POLISI DIMINTA SERIUS TUNTASKAN KASUS PENYERANGAN KONTRAS DAN UPC

Jakarta, Kompas
Sebanyak 28 aktivis dari puluhan lembaga swadaya masyarakat (LSM), Rabu (3/4) siang, bertemu Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya Irjen Makbul Padmanagara agar mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap para aktivis LSM, khususnya yang menimpa aktivis Kontras dan Urban Poor Consortium (UPC). Mereka mempertanyakan keseriusan Polda Metro Jaya mengusut kasus-kasus yang ditanganinya. Untuk itu, Kepala Polda Metro menjanjikan waktu sebulan untuk
menyelesaikan kasus-kasus penyerangan tersebut.

Puluhan LSM yang mendatangi Polda Metro Jaya itu antara lain Bakti Pertiwi, Brantas, CCDE Banda Aceh, Forum Pemerhati Masalah Perempuan Sumsel, ICW, FPPI, KM IAIN Jakarta, Komnas Perempuan, Komnas Pelindungan Anak,  LBH Apik, LBH  Jakarta, PBHI, UPC, Watch Indonesia, WALHI Nasional, YLKI, YLBHI,  Sanggar Ciliwung, dan Serikat Becak Jakarta.

"Kami bukan mempermasalahkan kasus penangkapan pelaku lapangannya, melainkan mempertanyakan keseriusan kepolisian mengungkap motif tersangka yang tertangkap itu dan menemukan pelaku utamanya. Ini untuk memutuskan jaringan mereka agar tidak terjadi lagi aksi-aksi kekerasan semacam itu," kata Johnson Panjaitan, seorang aktivis dari PBHI yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Pernyataan bersama puluhan LSM itu menyebutkan, dalam tiga insiden kekerasan yang menimpa aktivis Kontras dan UPC, polisi sebagai aparat keamanan tidak mampu mencegahnya. Setelah kekerasan terjadi, polisi pun tidak mampu mengamankan warga dari serangan-serangan pelaku kekerasan.

Pada insiden 13 Maret 2002 di depan balaikota, misalnya, hanya ada beberapa polisi dan  banyak petugas Banpol, tetapi mereka semua hanya menonton. Padahal massa Forum Betawi Rempug (FBR) telah merampas spanduk UPC serta menyerang warga dengan ancaman golok dan senjata tajam lainnya. Begitu pula pada insiden 28 Maret di halaman Komnas HAM, polisi seharusnya sudah mengantisipasi kemungkinan serangan oleh FBR. Apalagi sebelumnya ada insiden dan ancaman-ancaman  secara terbuka yang dikeluarkan FBR.

Para aktivis LSM itu antara lain mendesak agar aparat kepolisan membongkar dan menemukan para aktor intelektual di belakang penyerangan-penyerangan terhadap warga dan aktivis pembela HAM. Serta mengungkap jaringan kerja mereka yang melakukan penghasutan, praktik adu domba, dan pembayaran di lapangan.

"Tadi Kepala Polda Metro Jaya meminta waktu satu bulan ke depan untuk bisa melakukan pengembangan penyidikan proses penyidikan mereka itu, " kata Panjaitan. (RTS)