KELUARGA KORBAN PENCULIKAN GUGAT PANGLIMA TNI

Jakarta, Kompas
Empat orang yang mewakili para korban penculikan yang terjadi pada kurun waktu 1997-1998, dan sampai kini belum diketahui keberadaannya, mendaftarkan gugatan perdata atas Panglima TNI (Panglima ABRI) Jenderal Wiranto di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur. Para penggugat itu adalah Tuti (ibu kandung Yani Afri), Nurhasanah (ibu kandung Yadin Muhidin), Riwan Nefo S (kakak kandung Herman Hendrawan), dan Said Alkatiri (ayah kandung Noval Alkatiri).

Hal ini diungkapkan Koordinator Divisi Legal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Ori Rahman kepada Kompas di Jakarta, Jumat (13/8) lalu. Pendaftaran telah diterima dan didaftar dalam register PN Jaktim bernomor 185/Pdt.G/1999/PN Jkt-Tim tertanggal 13 Agustus 1999.

Keempat keluarga yang mewakili para aktivis yang masih belum diketahui keberadaannya selama lebih dari dua tahun itu memberikan kuasa kepada Kontras untuk bertindak atas nama mereka di depan pengadilan, menggugat Pemerintah c/q Panglima TNI. Mereka yang menandatangani gugatan itu antara lain adalah Koordinator Badan Pekerja Kontras Munir, Bambang Widjojanto, Irianto Subiakto, Ori Rahman, Daniel Panjaitan, Ahmad Yani, Firman Widjaja, dan Erizal Chaniago.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, paruh pertama 1997 telah terjadi penculikan terhadap 22 aktivis prodemokrasi. Mereka adalah Yani Afri, Sonny, M Yusuf, Noval Alkatiri, Dedy Hamdun, Ismail, Desmond Junaidi Mahesa, Pius Lustrilanang, Suyat, Haryanto Taslam, Aan Rusdianto, Faisol Reza, Herman Hendrawan, Mugianto, Nezar Patria, Rahardjo Walujo Djati, Bimo Petrus Anugerah, Andi Arief, Abdun Nasir, Hendra Hambalie, Ucok M Siahaan dan Yadin Muhidin.

Dari ke-22 aktivis yang diculik, sembilan di antaranya telah kembali, dan sisanya sampai saat ini masih tidak diketahui keberadaannya. Mereka yang telah kembali itu adalah Desmond Junaidi Mahesa, Haryanto Taslam, Pius Lustrilanang, Faisol Reza, Rahardjo Walujo Djati, Nezar Patria, Aan Rusdianto, Mugianto dan Andi Arief.

Kasus penculikan aktivis yang membawa nama pasukan elite Komando Pasukan Khusus (Kopassus) pertama kali terungkap ketika korban penculikan, Pius Lustrilanang, memberikan kesaksian terbuka di hadapan anggota Komnas HAM Albert Hasibuan dan Samsuddin serta puluhan wartawan. Kesaksian Pius itu kemudian memancing korban-korban penculikan lainnya untuk memberikan kesaksian dengan cara mereka sendiri-sendiri.

Laksanakan putusan DKP
Dalam gugatannya, keluarga korban penculikan meminta pengadilan agar memerintahkan Panglima TNI memberikan penjelasan soal korban-korban penculikan yang masih belum kembali. Penjelasan ini harus dibuka oleh Panglima TNI kepada keluarga korban penculikan, media massa dan masyarakat luas pada umumnya.

Selain itu, keluarga korban penculikan juga meminta kepada majelis hakim agar menyatakan Panglima TNI sebagai tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum. "Keluarga korban penculikan juga meminta agar Panglima TNI meminta maaf dan diwajibkan membayar ganti rugi materiil dan immateriil senilai Rp 2 milyar," papar Ori.

Dalam gugatan itu, keluarga korban penculikan meminta pengadilan mengeluarkan perintah kepada Panglima TNI untuk melaksanakan keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP). Isi keputusan DKP juga tidak diketahui publik. Selain itu, keluarga korban penculikan juga ke pengadilan agar merekomendasikan peradilan militer bagi ketiga perwira menengah dan tinggi yang telah terbukti terlibat dalam aksi penculikan itu.

Peradilan nurani
Peradilan terhadap para pelaku penculikan sebenarnya telah dilangsungkan di Mahkamah Militer Jakarta. Namun, proses persidangan itu, sama sekali tak mengungkap adanya penyiksaan, penyekapan terhadap korban penculikan, apalagi mengungkap keberadaan korban yang belum diketahui keberadaannya.

Persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Kolonel (CHK) Susanto hanya menerima saja pengakuan Komandam Tim Mawar Mayor (Inf) Bambang Kristiono bahwa penculikan dilakukan atas inisiatifnya sendiri. Penculikan itu juga dianggapnya sebagai panggilan nurani setelah melihat adanya aktivis radikal. Persidangan pun tidak berupaya mencari tahu keterangan lebih lanjut dari atasan-atasan terdakwa yang sempat terungkap di persidangan.

Kendati Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas) meminta agar persidangan itu ditangguhkan-karena tidak menyertakan tersangka yang seharusnya-persidangan tetap dilangsungkan. Dan vonis pun dijatuhkan. Mayor Bambang Kristiono dihukum 22 bulan penjara dan dipecat dari TNI. Mereka menyatakan banding atas putusan tersebut. (bw/bdm)

Vonis terhadap Pelaku Penculikan

Terdakwa
Vonis
1. Mayor (Inf) Bambang Kristiono22 bulan/dipecat
2. Kapten (Inf) FS Multhazar20 bulan/dipecat
3. Kapten (Inf) Nugroho Sulistyo20 bulan/dipecat
4. Kapten (Inf) Yulius Selvanus20 bulan/dipecat

5. Kapten (Inf) Untung Budi

20 bulan/dipecat
6. Kapten (Inf) Dadang Hendra16 bulan
7. Kapten (Inf) Djaka Budi Utama16 bulan
8. Kapten (Inf) Fauka Noor Farid12 bulan
9. Serka Sunaryo12 bulan
10. Serka Sigit Sugianto12 bulan
11. Sertu Sukadi12 bulan

Sumber: Pusat Informasi Kompas.