KANTOR KONTRAS DISERBU

Jakarta, Kompas
Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) di Jalan Mendut No 2, Jakarta Pusat, diserbu dan diobrak-abrik ratusan orang yang menamakan diri Solidaritas Keluarga Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Cawang, Rabu (13/3) sekitar pukul 13.30. Dua aktivis Kontras mengalami cedera ringan.

Mereka masuk dari dua pintu, sisanya mengepung di luar kantor. Kaca-kaca jendela dipecah, sejumlah peralatan komputer dihancurkan dan dilemparkan ke halaman, poster-poster korban penculikan dilucuti, bahkan akuarium pun jadi sasaran. Dokumen-antara lain tentang konflik Aceh, konflik Papua, dan konflik Poso-juga hilang dari tempatnya.

Diduga penyerbuan itu terkait erat dengan kegiatan aktivis Kontras untuk mendesak pemanggilan sejumlah pejabat dan mantan pejabat TNI berkaitan dengan pengusutan kasus Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II. Dugaan muncul setelah sejumlah penyerbu mempersoalkan kedatangan keluarga korban Trisakti dan Semanggi di rumah Jenderal (Purn) Wiranto, Senin (11/3).

Namun, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Wiranto menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan peristiwa tersebut. Karena itu, ia menolak jika ada tuduhan bahwa dirinya yang menyuruh melakukan perusakan tersebut.

"Kalau sekarang ada satu aksi demonstrasi dengan tema apa pun ke Kontras, yang katanya ada perusakan, saya sama sekali tidak ada sangkut paut dengan itu. Saya tidak menyuruh, tidak ada kehendak, tidak ada keinginan membalas dengan cara-cara seperti itu," ujar Wiranto kepada pers, sebelum menemui Akbar Tandjung yang ditahan di Kejaksaan Agung, Rabu petang.

"Saya mengharapkan dengan sangat, jangan ada pihak-pihak yang serta-merta menuduh saya. Kalau tuduhan itu betul-betul tuduhan yang secara emosional dilemparkan ke pihak lain, ini merupakan suatu pelanggaran hukum lagi, dan saya akan tetap menuntut itu," tegasnya.     Menanggapi aksi korban Trisakti dan Semanggi I-II dan mahasiswa yang pada hari Senin mendatangi rumahnya di kawasan Simpruk Golf Jakarta, Wiranto menyatakan tidak tahu-menahu dengan aksi itu karena tidak bertemu dengan pengunjuk rasa.

"Tetapi saya mendengar ada yang mengorganisir, ya oleh kelompok tertentu, saya dengar itu dari Kontras. Saya langsung menyampaikan hal ini kepada rekan saya yang pakar hukum. Banyak di antara mereka yang menyesalkan hal itu karena sudah langsung masuk ke dalam hak pribadi perorangan," katanya.
 
Tujuh orang ditahan
Dalam pernyataan sikapnya, para perusuh di Kontras menulis, "Kontras telah dengan sengaja bertindak subyektif melakukan aliansi/konspirasi dengan KPP HAM TSS dengan memanfaatkan keluarga Korban TSS…"

Sejumlah aktivis Kontras menyesalkan kurangnya antisipasi pihak kepolisian dalam kasus penyerbuan ini. Akan tetapi, siang harinya Kepolisian Resort (Polres) Jakarta Pusat menahan tujuh orang yang diduga terlibat dalam aksi penyerbuan untuk dimintai keterangan.

Kepala Polres Jakarta Pusat Komisaris Besar  Edmon Ilyas di Kantor Kontras mengatakan telah menangkap tujuh pelaku. "Ini tindak pidana," tandasnya.

Menurut Kepala Dinas Penerangan Polda Metro Jaya Komisaris Besar Anton Bachrul Alam, Rabu malam, ketujuh orang yang ditangkap jajaran Polres Metro Jakarta Pusat-dibantu jajaran Polres Metro Jakarta Timur-tersebut adalah Gunawan Anis (39) warga Cipinang Melayu, Jakarta Timur, Anwar Sahadia (44), warga Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat; A Azis Keliandan (27), warga Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan; Arifin (29), warga Pisangan, Jakarta Timur; Suyitno
alias Sukarjo (25) warga Desa Jeruk Legi Kulon, Cilacap, Jawa Tengah; A Karim (36), warga Pisangan Lama, Pulo Gadung, Jakarta Timur; dan Kamal (33) warga Pondok Kopi, Duren Sawit, Jakarta Timur. Tiga tersangka, yaitu Kamal, Suyitno, dan Arifin  mengaku pengangguran, sementara lainnya mengaku sebagai wiraswasta.

"Mereka kami sangka sebagai pelaku perusakan Kantor Kontras. Polisi menangkap mereka di Jalan Lingkaran Raya, Pondok Kopi, Duren Sawit, Jakarta Timur, setelah mengikuti mereka dari lokasi peristiwa perusakan," jelas Anton.

Malam harinya, Ketua Dewan Pengurus Kontras Munir yang dimintai keterangan di Polres Jakarta Pusat sebagai saksi korban menyatakan, dirinya tidak dipertemukan dengan tujuh tersangka yang ditahan. 

Obrak-abrik
Menurut keterangan, ratusan penyerbu yang datang dengan enam metromini secara mendadak masuk ke Kantor Kontras melalui pintu gerbang depan maupun belakang. Mereka langsung mengobrak-abrik kantor, memecahkan kaca dengan kursi, mendobrak pintu, dan merusak apa saja yang mereka jumpai. Bahkan sejumlah biskuit dan minuman bantuan untuk korban banjir tidak luput dari sasaran. Sembari menyerbu, mereka berteriak-teriak mencari Ketua Dewan Pengurus
Kontras Munir dan anggota presidium Kontras yang juga Sekretaris KPP HAM Trisakti, Semanggi I dan II, Usman Hamid.

Massa sempat menyerang Munir dan seorang pengunjuk rasa mencekal kerah belakangnya, sedangkan Usman lepas dari penyerangan, karena pengunjuk rasa tidak mengenalinya. Edwin dan Helmi, keduanya aktivis Kontras, mengalami cedera ringan karena dipukul dan terkena pecahan kaca.

Aktivis Kontras Hambali menuturkan, sebagian massa menyerbu dari pintu gerbang belakang pada saat ia sedang berbincang-bincang dengan kliennya. "Mereka langsung menyerbu masuk, mendorong-dorong saya, dan menyodok akuarium dengan bambu," kata Hambali.

Peristiwa yang mendadak sontak itu tidak bisa diantisipasi. Karyawan dan aktivis Kontras menyaksikan peristiwa itu tanpa perlawanan. Para penyerbu menuduh Kontras melakukan diskriminasi dalam penanganan kasus Trisakti, Semanggi I dan II, dengan mengaburkan pelanggaran HAM berat yang dialami empat warga sipil di Cawang 13 November 1998, dan berbagai kasus lainnya.

Menurut Munir, aksi itu ada kaitannya dengan peristiwa yang dialami Kontras sehari sebelumnya. Selasa (13/3), Kontras kedatangan dua aktivis yang menamakan diri Forum Eksponen 1998, yaitu Faisal Assegaf dan Abu Bakar Refra. Setelah kedua orang itu pergi, puluhan orang datang dengan tujuan sama. Gugatan yang disampaikan kepada Kontras sama persis dengan gugatan yang disampaikan pelaku perusakan Kantor Kontras.

"Sejak kemarin memang sudah ada ancaman. Karena itu saya memang sengaja di Kantor meski sebelumnya saya jarang datang ke kantor," kata Munir.

Munir membantah bahwa Kontras melakukan diskriminasi dalam penanganan peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II. Pihaknya pada waktu itu telah bersedia melakukan tindakan terhadap peristiwa yang terjadi di Cawang dan telah meminta keluarga korban untuk membuat laporan secara resmi. Siapa pun yang terbunuh secara percuma, pelakunya harus diusut. Akan tetapi, kata Munir, hingga kemarin belum ada pengaduan resmi.

"Soal komputer dan kaca-kaca pecah, itu tidak mengurangi mandat yang diberikan kepada Kontras untuk menangani kasus pelanggaran HAM di negeri ini. Kami akan tetap bekerja seperti biasa. Selalu saja akan ada reaksi terhadap advokasi kasus-kasus pelanggaran HAM. Ini tantangan. Masyarakat tidak perlu terlalu marah terhadap mereka yang menyerang Kontras. Kita memang harus mendidik bangsa ini untuk tidak main kayu, karena bangsa ini tidak bisa besar dengan itu," kata Munir. (son/rts/drm/wis/win)