MEGA DIMINTA TAK BISU SOAL ORANG HILANG

Jakarta, Kompas – Presiden Megawati Soekarnoputri diminta melakukan pencarian terhadap sejumlah orang yang dihilangkan secara paksa melalui penyelidikan sesuai prinsip hukum dan keadilan. Kebisuan politik Megawati terhadap kasus orang hilang menyebabkan teramputasinya kesalahan militer yang patut diduga sebagai pelaku.

Demikian pernyataan Ikatan Keluarga Orang Hilang (Ikohi) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) yang disampaikan saat berunjuk rasa di depan Istana Negara Jakarta, Jumat (31/5). Demo tersebut merupakan rangkaian acara Pekan Internasional untuk Orang Hilang yang selalu diperingati di Asia dan Amerika Latin pada akhir pekan bulan Mei setiap tahun.

Rencananya peserta demo yang mencapai 100 orang tersebut bertemu langsung dengan Presiden, namun tidak diizinkan. Akhirnya pernyataan diberikan oleh Ny Tuti mewakili Ikohi dan Ori Rahman (Kontras) kepada perwakilan Sekretariat Negara.

Ny Tuti adalah orangtua Yani Afri, korban yang hilang pada tahun 1998. Terakhir Yani terlihat di Markas Kantor Kodim Jakarta Utara setelah sebelumnya ikut kampanye sebuah partai politik. "Megawati hendaknya mendengar suara para korban yang kehilangan keluarganya tanpa diketahui. Mega harus membongkar praktik kekerasan dan penghilangan paksa di Indonesia," ujar Ori Rahman yang menjabat sebagai Presidium Kontras.

Ori mengatakan, selama ini pemerintahan Megawati tidak membawa langkah konkret untuk meminta pertanggungjawaban pelaku dan komandan atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Pada saat sama masih juga terjadi penyiksaan, pembunuhan di luar proses hukum, hingga konflik komunal. "Teror publik, intimidasi, dan kekerasan terhadap aktivis pembela hak asasi manusia dan korban pelanggaran HAM masih terus berlangsung sampai sekarang," tandas Ori.

Berdasarkan catatan Kontras, setidaknya 1.148 korban hilang dalam berbagai peristiwa kerusuhan di Indonesia. Misalnya pada tahun 1965 sampai 1973 sedikitnya 130 orang hilang di Pemalang, Sidoarjo, dan Blitar karena dituduh PKI dan permasalahan tanah. Periode 1991 sampai 1998 terdapat 216 orang hilang di Jakarta dan Aceh menjelang jatuhnya Soeharto, kerusuhan Mei, aktivitas politik, dan daerah operasi militer. Bahkan, pada periode reformasi 1998 sampai Januari 2002,
masih ada 393 korban hilang di Aceh, Papua, dan Ambon karena operasi militer.

Anggota Presidium Kontras lain, Usman Hamid menambahkan, pemerintahan Megawati hendaknya menaruh perhatian serius terhadap kejahatan kekerasan dan penghilangan paksa di Indonesia. Minimal, pemerintah ikut aktif untuk menyetujui draf dan meratifikasi Konvensi Perlindungan atas Penghilangan Paksa. (SAH)