KELUARGA KORBAN TRISAKTI MENDATANGI RUMAH WIRANTO

Jakarta, Kompas – Keluarga korban tragedi Trisakti dan Semanggi I-II, Senin (11/3) siang, mendatangi rumah Jenderal Wiranto di kawasan Simpruk Golf Jakarta. Mereka berniat menjemput dan mengantar mantan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) itu ke kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk memenuhi panggilan Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM Trisakti dan Semanggi I-II.

Orangtua para korban tersebut berangkat dari Kantor Komnas HAM Jakarta pukul 12.00 dan tiba di rumah Wiranto pukul 12.45. Belasan mahasiswa Trisakti yang menggunakan bus Universitas Trisakti tampak ikut dalam iring-iringan kendaraan keluarga korban. Haris Ashar dari Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) didampingi beberapa orang dari Kontras lainnya mengetuk pintu rumah Wiranto.

Mereka disambut ajudan Wiranto, Suharlan. Suharlan menjelaskan, Wiranto pergi ke luar kota sejak hari Jumat lalu. Tetapi, seorang wartawan sebuah harian nasional mengaku, Sabtu lalu, dia baru saja mewawancarai Wiranto di rumahnya.

Maria, salah satu orangtua korban tragedi Semanggi I lalu membacakan surat yang ditujukan kepada Wiranto. … kami keluarga korban peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II, bermaksud datang menjumpai Bapak dengan bekal nurani, harapan, dan keyakinan bahwa melalui pengadilan HAM-lah ketiga kasus itu dapat diungkap secara tuntas dibanding dengan pengadilan yang lain. Oleh karena itu, sungguh menyakitkan hati kami ketika muncul upaya memotongnya, yaitu dengan memanfaatkan DPR. Demikian bunyi surat tersebut.    

Surat itu mengingatkan Wiranto bahwa Senin kemarin Wiranto ditunggu kehadirannya di Kantor Komnas HAM. Keluarga korban mengharapkan, kehadiran Wiranto memenuhi panggilan KPP HAM akan diikuti sejumlah jenderal TNI dan Polri lainnya. "… sekiranya bapak belum siap mental untuk datang sendiri, mari bersama-sama kita datang ke KPP HAM," kata Maria mengakhiri pembacaan surat tersebut.

Keluarga korban diwakili juru bicaranya, Sri Sumarsih, orangtua Wawan, korban tragedi Semanggi I. Ketika ditanya soal surat panggilan dari KPP HAM, Suharlan membantah bahwa Wiranto sudah menerima surat panggilan tersebut. Orangtua korban lainnya yang hadir antara lain Arief Priadi, Cece Sarweli, Ibu Martini, dan Karsiah.
 
Masih legal
Menanggapi kritik dan tudingan bahwa Komnas HAM telah batal demi hukum karena tak bisa memenuhi perintah Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999, anggota Komnas HAM Albert Hasibuan mengakui, secara teoritis Komnas HAM mungkin dapat dikatakan sudah batal demi hukum. Namun, secara sosiologis hukum atas penerimaan masyarakat, DPR, dan pemerintah, sampai saat ini lembaga Komnas HAM masih diakui keberadaannya.

Menurut Hasibuan, sejak 23 September 2001 tidak satu pun ada pernyataan DPR atau pemerintah yang menginginkan Komnas HAM demisioner. Artinya, secara diam-diam DPR dan pemerintah mengakui keberadaan Komnas HAM transisi.

Tanggal 23 September 2001 adalah tenggat waktu terakhir buat Komnas HAM untuk menjalankan perintah UU No 39/1999 tentang HAM yang sudah disahkan sejak 23 September 1999 (Pasal peralihan, 105 Ayat 3). Perintah UU itu antara lain, jumlah anggota Komnas HAM sudah 35 orang yang seluruhnya dipilih DPR, dan Sekjen Komnas HAM harus pegawai negeri yang bukan anggota Komnas HAM.

Saat ini anggota Komnas masih 18 orang yang seluruhnya diangkat berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 50 Tahun 1993. Sekjen Komnas HAM masih dijabat Asmara Nababan yang merangkap sebagai anggota Komnas dan bukan pegawai negeri. "Saya juga mempertanyakan, mengapa Prof Natabaya baru sekarang ini membicarakan posisi Komnas HAM. Padahal, sebagai Ketua BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional-Red), beliau memiliki kapasitas untuk membicarakan Komnas HAM saat itu. Kalau sekarang, bisa saja orang mencurigai dia ada motivasi tertentu," ungkap Hasibuan. (win/SAH)