DIKECAM, PENGADILAN MILITER KASUS TRISAKTI DAN SEMANGGI

Jakarta, Kompas
Berbagai kalangan menyatakan kekhawatirannya bahwa DPR pada akhirnya akan meredusir kasus pelanggaran HAM dalam peristiwa Trisakti dan Semanggi I/II sebagai sebuah kecelakaan biasa dan menolak mengeluarkan rekomendasi pengadilan HAM Ad Hoc untuk menuntaskan peristiwa tersebut. Mereka juga mengecam peradilan militer dalam kasus penembakan mahasiswa Trisakti yang digelar untuk menyelamatkan para petinggi militer dan kepolisian dari jeratan
hukum.

Bona Sigalingging, aktivis Aliansi Korban Kekerasan Negara (AKRA) di Jakarta, Rabu (20/6), mengungkapkan berdasarkan pemantauan mereka terhadap kerja Pansus DPR hanya tiga fraksi saja yang menginginkan agar kasus Trisakti dan Semanggi I/II diselesaikan melalui pengadilan HAM Ad Hoc. Ketiga fraksi itu adalah Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Demokrasi Kasih Bangsa.

Sejak awal sidang Pansus digelar, kata Bona, ada kesan bahwa sidang itu hanya bersifat formalitas. Anggota Pansus justru menyibukkan diri dengan persoalan-persoalan teknis yang tidak bakal terungkap dalam sidang dan tidak fokus pada masalah pelanggaran HAM dalam peristiwa itu. Fraksi TNI, kata Bona, seolah-olah menjadi penjaga gawang untuk menghindarkan pertanyaan-pertanyaan tajam dari anggota Pansus dan anggota Golkar berusaha memoderasi tiap
pertanyaan.

"Padahal kita berharap DPR akan mengeluarkan rekomendasi perlunya pengadilan HAM Ad Hoc untuk menyelesaikan kasus Trisakti dan Semanggi," ujar mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Jakarta itu.

Keprihatinan terhadap Pansus DPR dinyatakan pula sebelumnya oleh Komite untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), Lembaga Studi Advokasi Masyarakat (Elsam), Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRuK), dan tim pengacara Trisaksi.

Usman Hamid, sekretaris Kontras, mengatakan penolakan DPR untuk merekomendasikan pengadilan HAM Ad Hoc untuk menyelesaikan kasus Trisakti dan Semanggi I/II dilatarbelakangi oleh kebutuhan partai-partai politik di DPR untuk menarik dukungan militer. Mereka khawatir dengan merekomendasikan pengadilan HAM Ad Hoc akan menyinggung para jenderal dan pimpinan TNI/ Polri.

Dadan Umar Daihani, anggota tim pengacara dari Trisakti, menyatakan kecaman terhadap proses peradilan militer dalam kasus Trisakti maupun penolakan DPR untuk merekomendasikan pengadilan HAM Ad Hoc dalam kasus Trisakti dan Semanggi I/II. TNI, kata Dadan, tidak rela para jenderalnya dihadapkan dalam pengadilan sehingga mereka kemudian mengambinghitamkan para prajurit di lapangan. Ada kolaborasi politik di kalangan anggota DPR untuk menyatakan kasus Trisakti merupakan ekses atau kecelakaan biasa. (wis)