PEMERINTAH DIDESAK SELESAIKAN PERKARA KERUSUHAN MEI 1998

Jakarta, Kompas
Tiga lembaga swadaya masyarakat (LSM)-Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Solidaritas Nusa Bangsa (SNB), dan Kalyanamitra-mendesak pemerintah segera menindaklanjuti hasil Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) mengenai Kerusuhan 13-15 Mei 1998. 

Dalam pernyataan tertulisnya yang disampaikan pada acara jumpa pers di Kantor Kontras, Jakarta, Sabtu (11/5), ketiga lembaga mendesak agar pemerintah menindaklanjuti hasil TGPF, tidak hanya dari perspektif hukum semata-mata yang tidak memihak kepada korban, tetapi juga dengan perspektif korban sebagaimana yang diamanatkan Paris Principle, di mana Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang bertugas menyelidiki pelanggaran HAM harus mengutamakan suara korban. 

Kontras, SNB, dan Kalyanamitra juga mendesak Kejaksaan Agung berdasarkan rekomendasi Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM Trisakti, Semanggi I dan II (TSS), agar segera menyidik ketiga peristiwa berdarah tersebut serta berani memasuki wilayah korelasi-kontekstual dengan Kerusuhan Mei. 

Menurut ketiga LSM, upaya memisahkan peristiwa TSS dengan kerusuhan Mei merupakan upaya sistematis yang dilakukan kelompok yang bertanggung jawab terhadap pelanggaran HAM berat yang terjadi di bulan Mei 1998. Tujuannya, memisah-misahkan persoalan untuk menghilangkan substansi pokok peristiwa politik yang terjadi selama penggulingan rezim Soeharto, menghilangkan nuansa konflik kepentingan politik yang terjadi dalam proses pergantian kekuasaan, serta
mengalihkan konflik vertikal yang terjadi menjadi bentuk kerusuhan rasial yang bersifat horizontal. 

Lembaga-lembaga pekerja HAM tersebut juga menyesalkan adanya upaya impunity (kebal terhadap hukum yang berlaku) oleh negara lewat celah peraturan perundangan yang seolah ingin menegakkan HAM, namun justru menutup peluang mereka yang melanggar HAM diadili. "Bahwa upaya impunity yang berlangsung merupakan bagian dari upaya sistematik negara melanggar HAM, termasuk pemerintah sekarang. 

Jumpa pers Sabtu lalu dihadiri antara lain oleh orangtua korban TSS, Koordinator SNB Esther Indah Yusuf, serta Anggota Presidium Kontras Usman Hamid. 

Dalam acara tersebut Lasmiati, orangtua mendiang Hery Hartanto, mahasiswa Universitas Trisakti, menyesalkan Presiden Megawati Soekarnoputri yang sampai sekarang tidak memberi perhatian sedikit pun terhadap kasus TSS. Padahal menurut Lasmiati, Megawati bisa duduk di kursi presiden karena dipicu peristiwa TSS dan kerusuhan Mei 1998. 

Sebelum acara tersebut berlangsung pukul 10.00, keluarga korban TSS ziarah ke makam mendiang Hendriawan Sie, mahasiswa Universitas Indonesia (UI) di Kamal, Kapuk, Jakarta Utara. Dari sana mereka pergi ke makam Elang Mulia Lesmana, dan Hery Hartanto di Tanah Kusir. (win)