Jakarta, Kompas
Teror-teror kejahatan bom di Indonesia pada saat ini akan terus berlanjut apabila paling tidak tiga syarat tidak bisa dipenuhi. Syarat pertama dan paling esensial ialah adanya perubahan dalam upaya aparat melakukan pengamanan. Perubahan cara pengamanan oleh aparat itu harus dilakukan signifikan sehingga ada semacam early warning system sebelum suatu kejahatan bom terjadi.
Hal itu disampaikan Ketua Dewan Pengurus Kontras yang juga Sekretaris Tim Pencari Fakta Forum Indonesia Damai, Munir, Selasa (9/1), di Jakarta. Dia menanggapi temuan sejumlah granat yang diletakkan di bawah rel kereta api antara Stasiun Kedunggede dan Lemah Abang, Bekasi
"Kita mempunyai struktur pertahanan negara dan keamanan negara. Semua itu melakukan apa selama ini? Polsoskam itu buat apa? Masak negara yang punya struktur pertahanan negara dan keamanan negara tidak bisa mengetahui adanya bom yang diselundupkan dari luar, misalnya, seperti yang dikatakan kepolisian," ungkapnya.
Syarat kedua, lanjut Munir, pembongkaran terhadap seluruh pelaku kejahatan bom selama ini, bukan kasus yang terakhir ini saja. Ketiga, syarat menyangkut ada tidaknya perubahan yang signifikan pada tingkat kemauan pemerintah untuk secara jujur dan terbuka, termasuk aparat militer, Polri dan DPR, menyelesaikan persoalan politik masa lalu dan masa kini.
"Sepanjang tiga persoalan itu belum diselesaikan, tidak ada jaminan kasus kejahatan bom tidak akan terjadi lagi. Sementara kita melihat, ketiganya belum bisa dipenuhi. Teror granat itu hanyalah satu bagian dari bagian yang panjang untuk menciptakan situasi sosial tertentu. Kalau situasi sosial yang diinginkan itu belum tercapai, dan negara tidak melakukan perubahan apa-apa dalam soal pengamanan, kejahatan bom akan terus terjadi," jelasnya.
Pinggiran Jakarta
Sementara itu, seusai rapat koordinasi keamanan Ibu Kota, di Polda Metro Jaya, Selasa, Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Mulyono Sulaiman menyatakan, tidak tertutup kemungkinan kasus granat di rel KA di Bekasi sebagai awal pergeseran teror dari Kota Jakarta ke pinggiran Jakarta. "Hal itu bisa saja terjadi," katanya.
Menurut Mulyono, sebagai Kapolda Metro Jaya, ia memerintahkan setiap kepala satuan wilayah, kepala kepolisian sektor, untuk meningkatkan kewaspadaan dan kemampuan deteksi dini terhadap semua masalah, khususnya terhadap masalah penggunaan bahan peledak.
Mulyono menambahkan, seluruh jajaran kepolisian baik Polda Metro Jaya maupun Polda-Polda lain, terutama setelah peristiwa 24 Desember, sekarang harus peka dan waspada terhadap kemungkinan penyalahgunaan bahan peledak.
"Di Polda Metro Jaya, instruksi untuk peka terhadap penyalahgunaan bahan peledak, sudah jauh hari dilakukan. Ingin dicegah, jangan sampai penyalahgunaan bahan peledak itu terjadi lagi. Faktor lainnya, agar tidak terjadi salah penanganan, misalnya korban-korban tidak perlu sebagaimana terjadi di Jawa Timur dan Riau. Di situ penanganannya salah sehingga ada korban," tutur Mulyono.
Mengenai mengapa aparat keamanan kerap kebobolan, sehingga ada pihak yang menyalahgunakan bahan peledak tersebut, Mulyono berharap, agar pengawasan dan pendistribusian bahan peledak di Indonesia menjadi lebih baik. Dalam soal pengawasan bahan peledak di instansi masing-masing, pimpinan Polri dan Panglima TNI sudah betul perintahnya. Mereka, sudah berkali-kali memeritahkan anggotanya mengawasi gudang-gudang amunisi dengan ketat.
Sabotase
Di tempat terpisah, Kepala Daerah Operasi (Kadaops) I, PT Kereta Api Indonesia (KAI), Juda Sitepu menjelaskan, tindakan menaruh granat di bantalan rel itu masuk klasifikasi sabotase. "Dengan kejadian itu, kami akan meningkatkan kontrol terhadap rel-rel yang masuk di wilayah operasi kami," tutur Juda.
Memang biasanya sebelum kereta pertama jalan, sekitar pukul 06.00, biasanya sudah ada anggota Petugas Penilik Jalan (PPJ) yang melakukan pemeriksaan terhadap ruas rel yang menjadi tanggung-jawabnya. (rts/oki/nic)