KONTRAS: DENGAN HEGEMONI MILITER, MASALAH ACEH TAK AKAN PERNAH SELESAI

Jakarta, Kompas
Komite untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan (Kontras) mengemukakan, masalah Aceh tidak akan pernah selesai selama hegemoni militer masih terus berlangsung. Mereka menilai, operasi militer Rajawali hanya akan menyebabkan pertumpahan darah lebih banyak lagi.

Demikian dikemukakan Koordinator dan Ketua Dewan Pengurus Kontras, Maman dan Munir, Selasa (24/4). Maman mengatakan, militer sudah dua kali menggagalkan "peluang emas" penyelesaian masalah Aceh. Pertama tahun 1998, ketika status Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh dicabut, dan kedua, ketika berlangsung jeda kemanusiaan. Kala itu, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) mau berunding.

Menurut dia, Operasi Rajawali yang melibatkan sekitar 990 tentara adalah tindakan ilegal karena Inpres Nomor 4/2001 yang menjadi dasar pengiriman tentara ke Aceh belum berjuklak. "Oleh karena itu secara konstitusional, operasi militer ini ilegal dan bila terjadi pertumpahan darah dan pelanggaran HAM lagi di Aceh,
Presiden Abdurrahman Wahid-lah yang bertanggung jawab," tandasnya.

Di tempat yang sama Munir mengatakan, sudah empat kali tentara melakukan operasi militer di Aceh dan semuanya gagal. "Pertama ketika tentara Belanda melakukan operasi militer selama 50 tahun. Kedua, ketika selama sembilan tahun, tahun 50-an, tentara era Orde Lama mengulang hal serupa dan gagal. Berikutnya, operasi militer tahun 1976 yang justru membangkitkan perlawanan GAM di bawah Hassan Tiro, dan keempat dengan diberlakukannya DOM tahun 1989," jelasnya.

"Saya menganggap, kecenderungan ingin terus mengulang operasi militer ini sebagai sikap tentara kita yang ingin terus melakukan hegemoni terhadap sipil," tandas Munir. Menurut dia, problem hegemoni militer ini diwarnai sentimen politik yang terbangun di Jakarta yang membuat, seolah-olah hanya militer dan tindakan militerlah soal Aceh bisa diselesaikan.

Menurut Munir, bila pemerintah dan para wakil rakyat terus memaksakan dilakukannya operasi militer di Aceh maka pilihan rakyat Aceh untuk memisahkan wilayahnya dari Indonesia akan makin menguat. "Akan menjadi pilihan terkuat dan paling realistis," katanya.

Pada hari yang sama, sekitar pukul 11.00, puluhan demonstran yang berangkat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Jalan Diponegoro, Jakarta, mengadakan unjuk rasa menentang kedatangan operasi Rajawali di Aceh. Para demonstran yang terdiri dari mahasiswa dan pemuda ini bergerak dan berunjuk rasa di Istana sebelum tiba di Gedung PBB. (win)