ANCAMAN TERHADAP PEKERJA HAM RUGIKAN PEMERINTAH

Jakarta, Kompas
Ancaman terhadap pekerja hak asasi manusia (HAM) yang masih terus berlangsung di Tanah Air akan berdampak buruk dan merugikan Pemerintah Indonesia. Pada pergaulan internasional, penyerangan terhadap pekerja HAM mengindikasikan, pemerintah negara itu menolak gagasan perbaikan HAM.

Demikian diungkapkan Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Munir di Jakarta, Selasa (13/11). Pernyataan Munir merupakan reaksi terhadap peristiwa penembakan mobil Johnson Panjaitan dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), hari Senin.

"Kekerasan terhadap human right defender merupakan tolok ukur perbaikan HAM di sebuah negara. Dengan berbagai peristiwa yang berlangsung terhadap pekerja HAM di Tanah Air, kita tentu dapat menebak, bagaimana kondisi penegakan HAM di Indonesia," ujar Munir.

Ketua PBHI Hendardi yang dihubungi terpisah mengatakan, penembakan terhadap Johnson berhubungan erat dengan berbagai kasus yang tengah ditangani PBHI. Misalnya, saat ini Johnson merupakan pembela pada persidangan kasus Ketua SIRA (Sentra Informasi Referendum Aceh). PBHI juga tengah menanti persidangan gugatan perdata terhadap Presiden dan Panglima TNI dalam kasus Aceh, khususnya peristiwa Simpang KKA, Aceh.

"Kita tidak menuduh, namun cara-cara ancaman seperti ini biasanya dilakukan oleh aparat. Ancaman begini pasti masih akan berlangsung sepanjang kondisi politik dan hukum kita belum berubah. Ini bukan yang pertama dan bukan pula yang terakhir. Satu hal yang ingin kita sampaikan, ‘kita tidak takut’. Teror seperti begini sudah ada dari dulu," tandas Hendardi.

Johnson Panjaitan ketika dijumpai di Kantor Kontras juga tidak menunjukkan rasa takut. Sebagai pekerja HAM, dirinya harus siap menanggung risiko ancaman. "Yang jelas, saya jalan terus," katanya. Munir, Hendardi, dan Johnson sudah mengalami bentuk-bentuk ancaman. Misalnya, rumah Munir di Malang dikirimi bom. Rumah Hendardi dimasuki maling-uniknya seluruh disket kerjanya diangkut. Johnson sendiri
mengaku sering menerima telepon gelap di rumahnya, namun penembakan,
merupakan ancaman terbesar yang pernah dialaminya.
   
Negara tidak serius
Menurut Munir, pada sidang Komisi Tinggi HAM Perserikatan Bangsa-
Bangsa tahun 2000 lalu, Pemerintah Indonesia sudah diminta untuk
menjelaskan peristiwa kekerasan yang menimpa pekerja HAM. Permintaan
itu bermula dari kasus tewasnya pekerja HAM Djafar Sidiq, aktivis
Aceh yang tengah belajar di Amerika. Dia tewas ketika sedang
berkunjung ke Aceh.

"Masih banyak lagi pertanyaan sejenis yang bakal diajukan kepada
Pemerintah Indonesia pada sidang Komisi Tinggi HAM PBB tahun depan,"
kata Munir. (sah)