Perkembangan Persoalan Kejahatan Kemanusiaan di Timor-Timur




Untitled Document

KOMISI UNTUK ORANG HILANG DAN KORBAN TINDAK KEKERASAN

 

TENTANG

PERKEMBANGAN PERSOALAN KEJAHATAN KEMANUSIAAN

  DI TIMOR TIMUR

Meninjau situasi yang berkembang terhadap persoalan kejahatan kemanisiaan di Timor Timur belakangan ini yang menyangkut sejumlah argumentasi dan pihak-pihak yang mengajukannya serta rencana kepergian Tim Advokasi HAM TNI ke Timor Barat dan Timor Timur, Kontras bermaksud menyampaikan beberapa siakap dengan pertimbangan sebagai berikut :

Pertama, TimAdvokasi HAM TNI menyatakan bahwa kepergian itu dalam rangka melakukan wawancara tokoh-tokoh pro-integrasi. Tim Advokasi HAM TNI, rupanya meyakini bahwa KPP HAM sama sekali tidak bermakdud menggali data dari mereka. Sehingga untuk itu mereka merasa perlu untuk melakukan apa yang mereka sebut dengan “penyeimbangan”.

Kedua, pagi-pagi, belum lagi berangkat, Tim Advokasi HAM TNI telah menyatakan suatu kemungkinan untuk ditolak oleh masyarakat dan tokoh-tokoh Timor Timur.

Ketiga, diseretnya isu-isu nasionalisme, pelaksanaan tugas dsb untuk menutupi perkembangan persoalan kejahatan kemanusiaan di Timor Timur.

Mengenai rencana Tim Advokasi HAM TNI, Kontras menyatakan beberapa penilaian sebagai berikut :

Pertama, tragedi kemnusiaan Timor Timur serta keterlibetan milisi pro integrasi dalam penghancuran itu adalah fakta sosial yang telah terjadi dan tidak dapat terbantahkan. Sehingga mencari keterangan dari mereka sebagai "penyeimbang" lebih merupakan semacam tindakan dengan efek konsolidasi daripada pencarian fakta dalam rangka menemukan kebenaran.

Kedua , bahwa rencana Tim untuk meneruskan pergi ke Timor Timur meski telah mengetahui sikap masyarakat dan pemimpin Timor Timur yang hampir pasti menolak kedatangan Tim itu, menimbulkan suatu tanda tanya besar yakni : apakah tim ini memamg sengaja bertujuan ditolak untuk kemudian menyatakan bahwa masyarakat Timor Timur tidak fair sehingga kemudian data KPP dianggap tidak benar? apabila tujuan sebatas pada taktik pembelaan semacam ini, maka Kontras sungguh menyayangkan. Kontras sendiri pada pendirian untuk mendukung siapapun yang bermaksud menggali fakta dan kebenaran. Sesungguhnya Kontras sendiri berharap Tim Advokasi HAM TNI inibisa diterima di Timor Timur sehingga berhasil menemukan fakta-fakta yang sesungguhnya dan tergugah rasa kemanusiaannya.

Selain penilaian terhadap rencana-rencana itu, Kontras juga bermaksud menyampaikan beberapa laporan sebagai berikut :

Pertama, Kontras sendiri telah menemukan bukti-bukti mengenai keterlibatan milisi dan serta keterkaitan mereka dengan TNI dalam peristiwa kekerasan di Timor Timur, seperti bukti daftar pembayaran gaji bulanan para milisi, serta kesaksian sejumlah saksi mata dan korban. Fakta-fakta dan bukti ini tidak hanya memperlihatkan seluruh keterkaitan itu tapi juga membenarkan secara tegas segala kekjaman dan kejahatan kemanusiaan yang berlangsung.

Kedua, hasil investigasi Kontras juga menemukan sejumlah tempat yang didentifikasikan oleh penduduk Timor Timur sebagai tempat-tempat penguburan sejumlah korban pembunuhan milisi dan anggota TNI di beberapa tempat di Timor Timur. Oleh penduduk tempat-tempat itu ditandai dengan tumpukan bunga-bunga dan batu. Kontras telah memberikan fakta-fakta ini kepada komisi penyelidik nasional maupun internasional.

Ketiga, selain itu mengenai sejumlah argumen yang mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh TNI di Timor Timur selama Januari hingga masa Sidang Umum MPR 1999, adalah dalam kerangka pelaksanaan tugas negara, sehingga tuntutan terhadap perwira yang terlibat dianggap sebagai anti nasionalisme. Kontras berpendapat bahwa alasan tersebut sama sekali jauh dari kebenaran. Sesuai dengan perjanjian New York yang salah satunya disepakati oleh Pemerintah Indonesia : TNI dan Polri berkewajiban menjaga ketertiban dan perdamaian. Fakta bahwa yang terjadi justru penghancuran dan kekerasan justru membuktikan bahwa perwira TNI dan Polri gagal mengemban kewajiban itu. Kegagalan para perwira yang bertugas dan bertanggung jawab ini harus juga diartikan sebagai kegagalan melaksanakan tugas negara.

Jakarta, 15 Desember 1999

MUNIR,SH

Koordinator