Tunda, Pembahasan RUU Keselamatan Negara
DPR HENDAKNYA DAHULUKAN AMANDEMEN UUD 1945

Jakarta, Kompas
Sejumlah partai politik mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang ada saat ini untuk menunda pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Keselamatan dan Keamanan Negara hingga terbentuknya DPR baru mendatang. Substansi RUU Keselamatan Negara dinilai tidak demokratis serta mengingkari semangat ke arah cita-cita terciptanya masyarakat madani.

Demikian terungkap dalam diskusi yang menyoal pandangan parpol dan DPR terhadap pembahasan materi RUU Keamanan Negara yang diselenggarakan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) di Jakarta, Jumat (13/8). Hadir dalam diskusi itu Suwarno Adiwidjojo (Partai Amanat Nasional-PAN), Taufiqqurahman (Partai Kebangkitan Bangsa-PKB), Mu’taminul Alam (Partai Keadilan-PK) dan dua orang anggota DPR masing-masing Anwar Sanusi (Fraksi Persatuan Pembangunan) dan Rudi Supriyatna (Fraksi ABRI).

Dalam diskusi itu, ketiga wakil parpol sepakat mengedepankan agenda melakukan amandeman UUD 1945 ketimbang membahas suatu masalah yang seharusnya tidak perlu menjadi persoalan penting. "PAN sejak awal sudah menegaskan bahwa agenda reformasi adalah melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Ini lebih perlu ketimbang DPR saat ini yang waktunya sempit sekali membahas sebuah produk hukum yang jelas mengingkari prinsip demokratisasi," tegas Suwarno. Hal senada juga dikemukakan wakil dari PK dan PKB.

Sementara Anwar Sanusi (F-PP) dan Rudi Supriyatna (F-ABRI) sama-sama menekankan berdasarkan materi awal RUU Keselamatan Negara yang disampaikan pemerintah, jelas-jelas mengenyampingkan unsur kedaulatan rakyat. "RUU Keselamatan Negara ini sangat jelas melemahkan partisipasi rakyat dan prinsip demokratisasi. Ini karena banyak materi di RUU Keselamatan dan Keamanan Negara ini masih mengedepankan pemerintah dalam mengontrol partisipasi politik rakyat. Selain itu isi pasal-pasalnya sangat multi-interpretatif," papar Anwar.

Menghambat modernisasi
Taufiqqurrahman dari PKB menilai secara keseluruhan materi RUU Keamanan Negara jelas menghambat modernisasi dan kreativitas bangsa di era persaingan yang semakin ketat. "Peran negara dan pemerintah masih dominan tercermin dalam RUU Keamanan Negara ini. Padahal cita-cita masyarakat madani jelas menuntut adanya supremasi sipil dan bukannya supremasi kekuasaan negara," katanya.

Sementara Suwarno dari PAN menjelaskan, materi RUU Keamanan Negara jelas mengembalikan tindakan militer ala Kopkamtib pada zaman dulu. "Kalau itu yang dipakai maka sekali lagi kredibilitas TNI yang dikorbankan. Maka PAN sampai pada kesimpulan bahwa materi RUU Keamanan Negara yang terkesan represif itu menyimpang dari prinsip-prinsip demokrasi," papar mantan Assospol Kassospol ABRI itu.

Sebagai fungsionaris PAN, Suwarno secara khusus melihat RUU Keamanan Negara jelas mengebiri partisipasi rakyat di alam demokratisasi. "Fungsi pemerintah yang didalamnya terdapat unsur TNI seharusnya melindungi rakyat yang jadi korban pertikaian. Bukan

seperti saat ini. RUU Keamanan Negara tidak mencerminkan keberpihakan pada partisipasi politik rakyat dan dengan sendirinya menjadi tak demokratis," demikian Suwarno. (bw)