GARA-GARA 0,32 GRAM SHABU, WARGA INDONESIA DITAHAN DI MANILA

Manila, Kompas
Pandu Yuda Winata (42) telah mendekam di tahanan polisi Manila selama delapan bulan. Meski Pengadilan Negeri Pasay City telah memutuskan bebas sementara sejak 16 Juli, sampai Kamis (20/7) Pandu masih mendekam di tahanan Camp Crame atau Markas Besar Kepolisian Filipina.

Pengusaha Warga Negara Indonesia (WNI) yang paspornya diterbitkan oleh Kantor Imigrasi Bogor, Jawa Barat, 6 Maret 1997 itu ditangkap polisi K-9 (unit reserse narkotika) Filipina di Bandara Ninoy Aquino ketika mendarat dari Sambuanga, Mindanao. "Polisi menemukan 0,32 gram shabu dari dalam tas Pandu," kata Duta Besar RI untuk Filipina Soeratmin kepada pers, termasuk wartawan Kompas M Suprihadi, di Manila, Kamis (20/7).

Menurut Soeratmin, pada saat penangkapannya tahun lalu Pandu disebut-sebut sebagai anggota kelompok teroris dari Timur Tengah yang berkewarganegaraan Indonesia. Sebab, selain shabu polisi juga menemukan lima paspor atas nama orang lain. Kepada polisi Pandu mengaku paspor tersebut milik teman-temannya yang akan dicarikan pekerjaan di Malaysia.

Nama Pandu pun disebut-sebut sebagai salah satu orang hilang yang namanya tercantum sebagai salah satu orang hilang yang dilaporkan ke Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Namun, menurut Pandu ia sudah biasa bepergian selama berbulan-bulan dan tidak pernah ada persoalan. Kepada petugas Kedutaan Besar RI yang berusaha membantunya selama dalam proses pengadilan pun Pandu terkesan menutup-nutupi identitasnya. Ia bahkan tidak mau menyebutkan di mana alamat istri dan keluarganya karena tidak ingin mereka mengetahui kasus yang menimpa dirinya.

Pihak Kedubes pun sudah pula menghubungi Kontras dan mempertemukan dengan Pandu di tahanan polisi. Sejauh ini, Kontras telah membenarkan bahwa Pandu Yuda Winata adalah benar orang yang termasuk dalam daftar orang hilang yang selama ini dicari.

Pembebasan sementara Pandu itu, menurut Soeratmin, harus ditangani secara hati-hati karena bisa menimbulkan persoalan baru. Selama dua bulan mendatang-sebelum ada keputusan bebas murni- Pandu masih dilarang meninggalkan Kota Manila. "Kami belum tahu akan ditempatkan di mana selama dua bulan ini," kata Soeratmin. Sejauh ini Pandu sendiri justru merasa lebih baik tinggal di tahanan kepolisian.

Kehati-hatian penanganan Pandu dalam masa penantian putusan bebas itu berkait dengan keselamatan jiwanya. "Kami wajib melindungi setiap warga negara Indonesia di sini," kata Soeratmin. Dia tidak menginginkan Pandu justru menjadi korban dari tindak kekerasan yanag mungkin saja terjadi.

Ancaman hukuman untuk Pandu sebenarnya hanya satu tahun penjara dikurangi masa tahanan dan ia sudah menjalani tujuh bulan masa tahanan. Kasus yang menimpa Pandu itu merupakan satu-satunya kasus kriminal di Filipina yang melibatkan warga negara Indonesia. Tentang keterlibatan WNI dalam praktik-praktik prostitusi di Manila, Soeratmin menyatakan tidak ada. *