KONTRAS: KEPOLISIAN HARUS TEGAS TANGANI KONFLIK ANTARWARGA DI TASIK

Jakarta, Kompas
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menuntut aparat kepolisian di Tasikmalaya, Jawa Barat, tegas menangani pelaku penyerangan dan perusakan terhadap warga kampung Hanja, Cibuntiris, dan Sindang Jaya, Kecamatan Bojonggambir, Kabupaten Tasikmalaya. Kontras juga mengecam pernyataan Komandan Komando Rayon Militer (Koramil) setempat yang justru mendorong penduduk kampung Hanja untuk mengosongkan daerah tersebut. Di sisi lain, masyarakat juga diminta untuk tidak gampang terprovokasi hasutan sekelompok orang yang menggunakan isu agama.

Hal tersebut disampaikan Koordinator Badan Pekerja Kontras Munarman, Rabu (5/7), di Jakarta. Munarman didampingi oleh dua warga Cibuntiris yang menjadi korban, Edi Supriadi dan Jalaludin, serta wakil masyarakat Tasikmalaya, Nasrulhadi.

Munarman menjelaskan, Kontras akan segera melakukan penyelidikan menyeluruh atas laporan warga Hanja dan Cibuntiris, Tasikmalaya, mengenai penyerangan sekaligus pembakaran rumah-rumah penduduk di kedua kampung tersebut, oleh sekelompok orang bertopeng yang dilakukan sambung-menyambung selama empat hari. Penyerangan terhadap warga Hanja dan Buntiris itu, menurut informasi yang dikumpulkan warga, diawali dengan beredarnya isu bahwa penduduk kampung Hanja menganut aliran sesat.

"Aparat keamanan seharusnya tidak membiarkan aksi-aksi main hakim sendiri seperti ini terus terjadi, karena aksi seperti ini bisa meluas ke daerah-daerah lainnya," tegas Munarman.    

Dia menguraikan, teror terhadap warga Hanja mulai terjadi tanggal 21 Juni, dengan aksi pelemparan batu ke genting rumah warga. Keesokan harinya aksi penyerangan dilanjutkan oleh sekitar 100 orang yang menggunakan penutup muka.

"Penyerangan kedua tanggal 22 Juni itu sudah dilaporkan ke Polsek Taraju, tetapi jawaban polisi di sana mengatakan kekuatan kami tidak seimbang dengan kekuatan massa. Ini sangat aneh buat kami, karena jarak dari Polsek ke kampung kami itu sekitar 17 kilometer. Kok polisi kayaknya sudah tahu massanya banyak," ungkap Edi Supriadi sambil menambahkan tak kurang dari 30 rumah warga beserta isinya habis dibakar pada insiden penyerangan tersebut.

Sedangkan imbauan agar kampung Hanja dikosongkan, menurut Munarman, disampaikan saat warga Hanja dan Cibuntiris bertemu dengan Muspika setempat untuk membahas penyerangan orang sekelompok orang pada tanggal 22 Juni. Akan tetapi, meski sudah dikosongkan aparat bukannya menjaga kampung tersebut dan malahan membiarkan penyerangan terus terjadi sampai tanggal 24 Juni.

"Tindakan teror, intimidasi, penyerangan secara terus-menerus, pengusiran dan pembakaran rumah-rumah warga kampung Hanja, Cibuntiris dan Sindang Jaya itu jelas merupakan tindakan kekerasan yang bertentangan dengan UUD 1945 pasal 29 ayat 2, serta bertentangan dengan deklarasi umum Hak Asasi Manusia artikel 18 tentang kebebasan memilih agama. Oleh karena itu, aparat berkewajiban untuk mengambil tindakan, tidak boleh diam saja hanya karena alasan jumlah aparatnya
lebih sedikit," tegas koordinator Kontras itu. (oki)