Insiden Penembakan di Mapolres Aceh Selatan

SIARAN PERS KONTRAS

N0. 43/SP-KONTRAS/IX/1999

TENTANG

INSIDEN PENEMBAKAN DI MAPOLRES ACEH SELATAN

Pada hari Sabtu 11 September 1999 telah terjadi insiden pnembakan terhadap rakyat Aceh selatan yang dilakukan oleh Satuan Brimob Aceh Selatan, Gegana dan satuan aparat militer. Penembakan itu terjadi di depan Mapolres Aceh Selatan ketika sekelompok rakyat Aceh Selatan berdemonstrasi menuntut pelepasan salah seorang warga sipil yang ditangkap dan ditahan aparat Polres Aceh Selatan sehari sebelumnya.

Dari laporan investigator Kontras ditemukan korban 3 orang warga sipil tewas ( 1 orang tewas seketika dan 2 orang lainnya tewas setelah sempat dirawat di rumah sakit), 336 orang terluka dalam peristiwa tersebut, 5 diantaranya dalam kondis kritis. Jumlah korban yang tewas mungkin akan bertambah karena korban yang terluka parah berpotensi mengakibatkan kematian. Disamping ada indikasi korban yang hilang dan belum kembali.

Kronologi.

Jum’at (10/9)

T. Raja Faisal (27) warga desa Jambo Manyang Kecamatan Kluet Utara ditangkap dalam razia senjata dilakukan aparat kemanan. Faisal ditangkap karena ditubuhnya ditemukan sepucuk rencong kecil saat ia digeledah, rencomcong kecil itu diakui Faisal sebagai jimat. Faisal di bawa ke Mapolres Aceh Selatan di Tapaktuan dan ditahan. Razia senjata itu dilakukan dengan alasan pencarian terhadap pelaku penganiayaan dan pembunuhan terhadap Kopka Solihin, anggota Polsek Kluet Utara. Peristiwa pembunuhan Kopka Solihin itu sendiri terjadi pada hari Rabu (8/9).

Sabtu (11/9)

Warga sipil berdatangan dengan kendaraan roda empat dan menggelar aksi protes di jalanan di depan Mapolres Aceh Selatan. Wakapolres menawarkan dialog yang kemudian setelah bernegoisasi diterima oleh warga dengan mengirimkan 6 orang wakilnya, namum orang tua T. Raja Faisal yang meminta bertemu dengan T. Raja Faisal ditolak oleh aparat.

Saat dialog masih berlangsung, dari bagian belakang barisan warga terjadi pelemparan batu yang diarahkan kepada petugas yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak dikenal. Massa tidak terprovokasi dan bahkan memperingatkan untuk menghentikan pelemparan batu tersebut. Namun peringatan tersebut tidak berhasil, pelemparan batu masih terus berlanjut.

Petugas melepaskan tembakan peringatan ke udara yang mengakibatkan massa membubarkan diri. Namun penembakan masih terus berlangsung dan bahkan mulai diarahkan langsung kepada pengunjuk rasa. Akibatnya Abu Bakar (45) dan Yusuf (40) tewas tertembak.

Aparat masih terus mengejar massa yang berlarian memencar ke berbagai arah. Aparat mengejar dan memukuli massa yang bersembunyi di dalam rumah-rumah penduduk sekitar Mapolres yang digunakan sebagian massa untuk belindung, sebagian di kejar sampai ke pantai dan kebun-kebun. Sebagian warga Tapaktuan yang tidak terlibat aksi itu turut menjadi korban.

Penembak dan pengejaran baru berakhir setelah satu jam kemudian. Rakyat mulai membantu mengangkut korban-korban yang tewas ke RSU Dr. Yuliddin Away, Tapaktuan, RSU Cut Nja’ Dhien Meulaboh, Puskesmas Kluet Utara dan sebagian diantaranya dipulang.

Minggu (12/9)

Di beberapa tempat di Kluet Utara terjadi sweeping yang dilakukan oleh orang-orang yang berpakaian sipil yang tidak dikenal dan bukan penduduk setempat. Dalam sweeping ini 9 orang hilang, 3 diantaranya kemudian ditemukan telah tewas, 1orang warga Aceh Selatan sudah kembali, sedangkan 5 orang lainnya sampai saat ini masih belim diketemukan, 4 orang diantara korban hilang dan belum kembali adalah anggota Tim peneliti Communiy Forestry dari IPB, Bogor, masing-masung bernama Yus (48), Budi (35), Atin (26) dan Dian (26). Sedangkan 1 orang korban hilang lainnya adalah warga sipil Aceh Selatan.

Salah satu yang korban dalam sweeping tersebut adalah seorang aparat bernama Praka Dasmo(anggota batalyon Yonif 112, Meulaboh). Dua lainnya warga sipil.

Sementara itu sebagian korban penembakan sebelumnya mulai dipindahkan ke RSU Zainoel Abidin Banda Aceh dan ada yang di bawa ke Medan untuk mendapatkan perawatan intensif. Salah satu korban (Mustajar, 13 th) yang dirawat di RSU Tjoet Nja’ Dhien Meulaboh meninggalsetelah dirawat intensif di RSU itu.

Dengan adanya peristiwa kekerasan ini KONTRAS memandang :

  1. Praktik-praktik kekerasan aparat kepolisian terhadap warga sipil masih terus berlanjut. Menunjukan tidak adanya perubahan dalam prilaku militeristik dalam tubuh Polri. Prilaku Polri tersebut bersama-sama aparat militer yang terlibat dalam peristiwa ini turut pula memperlihatkan tidak adanya perubahan dalam sikap negara yang mendahulukan kekerasan dan masih terus melanjutkan pendekatan tidak manusiawi dalam penyelesaian masalah.
  2. Situasi kacau yang tercipta dan adanya orang-orang yang tidak dikenal yang melakukan sweeping dan membunuh aparat militer dikhawatirkan akan dijadikan alasan pembenar untuk diberlakukan operasi militer dan tindak kekerasan lanjutan di daerah ini.
  3. Sweeping yang terjadi dan tindakan kekerasan yang menyusulnya memperlihatkan bahwa tidak adanya penyelesaian yang menyeluruh terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di Aceh pada waktu-waktu sebelumnya telah membuka peluang terjadinya korban baik dari pihak rakyat sipil maupun dari pihak Aparat negara. untuk itu implementasi keputusan kongres ulama se- Aceh yang merekomendasikan referendum bagi rakyat Aceh sebagai upaya penyelesaian seluruh masalah Aceh Adalah solusi yang patut dipertimbangkan.
  4. Namum seluruh upaya damai tersebut (termasuk tawaran referendum atau penerapan syari’at islam sekalipun) tidak dapat menghilangkan kewajiban pemerintah untuk menyelesaikan pelanggaran HAM yang terjadi pada masa pemberlakuan Daerah Operasi Militer dan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi sesudahnya.

Jakarta, 17 September 1999

Badan Pekerja Kontras

M U N I R, SH