KOMNAS HAM SULIT DAPATKAN DOKUMEN KASUS PRIOK

Jakarta, Kompas
Sulitnya mendapatkan dokumen intelijen militer menjadi kendala bagi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam melengkapi berkas analisis kasus pelanggaran HAM Tanjung Priok. Selain karena rumitnya birokrasi, banyak dokumen tak bisa diperoleh karena sudah dimusnahkan.

Masalah itu mengemuka dalam pertemuan antara Komnas HAM dengan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Koalisi Pembela Kasus Priok (KPKP). Pertemuan berlangsung Rabu (4/10) siang di kantor Komnas HAM Jalan Latuharhari Jakarta. Hadir dalam acara itu Koordinator Kontras Munarman, Ketua Dewan Penasihat Kontras Munir, dan Koordinator KPKP Ahmad Hambali. Sementara anggota Komnas HAM yang menemui
mereka adalah Sekretaris Jenderal Asmara Nababan, dan Ketua Tim Komnas untuk melengkapi hasil Komisi Penyelidik dan Pemeriksa Pelanggaran HAM di Tanjung Priok (KP3T), Koesparmono Irsan.

Soal kesulitan mendapatkan dokumen itu dikeluhkan oleh Koesparmono. "Saya sudah mencoba menelusuri dokumen-dokumen ini, baik di kepolisian maupun di Bais (Badan Intelijen Strategis). Sebagian besar dikatakan sudah hilang," katanya.

Salah satunya dokumen penting itu adalah rekaman pidato tanpa teks Presiden Soeharto (waktu itu) dalam Rapim ABRI di Pekanbaru, Riau, 27 Maret 1980. Dalam pidato itu Soeharto menyatakan perlu menghadapi kelompok yang anti-asas tunggal Pancasila, dengan senjata dan penculikan. "Rekaman itu sudah enggak ada. Tidak ada atau disimpan di langit ke tujuh, saya enggak tahu," tambahnya.

Dokumen kasus Priok dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, juga sulit diperoleh. Sampai-sampai untuk mendapatkan data itu, Koesparmono mengancam akan menuntut pejabat RSPAD ke pengadilan, karena dinilai menghambat pemeriksaan pelanggaran HAM. Akhirnya, dokumen bisa didapat meski tidak lengkap.

"Pertanyaan saya sederhana, berapa sih yang sakit (akibat insiden Tanjung Priok). Siapa saja mereka. Sampai sekarang data soal itu minim sekali," lanjutnya. Ia menegaskan, seharusnya dokumen-dokumen penting yang menyangkut kasus-kasus besar, tidak boleh dimusnahkan.

Koesparmono mengungkapkan masalah itu setelah Munarman dan Munir bertanya mengenai akses Komnas dalam mendapatkan dokumen itu. "Kami menanyakan ini karena Komnas mempunyai kewenangan mengambil dokumen intelijen tersebut," kata Munarman.    

Sedangkan Munir mengatakan, sejumlah peristiwa yang berkaitan dengan kasus Tanjung Priok harus dipastikan kebenarannya dari dokumen. Salah satunya, peristiwa penyiksaan di Rumah Tahanan Militer (RTM) Cimanggis, Jakarta Timur.  (p01)