MUNIR MERAIH “RIGHT LIVELIHOOD AWARD” DARI SWEDIA

Jakarta, Kompas
Pengakuan terhadap sepak terjang Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Munir, semakin bertambah dengan dipilihnya dia sebagai penerima Right Livelihood Award tahun 2000 untuk pengabdian di bidang pemajuan hak asasi manusia (HAM) dan kontrol sipil terhadap militer di Indonesia. Penghargaan yang sering disebut sebagai "Alternative Nobel Prize" itu akan diterima Munir, 8 Desember, dalam upacara pemberian penghargaan itu di depan Parlemen Swedia.

Pengumuman mengenai penganugerahan Right Livelihood Award itu disampaikan Kamis (5/10) sore waktu Indonesia, oleh pengurus Yayasan Right Livelihood Award di Swedia.

Munir menerima penghargaan itu bersama-sama tiga penerima penghargaan sejenis lainnya, yaitu ilmuwan Ethiopia Tewolde Gebre Egzhiaber atas pengabdiannya di bidang keanekaragaman hayati dan pemajuan hak tradisional petani, pengabdi lingkungan dari Turki Birsel Lemke atas kampanye tak kenal lelah yang dilakukannya untuk penghentian penggunaan sianida di pertambangan emas, dan ahli agronomi Amerika Serikat Wes Jackson yang terus mengembangkan
pertanian tanaman keras.

"Saya sendiri tidak menyangka akan mendapatkan penghargaan ini, karena rasanya sudah lama sekali saya mengisi formulir yang disampaikan yayasan tersebut mengenai aktivitas saya dan Kontras. Saya semula berharap Kontras-lah yang akan mendapatkan penghargaan itu, tetapi mungkin usia Kontras yang masih pendek jadi pertimbangan tersendiri," ungkap Munir.

Yayasan Right Livelihood Award mulai memberikan penghargaan sejak tahun 1980 untuk melengkapi penghargaan Nobel yang bidangnya sangat terbatas. Masing-masing penerima penghargaan akan mendapatkan 2 juta kron Swedia atau sekitar 200.000 dollar AS, untuk mendukung aktivitas para penerima penghargaan tersebut.

"Saya sendiri tidak tahu siapa yang mencalonkan nama saya untuk menerima penghargaan tersebut. Tetapi, secara rutin saya memang diberitahu bahwa nama saya lolos dari tingkat satu ke tingkat lainnya, sampai akhirnya terpilih. Kontras juga sebenarnya lolos sampai 10 besar, tetapi saat pengambilan keputusan final tampaknya memang belum saatnya untuk Kontras mendapatkan penghargaan bergengsi tersebut," jelas Munir.

Dalam catatan penerima penghargaan tersebut, Munir adalah orang Indonesia kedua yang dianugerahi penghargaan bergengsi itu. Warga Indonesia lainnya yang pernah mendapat penghargaan serupa adalah Carmel Budiardjo pada tahun 1995, atas pengabdiannya mengampanyekan penegakan HAM di Indonesia  khususnya Timor Timur. (oki)