KONTRAS MINTA PENYIDIK “AD HOC” BERSIH DARI UNSUR TNI/POLRI

Jakarta, Kompas
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak agar Kejaksaan Agung segera membentuk tim penyidik ad hoc untuk menangani kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Tanjung Priok, Jakarta. Dalam hal ini, Kontras mensyaratkan komposisi tim penyidik ad hoc harus bersih dari unsur TNI dan Polri mengingat kedua instansi ini menurut hasil penyelidikan Komisi Nasional (Komnas) HAM bertanggung jawab atas terjadinya pelanggaran HAM di Tanjung Priok.

Demikian disampaikan Wakil Koordinator Badan Pekerja Kontas, Ikravany Hilman, didampingi Koordinator Keluarga Besar Korban Kasus (KKBK) Tanjung Priok, Mochtar Beni Biki, ketika menemui tim penyidik kasus pelanggaran HAM di Tanjung Priok, di kantor Kejaksaan Agung, Jalan Hasanuddin, Jakarta, Rabu (20/12). Kontras diterima oleh Sekretaris tim penyidik kasus pelanggaran HAM di Tanjung Priok, Umar Bawazier.

Kontras juga mendesak DPR agar secepatnya mengajukan pembentukan Pengadilan HAM ad hoc untuk kasus Tanjung Priok. Hal ini selain untuk mempercepat beberapa hal yang berkaitan dengan proses penyidikan, juga dalam rangka persiapan-persiapan formal penyelesaian hukum pelanggaran HAM di Tanjung Priok.

Menyikapi rencana Kejagung untuk membentuk tim penyidik ad hoc dalam kasus pelanggaran HAM di Tanjung Priok, Kontras mengusulkan agar Kejagung mengurangi jumlah tim penyidik kasus pelanggaran HAM di Tanjung Priok yang telah dibentuk Kejagung beberapa waktu lalu.     "Jumlah dan komposisi tim penyidik yang telah dibentuk Kejaksaan Agung sebanyak 40 orang tidak saja mencerminkan inefisiensi tetapi juga menolak perimbangan komposisi masyarakat dalam tim penyidik. Jumlah tim sebaiknya lima atau sepuluh orang saja, ditambah beberapa orang yang tergabung dalam tim pakar," kata Ikravany.

Kontras juga mengimbau agar Kejagung mengabaikan pembatasan usia yang menjadi syarat keanggotaan tim penyidik. Dalam Pasal 21 Ayat (5) UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM disebutkan bahwa untuk dapat diangkat menjadi penyidik ad hoc harus berumur sekurang-kurangnya 40 tahun dan paling tinggi 65 tahun.

Persyaratan tersebut harus ditinjau karena melawan hak asasi yang telah ditetapkan Undang-undang. Dasar dimana setiap orang yang mampu dan dipilih oleh masyarakat berhak menduduki posisi tertentu tanpa dibedakan oleh usia. Selain itu, tidak ada ukuran ilmiah antara kemampuan atau pengalaman seseorang dengan faktor usia, malah dalam beberapa hal usia muda terkadang lebih mewakili.

Sedianya, Kontras hendak menyerahkan daftar nama orang-orang yang mereka usulkan sebagai anggota tim penyidik ad hoc. Namun, karena Umar Bawazier tidak bisa memberikan kepastian mengenai pembentukan tim penyidik ad hoc, daftar nama itu urung diserahkan. Baru setelah Kejagung menyatakan menerima usulan pembentukan tim penyidik ad hoc, daftar nama itu akan diserahkan. (ika)