JEDA KEMANUSIAAN DI ACEH MASIH MEMPRIHATINKAN

Medan, Kompas
Meski Nota Kesepahaman Bersama tentang Jeda Kemanusiaan untuk Aceh sudah dioperasionalkan sejak 2 Juni lalu, namun, kondisi keamanan di Tanah Rencong tersebut masih memprihatinkan. Hingga kini pertikaian aparat dengan gerombolan bersenjata pengacau keamanan (GBPK) masih saja berlangsung.

Hal itu dikemukakan Panglima Komando Daerah Militer I/ Bukit Barisan Mayjen Afandi dalam perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-50 Kodam I/Bukit Barisan di markasnya di Medan, Selasa (20/6). Hadir dalam acara tersebut dua mantan Pangdam I, Letjen Arie J Kumaat (Kepala Badan Koordinasi Intelijen) dan Mayjen (Purn) Sedaryanto, Ketua DPRD Sumut M Yunus Harahap.

Afandi yang sebentar lagi posisinya digantikan oleh Mayjen I Gede Purnawa mengharapkan dorongan seluruh lapisan masyarakat Aceh agar propinsi paling barat itu tetap berada dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia.

Secara terpisah Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan Kontras Ikranavy Hilman kepada wartawan di Jakarta, mengatakan, sampai saat ini tidak ada sinergisitas antara pemerintah RI dengan GAM untuk sungguh-sungguh menerapkan isi kesepakatan secara menyeluruh sampai tingkat bawah.

Berdasarkan hasil pemantauan Kontras, sejak mulai berlakunya Jeda Kemanusiaan 2 Juni hingga 12 Juni 2000, telah terjadi 13 kasus kekerasan. Jumlah korban dari ke-13 kasus tersebut adalah, 3 tewas, 28 luka-luka, 3 hilang.

Sedangkan sejak terjadinya penandatanganan kesepakatan, 12 Mei hingga 1 Juni, terjadi 27 kasus kekerasan, yang menimbulkan korban tewas 31 orang, 26 luka-luka, dan 12 hilang.

Dari seluruh korban yang mencapai 103 orang, 91 berasal dari masyarakat sipil dan 12 dari Polri/TNI.
Proses hukum

Menurut Kontras, kesepakatan antara GAM dan pemerintah belum diterapkan secara efektif dan menyeluruh sampai ke tingkat bawah. "Selain dari itu, dua hal harus berjalan beriringan. Di satu sisi ada kesepakatan, di sisi lain pemerintah RI harus memulai langkah-langkah konkret untuk mewujudkan kedamaian di Aceh. Proses hukum terhadap kasus-kasus yang terjadi di Aceh mutlak harus dilakukan", kata Usman Hamid, seorang sukarelawan Kontras, dalam jumpa pers tersebut.

Dua komite yang dibentuk pasca penandatanganan jeda kemanusiaan, yaitu Komite Bersama Modalitas Keamanan dan Komite Kemanusiaan, dinilai Kontras tidak bekerja efektif, karena tidak melibatkan masyarakat seluas-luasnya.

Oleh karena itu, Kontras menyarankan agar dibentuk sebuah komisi yang melibatkan semua komponen masyarakat atau perwakilannya, seperti kaum agamawan, mahasiswa, dan LSM, tidak hanya GAM dan pemerintah. (smn/oki/cc)