Pertemuan dengan Menteri Pertahanan Gagal: KELUARGA USEP DITEROR

Jakarta, Kompas
Kasus penculikan empat aktivis Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) semakin serius setelah keluarga Usep Setiawan, salah seorang dari empat korban yang masih hilang, diteror. Rumah Usep di Bandung, Selasa (22/8) siang dibobol orang ketika adik Usep yang menunggui rumah itu sedang keluar rumah. Pintu depan dan pintu kamar dijebol, kamar istri Usep diacak-acak. Pada malam sebelumnya, beberapa orang yang mengaku dari KPA juga mendatangi rumah Usep.

Hal itu disampaikan istri Usep, Ny Eulis Nurfaidah dan Ketua KPA Dianto Bachriadi, Selasa (22/8), di Jakarta. Kabar bahwa rumah Usep dibobol orang itu diterima
Ny Eulis ketika dia bersama keluarga korban lainnya datang ke Departemen Pertahanan untuk bertemu dengan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono.

Pertemuan dengan Juwono itu batal hanya karena masalah protokoler. Pihak Dephan membatasi jumlah orang yang bisa diterima hanya delapan orang. Padahal, menurut Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Munarman, sehari sebelumnya sudah disepakati jumlah yang bisa bertemu itu 10 orang.

Upaya tawar-menawar untuk menambah dua orang lagi sehingga menjadi 10 orang untuk mewadahi lima wakil korban dan lima organisasi yang mendampingi para korban, tidak bisa diterima Kepala Humas Dephan Marsekal Pertama Kamto Soetirto. Alasannya, Menhan hanya bersedia menerima delapan orang, sesuai jumlah kursi yang tersedia di ruang tamunya.

Kepada keluarga korban, Kamto menjelaskan, dia terus menerus berkonsultasi dengan atasannya mengenai jumlah mereka yang boleh masuk itu dan keputusannya tetap maksimal delapan orang. Oleh karena itu, jika jumlah utusan itu tidak bisa disepakati, Menhan memilih pertemuan itu pada kesempatan lain kali saja.

Keluarga aktivis yang hilang menyatakan sangat kecewa dengan sikap Menhan yang lebih mengedepankan soal protokoler, khususnya jumlah mereka yang bisa diterima, ketimbang menyerap dengan bijak persoalan para aktivis yang hilang.

Pandangan senada ditegaskan Munarman. Penolakan untuk menerima 10 wakil korban orang hilang terbaru itu menunjukkan aparat pemerintah, khususnya yang berkaitan dengan soal pertahanan keamanan, tidak punya kepedulian terhadap soal penghilangan orang, hak hidup orang. Padahal, keluarga para aktivis itu beserta para pendampingnya bisa diterima dengan baik oleh Ibu Negara  Siti Nuriyah.

"Ibu Negara akan menerima rombongan kami sebanyak 40 orang di Istana Negara tanggal 28 Agustus nanti. Sehingga kami heran mengapa jumlah 10 orang saja tidak bisa diterima oleh Menhan," tegasnya.
 
Diacak-acak
 Ny Eulis menguraikan, berdasarkan keterangan sementara dari adiknya, selain mengacak-acak, orang yang masuk ke rumahnya itu mengambil televisi dan perhiasan. Sementara barang berharga lainnya seperti sepeda motor, komputer tidak diambilnya. "Saya sendiri belum tahu apa ada yang lainnya yang dia ambil.
Tetapi saya sendiri heran karena kompleks saya itu kompleks perumahan yang sangat aman. Selama ini tidak pernah ada kejadian seperti itu, apalagi di siang hari," ungkapnya.

Selain rumahnya dibobol orang, Ny Eulis juga mencurigai telepon yang masuk ke telepon genggamnya. Si penelepon, seorang wanita berbicara keras menanyakan di mana anaknya. "Dia bilang saya mencari anak saya, di mana anak saya. Ketika saya bilang ibu mau berbicara dengan siapa, dia bilang pokoknya saya mau mencari anak saya," ungkapnya.

Dianto menambahkan, sejumlah telepon juga masuk ke telepon genggam yang dipegang istri Usep itu. Para penelepon mengaku berasal dari aktivis-aktivis JakartaPerkembangan terakhir yang menimpa keluarga Usep segera dilaporkan Kontras kepada Mabes Polri. Menurut Ketua Dewan Pengurus Kontras, Munir, perkembangan terakhir itu semakin membuktikan bahwa hilangnya keempat aktivis KPA itu adalah benar-benar suatu operasi penghilangan aktivis, yang dilakukan oleh kelompok tertentu.

Tidak menculik
Sementara, Kepala Kepolisan Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Nurfaizi, Selasa,) menegaskan, pihaknya berani disumpah atas nama Allah bahwa pihaknya tidak menculik empat mahasiswa tersebut. Penculikan itu merupakan perbuatan biadab dan harus sama-sama dikutuk. Ia mengatakan, tidak ada kepentingannya polisi menculik mereka. Polisi tidak tahu apa masalah yang mereka perjuangkan, karena polisi itu bersikap netral dan tidak bermain politik.

Ditanya kemungkinan kasus penculikan itu untuk mendiskreditkan pihak kepolisian, Nurfaizi menyatakan, hal tersebut bisa saja terjadi. Karena itu, pihaknya menyikapi masalah tersebut dengan tenang dan kepala dingin. (oki/rts)