KORBAN PRIOK DAN “SWEEPING” ACEH MENGADU KE MPR

Jakarta, Kompas
Ketua MPR Amien Rais, Kamis (20/4), menerima pengaduan dua korban kekerasan aparat, yakni korban Tanjungpriok dan korban sweeping di Aceh. Korban Tanjungpriok mendesak KKP HAM Tanjungpriok menuntaskan kerjanya dengan memanggil aparat yang terlibat, sedangkan korban sweeping mengadukan keluarganya yang hilang dan sampai sekarang belum diketemukan.

Zulkifli Ibrahim, menceritakan bagaimana adiknya yang bernama Munir diciduk aparat pada 20 Januari 2000 karena aparat mengira korban adalah salah seorang anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Padahal, katanya, tidak ada satu pun selembar dokumen tentang GAM.

"Kami minta hentikan penculikan di Aceh. Katanya Indonesia negara yang selalu menjunjung tinggi UUD. Akan tetapi hukum apa yang dipakai di Indonesia?" kata Zulkifli menahan amarah.

Seorang ayah berusia lanjut menceritakan dengan terbata-bata bagaimana anaknya diambil secara paksa karena dicap GAM. "Anak saya tidak bersalah kepada negara, kepada siapa pun. Akan tetapi mengapa harus diculik dan sampai sekarang belum kembali," katanya. Keluarga korban lainnya yang ke Gedung MPR/DPR diantar Kontras, juga menceritakan keluarganya yang hilang antara Januari dan Februari 2000.

Terhadap kejadian yang dipaparkan keluarga korban, Amien Rais menilai kejadian yang tidak berperikemanusiaan itu harus menjadi respons semua pihak, termasuk MPR, apalagi kejadiannya masih segar, baru dua-tiga bulan yang lalu.

"Sekalipun MPR tidak mengurusi secara langsung, tetapi saya akan segera telepon Presiden Gus Dur, Panglima TNI Widodo AS dan agar memerintahkan untuk menghentikan kekerasan di Aceh. Mereka berdualah yang bisa menghentikan pertumpahan darah dan sweeping," paparnya.     

Sementara korban kekerasan aparat di Tanjungpriok lebih banyak menceritakan saat peristiwa terjadi, sekaligus menunjukkan luka tembak yang masih nampak pada sejumlah korban. Misalnya ada korban yang menunjukkan luka bekas tembak di perutnya, menunjukkan jari-jemarinya yang buntung akibat dililit tali dan membusuk, atau korban yang menunjukkan kakinya yang diamputasi akibat terkena peluru.

Korban Priok menilai KPP HAM Tanjungpriok sebagai tidak ada apa-apanya karena belum menunjukkan kerja maksimal dan belum menampakkan hasil. "Kerja KPP HAM Tanjungpriok sangat lamban dan tidak pernah memenuhi jadwal yang disusunnya sendiri," kata Dewi, salah seorang keluarga Amir Biqi. Keluarga korban menuntut pemerintah untuk segera mengusut pelakunya dan memberikan konpensasi selama 16 tahun karena korban tembak yang masih hidup tidak bisa bekerja secara maksimal.

Amien Rais usai menerima korban peristiwa Tanjungpriok meminta agar KPP HAM Tanjungpriok agar melaksanakan tugasnya dengan cepat dan tuntas. "Jangan sampai jadi sandiwara, sebab rakyat makin pandai dan cerdas serta semakin menyadari hak-haknya," kata Amien Rais yang langsung mengundang korban Priok berkunjung ke rumah dinas pada sore harinya. (pep)