KESATUAN KOMANDO MALUKU DIPIMPIN SEORANG MAYJEN

Jakarta, Kompas – Penguasa Darurat Sipil Pusat (PDSP) akhirnya hari Kamis (23/5) memutuskan untuk membentuk kesatuan komando di Maluku yang dipimpin oleh seorang jenderal berbintang dua (mayjen) dan dibantu oleh seorang wakil perwira tinggi bintang satu (brigjen) kepolisian. Kesatuan komando-yang merupakan satu gugus tugas dan membawahkan satuan-satuan tugas fungsional-itu berhubungan langsung dengan Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD), dan diharapkan dapat dioperasikan mulai pekan depan.

Di luar langkah tersebut, Presiden Megawati Soekarnoputri dalam waktu dekat juga akan mengeluarkan keputusan presiden (Keppres) soal pembentukan tim investigasi independen Maluku, termasuk Ambon. Investigasi tersebut akan dilakukan terhadap berbagai peristiwa kerusuhan di Maluku, yang terjadi sejak 19 Januari 1999 hingga sekarang.

Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, "Garisnya jelas, dari Penguasa Darurat Sipil Daerah langsung kepada Panglima tersebut, dan Panglima tersebut membawahi seluruh aparat keamanan, baik itu TNI maupun kepolisian yang ada di daerah operasi. Kita dapat menghindarkan miskoordinasi di antara kedua pejabat itu, garisnya jelas, baik itu rantai komando maupun lingkup tanggung jawab, sehingga diharapkan lebih koordinatif dan tugasnya lebih efektif."

Hal itu ditegaskan Yudhoyono usai mengadakan rapat tertutup dengan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno, Panglima TNI Laksamana Widodo AS, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Endriartono Sutarto, dan Kepala Kepolisian RI (Polri) Jenderal (Pol) Da’i Bachtiar di Jakarta, Kamis.

Yudhoyono mengemukakan, yang sedang dipersiapkan sekarang adalah menyiapkan perangkatnya secara utuh, petunjuk pelaksanaan tugas, termasuk rules of engagement yang dipersiapkan TNI dan Polri. "Saya mempersilakan sepenuhnya kepada Panglima TNI dan Kepala Polri dibantu oleh KSAD karena menyangkut pembinaan juga," ujarnya.

Namun, Yudhoyono tidak mau mengungkap siapa jenderal berbintang dua yang akan memimpin kesatuan komando tersebut. Ia hanya mengatakan bahwa yang berwenang mengemukakan adalah Panglima TNI untuk personel TNI dan Kepala Polri untuk personel polisi.

Membandingkan pengendalian kesatuan komando ini dengan yang telah dilakukan di Aceh, ia mengakui adanya kemiripan. Dikatakan, karena di Aceh adalah tertib sipil, pimpinan tertingginya adalah jenderal kepolisian, baru wakilnya TNI. Sedangkan Maluku dinilai memiliki intensitas gangguan keamanan yang lebih tinggi dan statusnya darurat sipil. Untuk itu, PDSP memutuskan bahwa sebagai pimpinan tertinggi dalam operasi gabungan ini berasal dari TNI.

Salah satu kesimpulan yang dihasilkan dari Rapat Gabungan antara Komisi I dan II DPR dengan segenap jajaran PDSP tentang masalah keamanan di Ambon, Rabu malam, antara lain menyebutkan desakan Komisi I dan II agar Panglima TNI Laksamana Widodo AS dan Kepala Polri Jenderal (Pol) Da’i Bachtiar untuk memperbaiki koordinasi antara aparat TNI/Polri di daerah konflik guna efektivitas penyelesaian konflik.

Dalam rapat itu, Panglima TNI Laksamana Widodo AS juga menyatakan bahwa dirinya bersama dengan Kepala Polri merasa prihatin dan berjanji akan menaruh perhatian serius terhadap penyelesaian kasus bentrokan antar-aparat keamanan di Maluku itu.

Menanggapi pandangan bahwa aparat keamanan tidak menjalankan perintah PDSD Maluku, Widodo juga menegaskan bahwa aparat keamanan melaksanakan sepenuhnya semua perintah PDSD Maluku. "Baik Panglima Kodam XVI/ Pattimura maupun Kepala Polda Maluku, semua menjalankan perintah. Karena dalam konteks darurat sipil, TNI dan Polri tunduk pada otoritas sipil yang mengeluarkan perintah sebagaimana tertuang dalam undang-undang," ucapnya.

Tentang tim investigasi Maluku, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Jusuf Kalla usai sidang kabinet di Kantor Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis, mengatakan, tim ini akan terdiri dari 11 orang. Nama-namanya akan diumumkan setelah Keppres tersebut dikeluarkan. "Pokoknya dalam waktu tidak lama lagi. Sekarang masih kita sinkronkan masalah-masalah yuridisnya," ujar Jusuf Kalla soal kepastian waktu dikeluarkannya Keppres tersebut.

Masa kerja tim independen tersebut, kata Jusuf Kalla, sekitar enam bulan sejak Keppres dikeluarkan. "Tugas mereka antara lain menyelidiki peristiwa 19 Januari, awal kejadian kerusuhan itu, soal Front Kedaulatan Maluku/Republik Maluku Selatan (FKM/RMS), Laskar Jihad, dan seterusnya," ujarnya.

Dimusnahkan
Sementara itu, di Maluku hari Kamis telah dilakukan pemusnahan 1.724 buah amunisi dan bahan peledak seberat 628 kg. Acara pemusnahan dilakukan di kawasan perbukitan dalam kompleks latihan Sekolah Calon Tamtama (Secata) Kodam XVI/Pattimura di wilayah Suli, Kecamatan Salahutu, sekitar 40 menit perjalanan darat dari pusat Kota Ambon.

Amunisi dan bahan peledak tersebut berasal dari Kota Ambon serta sebagian Maluku Utara. Hasil sweeping dan penyerahan sukarela dari masyarakat Maluku Tengah belum seluruhnya dikirim ke Kota Ambon karena sulitnya transportasi. Pemusnahan diawasi langsung oleh Kepala Peralatan Kodam XVI/Pattimura Letnan Kolonel R Kun Priyambodo. Turut hadir dalam pemusnahan tersebut Komandan Secata Letnan Kolonel Yudi Zanibar.

Pemusnahan dilaksanakan dalam dua sesi, Rabu sore dan Kamis siang. Pemusnahan dilakukan dengan meledakkan amunisi dan bahan peledak yang dipendam terlebih dulu dengan membuat bukaan sedalam 1,5 meter di tubir lembah Pegunungan Salahutu yang dipenuhi pohon kayu putih. Radius bahaya pemusnahan tersebut diperkirakan sekitar 200 meter. Karena itu, agar tidak mengganggu masyarakat, pemusnahan tersebut dilakukan pada radius minimal dua kilometer dari permukiman. Tercatat dari amunisi dan bahan peledak tersebut antara lain bom rakitan sebanyak 1.210 buah, amunisi berbagai kaliber sebanyak 256
buah, ranjau antipersonel 61 buah, dan granat mortir 88 buah.

Suhardi mengakui, di luar amunisi dan bahan peledak yang dimusnahkan kali ini, aparat keamanan meyakini masih banyak amunisi dan bahan peledak beredar di tangan masyarakat. Merujuk data selepas pembobolan gudang senjata dan amunisi di Asrama Brimob Tantui 21 Juni 2001, tercatat tidak kurang 893 pucuk senjata dan sekitar 800.000 buah amunisi hilang. Karena itu, aparat keamanan berjanji terus mengupayakan pengembalian senjata dan bahan peledak yang hilang
dijarah tersebut.

Replik ditolak
Sehubungan dengan replik yang disampaikan Panglima Laskar Jihad Ja’far Umar Thalib pada sidang pengadilan sehari sebelumnya, Kepala Polri melalui kuasa hukumnya menyatakan menolak dengan tegas seluruh dalil dalam replik itu. Kepala Polri tetap pada pendapatnya bahwa penangkapan dan penahanan terhadap Ja’far Umar Thalib sudah sesuai prosedur hukum, seperti yang diamanatkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Demikian disampaikan kuasa hukum Kepala Polri yang dipimpin Komisaris Besar Soeyitno, dalam sidang lanjutan praperadilan Panglima Laskar Jihad Ja’far Umar Thalib (pemohon) terhadap Kepala Polri (termohon) atas penangkapan dan penahanan terhadap dirinya, Kamis, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel).

Pada sidang yang dipimpin hakim Syamsul Ali, kuasa hukum Kepala Polri menyatakan penahanan terhadap Ja’far sudah dilakukan berdasarkan alasan yang jelas, yakni atas sangkaan melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya di atas lima tahun. Hal itu sudah sesuai dengan Pasal 21 Ayat (4) huruf (a) KUHAP. "Penahanan juga dilakukan berdasarkan alasan subyektif dari penyidik tentang kekhawatiran tersangka (pemohon) akan melarikan diri, merusak, atau
menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana itu," demikian dibacakan Soeyitno.

Sementara itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengingatkan pemerintah agar tidak menjadikan daerah konflik di Ambon sebagai arena latihan militer. "Lagipula, pengiriman Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) ke Ambon bertentangan dengan hukum humaniter," tutur Dewan Pendiri Kontras, Munir, dalam acara jumpa pers, Kamis. Ia didampingi anggota Presidium Kontras Usman Hamid.

Menurut Munir, untuk menyelesaikan konflik di Ambon, pemerintah pusat seharusnya mengirim polisi lebih banyak dan bukan tentara. (lam/lok/osd/son/dik/win/sut)