MUNIR TERIMA THE LIVELIHOOD AWARD

Jakarta, Kompas
Ketua Yayasan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Munir, Jumat (8/12), secara resmi menerima penghargaan the Right Livelihood Award dan suatu upacara penganugerahan di depan Parlemen Swedia di Stockholm. Penghargaan diterima langsung oleh Munir dari Ketua Yayasan the Right Livelihood Award Jakob von Uexkull, dan disaksikan pula oleh Duta Besar Indonesia untuk Swedia, Tjahjono.

Demikian disampaikan Yayasan the Right Livelihood Award dalam siaran persnya yang diterima Kompas, Jumat, di Jakarta. Munir menerima penghargaan itu bersama ilmuwan Ethiopia Tewolde Berhan atas jasanya sebagai perunding negara sedang berkembang pada penyusunan International Biosafety Protocol. Selain itu pejuang lingkungan Birsel Lemke dari Turki, juga diberi penghargaan yang sama atas jasanya dalam penghapusan penggunaan sianida di tambang-tambang emas.
Penerima penghargaan lainnya adalah pakar genetik tanaman Wes Jackson dari Amerika atas jasanya dalam hal pengembangan pertanian tanaman semusim yang berkelanjutan.

Dalam sambutan setelah menerima penghargaan tersebut, Munir menyampaikan, bahwa penganugerahan penghargaan itu merupakan saat yang paling berkesan, yang membuatnya merasakan hangatnya solidaritas mereka semua yang berjuang untuk keadilan dan harkat manusia di seluruh dunia.

Menurut Munir, menyusul runtuhnya komunisme, sistem kapitalis telah menunjukkan bahwa mereka tidak mampu untuk berurusan dengan tantangan-tantangan baru untuk mewujudkan perikemanusiaan, dan juga tidak mampu membangun kembali kondisi untuk terwujudnya keadilan dan kesetaraan. Meski demikian, ideologi super bukanlah satu-satunya kerangka kerja untuk menghadapi persoalan manusia. Banyaknya pejuang hak asasi manusia dan solidaritas perjuangan di seluruh penjuru dunia, telah mampu berbuat banyak untuk mengurangi pengaruh dari peperangan, konflik sosial, kemiskinan, dan mengupayakan adanya
rekonsiliasi. 

Di sisi lain, Munir mengatakan bahwa kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh negara, atau atas nama pembangunan dan kemajuan, hanya bisa dihapuskan jika kita semua menyadari diri kita sebagai bagian dari nasib manusia-manusia lainnya. (*/oki)