TRIMOELJA SOERJADI PESIMISTIS KASUS MARSINAH TERUNGKAP

Jakarta, Kompas
Advokat peraih Yap Thiam Hien Award, Trimoelja Soerjadi yang juga mantan kuasa hukum Yudi Susanto-salah seorang terdakwa dalam kasus Marsinah-mendukung upaya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk membuka kembali kasus pembunuhan Marsinah. Akan tetapi, dia pesimistis, pembunuh buruh PT Catur Putra Surya (CPS) Sidoarjo tersebut bisa terungkap selama benteng militer masih sulit ditembus.

"Saya kira bagus sekali kalau kasus Marsinah dibuka lagi. Karena semua pihak, rakyat Indonesia ingin tahu siapa sih pembunuh sesungguhnya. Saya mendukung perintah Presiden Megawati untuk menyidik kembali kasus tersebut. Tetapi, kalau melihat pengalaman yang lalu, penyidikan dua dan tiga yang tidak ada ujung pangkalnya, saya pesimistis kasus itu bisa terungkap," ujar Trimoelja.

Ia mencontohkan, hambatan yang muncul ketika akan dilakukan pemutaran film Marsinah. Anehnya lagi, kata Trimoelja, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga ikut mengajukan keberatan. "Apa salahnya film itu dibuat, kalau tidak sependapat bikin saja film," ujarnya.

Berdasarkan pengalaman itulah, Trimoelja menyatakan tidak terlalu yakin kasus Marsinah bisa terungkap. "Penyidikan babak pertama memang selesai, tetapi penyidikan dua dan tiga kan tidak berhasil. Mau berapa babak lagi?" papar Trimoelja. Gk mauSembilan terdakwa kasus Marsinah dibebaskan oleh Mahkamah
Agung (MA). MA berpendapat, kesembilan terdakwa yang dibebaskan itu tak terbukti bersalah membunuh Marsinah. Dengan putusan bebas tersebut, tak jelas siapa yang membunuh Marsinah, yang juga penerima Yap Thiam Hien Award. Berbarengan dengan persidangan, beberapa terdakwa kasus Marsinah mengadu ke Komnas HAM melaporkan adanya penyiksaan di kantor intelijen. Marsinah ditemukan tewas di Desa Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur (Jatim), 8 Mei 1993.
       
Pelanggaran berat HAM
Di tempat terpisah, Ketua Presidium Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Ori Rahman mengemukakan, pembunuhan aktivis buruh Marsinah termasuk dalam kategori pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM). Kasus ini merujuk pada kebijakan represif penguasa untuk memberangus gerakan kaum buruh dengan cara mengorbankan mereka yang dianggap pemimpin atau tokoh buruh.

Ori maupun praktisi hukum Bambang Widjojanto khawatir, niat Komnas HAM membuka kembali kasus pembunuhan Marsinah cuma sebatas karena adanya tekanan internasional kepada Presiden Megawati Soekarnoputri.

Ia berpendapat, pembunuhan Marsinah direncanakan secara matang dan melibatkan sejumlah personel militer, polisi, dan aparat hukum lainnya dengan tujuan menakut-nakuti para pekerja yang berniat membentuk serikat pekerja atau memperjuangkan nasib mereka secara langsung. Hal ini sudah tampak sejak awal aksi pemogokan.

"Pertama, kasus ini banyak diselesaikan di Kodim (Komando Distrik Militer) dan Koramil (Komando Rayon Militer), bukan di kantor Departemen Tenaga Kerja (Depnaker). Kedua, jenazah Marsinah sengaja ‘dipertontonkan’ secara mengerikan di tepi sawah. Ketiga, digelar pengadilan sampai akhirnya Mahkamah Agung membebaskan kesembilan tersangka," papar Ori. (son/win)