PENYAIR WIJI THUKUL DIPASTIKAN HILANG

Jakarta, Kompas
Setelah dua tahun lebih menunggu akibat tak jelas kabar beritanya, Diah Sujirah, istri penyair muda dan sekaligus aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD), akhirnya melaporkan hilangnya Wiji Thukul kepada Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Sujirah maupun adik Wiji Thukul, Wahyu, erakhir
berhubungan telepon dengan Wiji Thukul pada 19 Februari 1998. Diperkirakan, Thukul menjadi korban penculikan bersama-sama dengan aktivis lain yang juga hilang dari Solo, Suyat.

Koordinator Kontras Munarman, Jumat (31/3), di Jakarta, menjelaskan, menurut informasi yang dikumpulkan, sekitar bulan Maret-April 1998 Thukul masih bertemu beberapa temannya, tetapi setelah itu kabarnya tidak pernah terdengar lagi"Hilangnya Wiji Thukul sekitar Maret 1998 kami duga berkaitan dengan aktivitas yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Saat itu bertepatan dengan peningkatan operasi represif rezim Orde Baru dalam upaya pembersihan aktivitas politik yang berlawanan dengan Orde Baru. Dengan hilangnya Wiji Thukul ini, berarti selama operasi pembersihan itu ada 23 orang yang hilang dan hingga saat ini 14 orang termasuk Wiji belum kembali," jelas Munarman.

Ketua Umum PRD Budiman Sudjatmiko menguraikan, pada saat terjadi pembersihan besar-besaran terhadap aktivis gerakan demokrasi pascatragedi berdarah 27 Juli 1996, Wiji Thukul yang menjadi salah satu target utama dalam pembersihan tersebut sempat meloloskan diri. Dia sempat dikejar-kejar aparat selama di Solo, kemudian ke Salatiga, Jakarta, bahkan sempat juga disembunyikan di Serpong, Tangerang. Menurut Budiman, kemungkinan besar Thukul menjadi salah satu korban operasi penyapuan aktivis di Solo, bersama-sama Suyat yang saat ini belum kembali, dan korban penculikan yang kemudian dibebaskan, Wawan. Thukul yang lahir 23 Agustus 1963 di Solo, sempat bersekolah sampai kelas II di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia, namun kemudian aktif berkesenian dan bergabung dengan Jaringan Kerja Kesenian Rakyat (Jakker).

Thukul dikenal sebagai salah seorang penulis puisi perjuangan. Salah satu kalimatnya yang sangat terkenal adalah bait terakhir pada puisi berjudul Peringatan, yaitu "Hanya ada satu kata: Lawan!" (oki)