APARAT SEMAKIN GENCAR TANGKAP AKTIVIS DI ACEH

Jakarta, Kompas
Aparat keamanan di Aceh dalam hari-hari terakhir semakin gencar melakukan penangkapan aktivis hak asasi manusia mau pun relawan kemanusiaan. Tanpa alasan jelas, hari Selasa (17/7), Indra Kemala, aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Aceh beserta Happy Lolo, aktivis Popular Crisis Centre, ditangkap dalam sebuah sweeping tim gabungan TNI/Polri di tengah perjalanan di Kecamatan Rukid Kyaid, Kota Cane, Aceh Tenggara.

"Berdasarkan keterangan yang kita peroleh, Indra dan Happy ditangkap karena mereka membawa hasil investigasi kerusuhan di Takengon beberapa waktu lalu. Kalau hanya gara-gara itu mereka ditahan, aparat keamanan bertindak terlalu jauh dan sudah melakukan pelanggaran hak asasi manusia," ujar Sekretaris Badan Pekerja Kontras Usman Hamid di Jakarta, Rabu (18/7).

Hari Rabu pagi, 11 Juli 2001, aparat kepolisian Aceh Besar juga melakukan penangkapan tiga orang aktivis, yakni Kautsar, Maimun Saleh dan Mukhlis. Kautsar adalah Ketua Umum Solidaritas Mahasiswa untuk Rakyat yang juga Ketua Komite Sentral Organisasi-Front Perlawanan Demokratik Rakyat Aceh (KSO-FPDRA).

Rabu sore, Mukhlis dan Maimun dilepaskan, namun Kautsar tetap ditahan. Tuduhan yang dilontarkan polisi adalah Pasal 154 KUHP tentang upaya menebarkan kebencian terhadap pemerintah yang sah.

"Penangkapan dan penahanan Kautsar erat kaitannya dengan aksi protes atas dibukanya kembali ExxonMobil Oil dan seruan pemboikotan pajak oleh Koalisi Aksi Rakyat Aceh," ujar Farhan, juru bicara FPDRA di Jakarta.
 
Aktivis lari
Koordinator Tim Opini Publik "Acheh" Zulfadhli Anwar mengemukakan, sejak Inpres 4/2001 dikeluarkan, para aktivis di Aceh semakin sering menjadi sasaran aksi penculikan. Situasi represif dan ketidakpastian itu mengakibatkan sejumlah aktivis Aceh mengungsi ke luar dari wilayah itu.

"Sejak Inpres dikeluarkan, para aktivis organisasi nonpemerintah dan mahasiswa di Aceh mengalami situasi kritis. Banyak kejadian menimpa aktivis di Aceh," kata Anwar yang saat ini berada di Jakarta. Sekitar 30 aktivis Aceh saat ini keluar dari Aceh karena situasi yang terus memburuk.

Ia meminta solidaritas LSM di dalam dan luar negeri untuk memperhatikan situasi Aceh yang secara umum makin represif sejak Inpres 4/2001 dikeluarkan. "Sejak Inpres itu dikeluarkan kawan-kawan NGO di luar Aceh yang biasanya ikut bicara justru diam," kata Anwar.

Tim Opini Publik "Acheh" mendesak agar TNI maupun GAM menghentikan semua aksi kekerasan dan meminta pemerintahan Jakarta menegakkan hak-hak asasi manusia dan demokrasi dengan menghentikan operasi militer yang saat ini berlangsung di Aceh.

Kepada International Monetary Fund (IMF) mereka meminta agar rakyat Aceh yang telah menderita luar dalam tidak dibebani lagi dengan utang-utang pemerintah yang baru. (sah/wis)