MENINGKAT, PELANGGARAN HAM DI ACEH

Jakarta, Kompas
Berdasarkan  investigasi  dan  laporan  masyarakat  yang  diterima Komisi  untuk  Orang  Hilang  dan  Korban  Tindak Kekerasan (Kontras), terungkap bahwa kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Aceh tiga bulan  terakhir  ini,  cenderung  meningkat. Hal  ini  berbeda  dengan pernyataan Presiden  Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bahwa situasi di Aceh dianggap membaik.

Hal  itu  diungkapkan  Koordinator  Kontras  Munir,  didampingi Koordinator  Kontras  Aceh, Aguswandi, kepada  pers, Jumat  (17/3), di Jakarta.

Bisa  jadi, kata  Munir, pernyataan  Presiden  Gus Dur itu keliru, akibat  dia  menerima  laporan  atau  data  yang  kurang  akurat  dari bawahannya.

"Memang, awalnya Kontras berpandangan seperti  apa yang dinyatakan presiden, sesuai  dengan  kondisi lapangan. Tetapi belakangan, setelah Kontras melakukan investigasi, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa angka orang hilang dan tewas jumlahnya sangat serius," katanya.

Munir merinci, periode Desember 1999-Maret 2000 terdapat 314 orang korban  pelanggaran HAM, terdiri  dari  74 orang dinyatakan hilang dan 232 orang tewas. Setelah diteliti secara  cermat, dari 232 korban yang tewas itu, 22  orang  diduga memiliki  hubungan  dengan  Gerakan  Aceh Merdeka (GAM), 208 warga sipil, dan dua purnawirawan ABRI.

Sedangkan identitas  pelaku, kata  Munir, aparat keamanan 48 kasus dengan korban  83  orang, dan sekelompok  orang tidak dikenal 19 kasus dengan  korban  20  orang. Pelaku yang tidak diketahui 63 kasus dengan korban 129 orang.

Menjawab pertanyaan wartawan, Munir menjelaskan, data korban  Aceh yang diumumkan Kontras  itu, sama  sekali  tidak  mengutip  data  dari pemberitaan media  massa. Data tersebut, menurut Munir, diperoleh dari laporan masyarakat, pencekan di rumah sakit, dan temuan mayat.

"Sekali  lagi, data  ini  tidak mengutip pemberitaan media massa," tutur Munir.
 
Operasi Sadar Rencong
Terjadinya  lonjakan  korban  itu,  masih  menurut  Munir, seiring dicanangkan Operasi Sadar Rencong  III  yang  diumumkan  Kapolda Aceh.

Operasi  ini  menandai  perubahan  pola  operasi  dari  defensif  ke pendekatan  represif. Selain  itu, pihak  Danrem 012 juga  mengumumkan digelarnya  satu operasi dengan sandi Operasi Kemanusiaan.

Disisi  lain, Kontras melihat, ada  perubahan operasi militer dari operasi teritorial yang menekankan integrasi ke operasi tempur. Perubahan  ini  berkaitan  dengan  meningkatnya  intensitas  konflik bersenjata. Meski terjadi  korban  di  kedua belah pihak yang bertikai (TNI, Polri, dan  GAM), namun  data  memperlihatkan  korban  terbanyak justru berasal dari kalangan sipil tak bersenjata.

Sehubungan  itu,  Kontras  merekomendasikan  agar  setiap  upaya penyelesaian konflik Aceh yang diupayakan pemerintah harus keluar dari paradigma  lama yang  berorientasi  pada soal-soal  politik kekuasaan, baik  elite  lokal  maupun  nasional. Penyelesaian  Aceh harus dimulai dengan menyelesaikan aspek substansial masalah Aceh yakni penghancuran martabat kemanusiaan masyarakat Aceh. (aji)