulkan ketakutan di masyarakat," katanya kepada pers di Surabaya, Selasa.

Pangdam V/Brawijaya pada saat serah terima jabatan Komandan Detasemen Intel Kodam V, Senin, menyatakan, parpol yang tidak memperoleh jumlah pendukung sebagaimana dipersyaratkan untuk menempatkan wakilnya di DPR maupun DPRD, bisa jadi membuat kegiatan yang menjurus ke arah terganggunya stabilitas keamanan. Mempunyai potensi besar membuat kekacauan di masyarakat.

Menurut Dadang, pernyataan Pangdam ini sebenarnya bersubstansi sama dengan pernyataannya saat kampanye bahwa ada provokator masuk Jatim. Lagi-lagi pernyataan itu tidak jelas. Skenario partai gurem hendak membuat kekacauan itu seperti apa. Yang terlibat itu partai apa saja. Lantas di mana posisi polisi sebagai penanggung jawab masalah tersebut.

"Saya melihat pernyataan yang tidak jelas itu malah menimbulkan ketakutan di masyarakat karena dihadapkan pada situasi yang kacau. Kalau pernyataan demikian sering disampaikan, tetapi tidak terbukti, ini akan memrosotkan kredibilitasnya," tegas Dadang. (tif/ano)

PANGDAM V BRAWIJAYA: SEBAIKNYA PERWAKILAN SAJA KE SU MPR

Lamongan, Kompas
Sebaiknya pengerahan massa dalam Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (SU MPR) awal Oktober nanti tidak dilakukan oleh partai politik (parpol), termasuk PDI Perjuangan. Sebab, jika tetap dilakukan, itu justru akan menimbulkan masalah baru. "Berbondong-bondong ke Senayan tidak perlu. Cukup hanya perwakilan saja," ujar Pangdam V/Brawijaya Mayjen Ryamizard Ryacudu kepada wartawan, Rabu (7/7), di Desa Sukorame, Kecamatan Sukorame, Kabupaten
Lamongan, Jatim.

Pengerahan massa dalam jumlah besar, katanya, tidak saja merepotkan dalam segi pendanaan transportasi dan penginapan selama berada di Jakarta. "Tetapi juga bagaimana penampungannya, ‘kan merepotkan," ujarnya di sela-sela membuka Tentara Masuk Desa (TMD) Manunggal ke-61. Ryamizard mengatakan, program TMD tidak bermuatan lain-lain (politik-Red), melainkan untuk menyejahteraan masyarakat.

Dikatakan, pihak parpol termasuk PDI Perjuangan sebaiknya mempertimbangkan untung-ruginya dalam pengerahan massa ke Jakarta itu. "Kami selalu berkoordinasi dengan PDI Perjuangan Jatim agar mempertimbangkan baik-buruknya," ujarnya.

"Kegiatan-kegiatan pengerahan massa untuk kepentingan kelompok tidak perlu karena juga akan memancing kelompok lain bereaksi," ujarnya.

Bagaimana jika massa parpol tetap bersikeras datang ke Senayan, tanya wartawan. Ryamizard mengatakan, pihaknya tidak dapat mencegahnya karena itu hak mereka. "Bagaimana kami mencegatnya? Nanti dikatakan melanggar HAM. ‘Kan nggak baik maksa-memaksa. Karenanya kami hanya berharap agar mereka pun mempertimbangkan hal-hal yang tidak kita inginkan bersama," ujarnya.
   
Klarifikasi Pangdam V
Sementara itu, Wakil Koordinator Komite untuk Korban Kekerasan (Kontras) Dadang Trisasongko SH menyarankan agar "partai gurem" melakukan klarifikasi kepada Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Ryamizard Ryacudu soal partai gurem menyimpan potensi kekacauan.

"Masalah ini harus jelas. Sebab tudingan itu akan menimbulkan gambaran negatif dan kecurigaan masyarakat terhadap partai-partai gurem yang kalah dalam pemilu. Di samping itu, sinyalemen itu menimbulkan ketakutan di masyarakat," katanya kepada pers di Surabaya, Selasa.

Pangdam V/Brawijaya pada saat serah terima jabatan Komandan Detasemen Intel Kodam V, Senin, menyatakan, parpol yang tidak memperoleh jumlah pendukung sebagaimana dipersyaratkan untuk menempatkan wakilnya di DPR maupun DPRD, bisa jadi membuat kegiatan yang menjurus ke arah terganggunya stabilitas keamanan. Mempunyai potensi besar membuat kekacauan di masyarakat.

Menurut Dadang, pernyataan Pangdam ini sebenarnya bersubstansi sama dengan pernyataannya saat kampanye bahwa ada provokator masuk Jatim. Lagi-lagi pernyataan itu tidak jelas. Skenario partai gurem hendak membuat kekacauan itu seperti apa. Yang terlibat itu partai apa saja. Lantas di mana posisi polisi sebagai penanggung jawab masalah tersebut.

"Saya melihat pernyataan yang tidak jelas itu malah menimbulkan ketakutan di masyarakat karena dihadapkan pada situasi yang kacau. Kalau pernyataan demikian sering disampaikan, tetapi tidak terbukti, ini akan memrosotkan kredibilitasnya," tegas Dadang. (tif/ano)