LBH CALONKAN ARTIDJO DAN ABDURRACHMAN PIMPINAN MA

Jakarta, Kompas
Sejumlah "alumnus" Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dengan sembilan LBH se-Indonesia, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencalonkan dan mendukung dua hakim agung dari jalur nonkarier, yakni Abdurrachman Saleh dan Artidjo, untuk memimpin Mahkamah Agung (MA).Dimunculkannya kedua calon tersebut, karena disinyalir sejumlah calon pimpinan MA yang kini muncul tidak dapat membawa perubahan yang signifikan dalam penegakan hukum. Direktur LBH Jakarta Irianto Subiakto kepada Kompas di Jakarta hari Sabtu (4/11) mengharapkan, kedua figur yang diunggulkan LBH, Kontras dan KRHN memperoleh dukungan pula dari masyarakat.

Sejumlah "alumnus" LBH yang menyatakan dukungan untuk Abdurrachman dan Artidjo, antara lain, adalah Munir, Nursyahbani Katjasungkana, dan Apong Herlina. Selain LBH Jakarta, yang juga menyatakan dukungannya adalah LBH Bandarlampung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Padang, Makassar, Bali, Bandung, dan Palembang.

Sekretaris Jenderal Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia (HAPI) Suhardi Somomoeljono juga pernah mengusulkan Artidjo sebagai calon Ketua MA. Hakim agung yang semula berprofesi sebagai pengacara itu selain kapabel, juga dinilai relatif bersih. Figur seperti itu yang saat ini dibutuhkan oleh lembaga peradilan.

Selama ini, tercatat lima nama calon Ketua MA yang dibicarakan masyarakat. Mereka adalah mantan Menteri Kehakiman Muladi, mantan Dirjen Hukum dan Perundang-undangan Bagir Manan, Ketua Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) Suharto, Ketua Muda MA Toton Suprapto, dan mantan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Benjamin Mangkoedilaga.
 
KEPENTINGAN POLITIK
Irianto mengakui, pergantian pimpinan MA bukan hanya menentukan struktur lembaga tertinggi bidang peradilan itu, tetapi juga sangat menentukan untuk berjalannya peradilan yang independen, memihak pada kepentingan rakyat, dan bersih. Sebab itu, diperlukan figur pemimpin MA yang teruji kejujuran, kebersihan, keberpihakannya kepada rakyat, dan tidak pernah dekat dengan kekuasaan.

Menurut Irianto, kemunculan sejumlah calon pimpinan MA selama ini lebih diwarnai kepentingan politik. Sebab itu, mereka disinyalir tidak akan mampu membawa perubahan yang signifikan dalam penegakan hukum di negeri ini.

"Mekanisme penentuan calon pimpinan MA yang masih memakai cara-cara lama, yakni dengan penentuan mutlak oleh Ketua MA tidak dapat dibiarkan terjadi kembali. Mekanisme semacam ini dapat memunculkan diskriminasi terhadap pemunculan calon yang lain," ujar Direktur LBH Jakarta tersebut.

Menurut Irianto, DPR perlu mendorong khalayak untuk memunculkan figur calon pimpinan MA yang dipandang bisa membawa perubahan. Oleh karena itu, LBH Jakarta bersama dengan LBH yang lain, KRHN, Kontras, maupun sejumlah "alumnus" LBH memunculkan figur alternatif, yakni Abdurrachman Saleh dan Artidjo Alkostar. Kedua tokoh ini pun adalah alumni LBH. (tra)