DEMO SOEHARTO BERAKHIR DENGAN BENTROK

Jakarta, Kompas
Aksi sekitar 1.000 mahasiswa menuju rumah mantan Presiden Soeharto di Jalan  Cendana,  Jakarta  Pusat,  Kamis (13/4), untuk menuntut agar Soeharto diadili berakhir dengan bentrok berkepanjangan. Bentrok itu  terjadi  setelah sejumlah aktivis Forum Kota (Forkot) melempari aparat dengan  botol-botol air mineral  dan bom molotov yang dibalas dengan tembakan gas air mata. Bentrok  antara aparat dan mahasiswa berlangsung hingga malam hari di  sepanjang  Jalan  Teuku Umar, Cikini, Diponegoro, dan Salemba Raya, Jakarta  Pusat.

Aparat  dengan  gigih  mengejar mahasiswa yang dibalas dengan  lemparan  batu  dan  bom  molotov. Mahasiswa memasang barikade dengan  pot-pot  dan  dengan  membakar  ban-ban karet. Perilaku aparat maupun mahasiswa masih tidak berubah. Tindakan  saling  balas antara aparat dan mahasiswa berlangsung di sepanjang jalan. Sebagian besar mahasiswa bertahan di depan Kantor LBH yang  berdekatan  dengan  Universitas  Bung  Karno. Aparat  kepolisian kemudian   menyerbu  Kantor YLBHI  hingga menyebabkan dua kaca jendela pecah.  "Mereka  masuk  ke  LBH   untuk   minta   perlindungan,"  ujar Koordinator  Komisi  untuk  Orang  Hilang  dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Munir.

Penyisiran  juga dilakukan  di sejumlah kampus di Jalan Diponegoro. Di  dalam  kampus  Universitas  Indonesia, di atas bus kota, bahkan di halaman RS Carolus.
    Aparat  kemudian  menutup  Jalan Diponegoro, dari perempatan Jalan Surabaya  hingga  perempatan  Salemba-Kramat.  Tak  satu pun kendaraan diizinkan  lewat, kecuali  kendaraan  penghuni  rumah  di  kawasan itu. Sekitar pukul 21.30,  Jalan Diponegoro kembali dibuka, meski pot bunga dan api yang membakar ban masih menyala.

Kerusuhan  dalam  aksi  unjuk  rasa ini merupakan yang terburuk di Jakarta sejak terbentuknya pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dan Wapres  Megawati  Soekarnoputri.  Sedikitnya  10  mahasiswa  luka-luka. Menurut  seorang saksi mata, sebuah mobil P3K Universitas Tarumanegara ditabrak  dari  belakang  oleh  tronton polisi antihuru-hara dan dalam sekejap aparat turun memukuli kaca-kaca mobil.

Tidak puas
Aksi  itu  semula  berlangsung  tertib.   Mahasiswa yang  biasanya dibendung  di  sekitar  Taman  Suropati  kali  ini dilepas oleh aparat sehingga bisa sampai ke bundaran Jalan Teuku Umar dengan leluasaMereka  baru  menghadapi  barikade  polisi antihuru-hara  di mulut Jalan Suwiryo yang berdekatan dengan Jalan Cendana. Dalam  aksi  tersebut, mahasiswa  menyatakan ketidakpuasannya pada pengenaan status tahanan kota terhadap Soeharto, yang dianggap sebagai
tindakan  setengah  hati. Mereka menuntut agar Soeharto segera diadili dan harta kekayaannya disita untuk negara.

Aksi  di  bawah  payung Jaringan Kota ini didukung oleh lima organ gerakan  mahasiswa,  yakni  Keluarga Mahasiswa  Universitas YAI, Forum Bersama, Komite  Aksi  Mahasiswa (KAM)  Jakarta,  Front Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Famred), dan Forum Kota (Forkot). "Pemerintah  ternyata  tidak  punya nyali untuk mengadili Soeharto.

Sudah  tiga  kali  Soeharto dipanggil Kejaksaan Agung, tetapi Soeharto tidak   mengindahkan   panggilan   itu.  Soeharto  telah   menunjukkan arogansinya  dan  melecehkan hukum di Indonesia," tutur Wahab, aktivis dari Universitas Jakarta. Kepada  wartawan,  Sukri,   aktivis   Forkot,  menyatakan  langkah Kejaksaan Agung  mengenakan tahanan kota terhadap Soeharto tidak cukup. Soeharto  harus  segera  dituntut  dan  diadili.  Harta  Soeharto  dan keluarganya  harus  disita  dan  dikembalikan  kepada  rakyat,  supaya pemerintah  tidak  perlu  mengurangi  subsidi  BBM dan dana pendidikan, serta sebagian untuk membayar utang luar negeri.

Coki,  aktivis  Forbes,   mengemukakan   penahanan  kota  terhadap Soeharto  sekadar  untuk  meredam  emosi  masyarakat yang menginginkan Soeharto  segera  diadili. "Ini hanya akan dipakai untuk mengulur-ulur upaya  pengadilan  Soeharto.  Jika  hukum   memang  sudah  tidak  bisa ditegakkan,  jangan  salahkan jika  rakyat melakukan pengadilan rakyat," ujarnya. (wis/oki/pep/myr/mba)