PANGDIV II KOSTRAD MUNGKIN AKAN JADI PANGKOOPS MALUKU

Jakarta, Kompas
Hingga hari Minggu (26/5) belum dipastikan siapa yang akan menduduki jabatan Panglima Komando Operasional Pemulihan Keamanan (Koopslihkam) Maluku, menyusul keputusan Penguasa Darurat Sipil Pusat (PDSP) hari Kamis lalu untuk membentuk kesatuan komando di Maluku yang dipimpin jenderal berbintang dua. Namun, salah satu calon kuat yang namanya beredar adalah Panglima Divisi II Kostrad Mayjen Djoko Susilo.

Kepala Pusat Penerangan (Puspen) TNI Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin yang dihubungi Kompas, Jumat malam, mengaku, ia belum mengetahui secara pasti siapa yang akan menduduki jabatan itu. Ia hanya memberi gambaran bahwa Panglima Komando Cadangan Strategis TNI AD (Kostrad) dimintai saran oleh Kepala Staf TNI AD (KSAD) sebagai pertimbangan pengambilan keputusan dan selanjutnya dilaporkan kepada Panglima TNI.

Panglima Kostrad Ryamizard Ryacudu, saat ditemui Jumat siang, mengaku telah diminta untuk melepas salah satu Panglima Divisi Kostrad untuk memimpin Koopslihkam Maluku. "Saya sampaikan kepada Panglima Divisi saya, kamu harus tegas. Sebab, tanpa ketegasan, masalah Maluku tidak akan selesai. Lakukan pembenahan ke dalam, tegakkan disiplin, tegakkan aturan, kemudian tegakkan komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujarnya.

Namun, Ryamizard tidak secara jelas mengungkapkan siapa yang akan ditunjuk untuk memimpin komando operasi di Maluku.

Pengaturan kodam
Sjafrie mengatakan, menyusul pembentukan Koopslihkam di Maluku tersebut, akan dilakukan pengaturan atau penyesuaian pada organisasi Komando Daerah Militer (Kodam) XVI/Pattimura. Koopslihkam berada di bawah Gubernur Maluku selaku Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) Maluku, dan dipimpin perwira TNI Angkatan Darat berbintang dua, diwakili perwira Polri berbintang satu.

Sementara ini, kata Sjafrie, posisi Brigjen Mustopo sebagai Panglima Kodam XVI/Pattimura masih dipertahankan, tetapi organisasinya akan disesuaikan.

Pembentukan Koopslihkam Maluku, menurut Sjafrie, tidak bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 23/ Prp/1959 tentang Keadaan Bahaya yang mengatur mengenai daerah darurat. Sebab, Pasal 4 Ayat 2 UU No 23/1959 menyebutkan, untuk melaksanakan tugasnya, PDSD dibantu badan yang terdiri dari seorang komandan militer tertinggi, seorang kepala polisi daerah, dan seorang kepala pengawas/ kepala kejaksaan dari daerah bersangkutan.

Sjafrie menjelaskan, kesatuan komando Koopslihkam berada di bawah PDSD Maluku. PDSD membawahi satgas pemulihan keamanan yang secara khusus untuk mencegah konflik baru dan menghentikan konflik yang sedang berlangsung. Dalam konteks penegakan hukum, hal ini ditangani oleh Polri dan kejaksaan. "Jadi, PDSD membawahi satu kendali operasi dan tidak langsung membawahi Kodam dan Polda sehingga lebih simpel," ucapnya.

Penempatan militer
Sementara itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dalam siaran persnya menyatakan bahwa langkah penempatan TNI sebagai penanggung jawab keamanan di Maluku sama saja dengan menempatkan militer sebagai penguasa darurat sipil di lapangan. Dan, dalam praktiknya akan sama dengan darurat militer karena dalam pelaksanaan segala sesuatunya akan berada di bawah komando militer.

"Padahal sudah semestinya pemerintah menempatkan aparat militer dalam kendali aparat keamanan sipil/polisi karena status militer dalam menjaga keamanan adalah diperbantukan. Keputusan ini juga mengabaikan fakta bahwa keterlibatan TNI adalah salah satu faktor pemicu konflik di Maluku," demikian pernyataan yang ditandatangani Koordinator Presidium Koordinatoriat Badan Pekerja Kontras Ori Rahman.

Menanggapi pernyataan itu, Sjafrie menegaskan, PDSD Maluku masih tetap dipimpin oleh Gubernur Maluku, bukan oleh TNI. TNI hanya berada pada posisi pelaksana otoritas dari PDSD, bukan pada otoritas tertinggi di Maluku.

Pengamat militer Dr Koesnanto Anggoro hari Jumat menilai, keputusan pemerintah menyatukan komando aparat keamanan di Maluku di tangan seorang mayjen bisa dilihat sebagai penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi juga bisa dianggap sebagai sebuah bentuk kreativitas untuk menembus batas-batas mekanisme yang ada. Namun, perlu diingat, pendekatan keamanan dan penggunaan aparat kekerasan tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus
diikuti upaya politik dengan mempertemukan pihak-pihak yang bertikai, mengadopsi inisiatif-inisiatif lokal untuk menyelesaikan konflik, serta program-program rehabilitasi.

"Yang penting situasi aman dulu, baru kemudian disusun prioritas untuk menyelesaikan konflik secara menyeluruh," kata Kusnanto.

Namun, tambahnya, keputusan untuk menyerahkan komando pada seorang perwira TNI berpangkat mayjen mesti disertai dengan rincian tentang apa tugas yang harus diemban, pasukan mana saja yang dilibatkan, dan untuk berapa lama. Mandat yang jelas itu memungkinkan pertanggungjawaban dan kontrol publik sehingga kesalahan-kesalahan yang terjadi di lapangan bisa dieliminasi.

Sedangkan sosiolog Universitas Indonesia, Dr Amrin Amal Tomagola, di sela-sela acara peluncuran dan diskusi buku "Konflik dan Masa Depan Negara Kesatuan Republik Indonesia" yang diadakan Pusat Penelitian Politik LIPI, Jumat, di Jakarta, menilai demi efektivitas penanganan konflik di Ambon, Maluku, jenderal bintang dua yang ditugaskan memimpin kesatuan komando di Maluku diharapkan merupakan jenderal yang profesional dan bersedia patuh pada Gubernur selaku PDSD Maluku.

Hubungan vertikal ke atas ini menjadi sangat penting karena, berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, diperoleh banyak bukti bahwa Panglima Kodam XVI/Pattimura tidak tunduk pada Gubernur selaku PDSD Maluku.

Di Maluku sendiri, rencana pemerintah membentuk Koopslihkam masih harus dibuktikan dengan aksi di lapangan. Salah satu anggota delegasi dalam Perjanjian Maluku di Malino, Hengky Hattu, menyebutkan, respons pemerintah pusat harus diterima dengan positif. Meski demikian, sekaranglah giliran pemerintah membuktikan itikad baiknya untuk membantu penghentian konflik di Maluku.

Hattu menilai, jika saja pemerintah pusat berkehendak baik, sejak awal konflik bisa diselesaikan. Pasalnya, "Mereka sebenarnya sudah tahu siapa-siapa yang turut bermain dalam konflik di Maluku ini," tegas Hattu.

Sementara itu, dalam sidang praperadilan Panglima Laskar Jihad Ja’far Umar Thalib terhadap Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari Jumat, hanya diisi dengan penyerahan berkas kesimpulan termohon (Kepala Polri) dan pemohon (Ja’far Umar Thalib) oleh masing-masing kuasa hukum.

Dalam berkas yang diajukan, kuasa hukum Panglima Laskar Jihad Ustadz Ja’far Umar Thalib mengatakan bahwa penahanan Ja’far tidak sah.

Sementara itu, kuasa hukum Polri justru menyimpulkan penahanan Ja’far adalah sah secara hukum. (lam/dik/sut/wis/t05)