KONTRAS MENUNTUT PEMBEBASAN 12 AKTIVIS ACEH

Jakarta, Kompas
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Senin (26/8), memprotes penangkapan 12 aktivis Front Perlawanan Demokratik Rakyat Aceh (FDRA) oleh aparat Brimob Polri dan mendesak agar kepolisian segera membebaskan mereka. Para aktivis itu ditangkap oleh aparat Brimob di Kecamatan Indrajaya, Kabupaten Pidie, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dalam perjalanan pulang ke Bireun pekan sebelumnya, setelah mengikuti rapat koordinasi FDRA di Banda Aceh.

Menurut aktivis Kontras Bustami Arifin, ke-12 aktivis itu ditangkap tanpa alasan yang jelas. Mereka ditangkap dalam aksi sweeping kendaraan yang melintasi daerah Caleu, Kabupaten Pidie. Mereka ditangkap setelah aparat Brimob menemukan selebaran FDRA berjudul "Tugas Mendesak Rakyat Aceh" di tas salah seorang aktivis.

"Seorang aktivis berhasil lolos dari aksi sweeping itu dan siap menjadi saksi dalam kasus ini," kata Bustami.

Ia menambahkan, sampai saat ini tidak jelas apa alasan penangkapan para aktivis tersebut. Tindakan membawa selebaran, kata Bustami, jelas tidak bisa dijadikan alasan penangkapan. Selain itu, prosedur penangkapan juga tidak bisa dibenarkan. Setelah ditangkap, mereka langsung dimasukkan ke dalam kendaraan dan selama beberapa hari tidak ada yang tahu di mana keberadaannya.

Menurut Bustami, kemungkinan besar para aktivis itu kini ditahan di Kepolisian Resor (Polres) Pidie. Dugaan itu berdasarkan surat yang disampaikan Polres Pidie ke Kepolisian Sektor (Polsek) Indrajaya berupa panggilan kepada keluarga para aktivis yang ditangkap untuk dimintai keterangan.

Kedua belas aktivis yang ditangkap adalah Muhammad Nazar Sulaiman (28), Yusri A Rahman (30), Idris Muhammad Saleh (40), Abdul Gani (27), Zakarya Yunus (28), Muhammad Budon (28), Syafruddin Yusuf (40), Muhammad Zain (28), Azhari Yusuf, Hasan Ramli (40), Syukri Ramli (28), dan Suryadi Muhammad.

Kontras juga meminta agar kepolisian segera membebaskan aktivis perempuan Aceh, Reyhan, yang masih berada di tahanan kepolisian karena tuduhan menghina kepala negara. Reyhan ditangkap bersama lima aktivis lainnya saat mengadakan aksi demonstrasi menentang rencana pemberlakuan keadaan darurat di Aceh. Keenam aktivis itu ditangkap karena membawa poster wajah Presiden Megawati Soekarnoputri dan Wakil Presiden (Wapres) Hamzah Haz yang dibubuhi tanda silang.
 
Atasi personel terbatas
Secara terpisah, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Da’i Bachtiar, kemarin di Denpasar, mengatakan, untuk mengatasi keterbatasan jumlah personel di Nanggroe Aceh Darussalam, kemampuan mobilitas dan komunikasi anggota polisi yang bertugas saat ini akan ditingkatkan. Ini bertujuan untuk menjamin keamanan di wilayah tersebut menyusul batas waktu dialog sampai akhir Ramadhan (awal Desember 2002) yang ditawarkan Pemerintah Indonesia kepada Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Dikatakan, jumlah aparat keamanan yang ditugaskan di NAD sekitar 32.000 personel, terdiri dari 12.000 polisi dan 20.000 Tentara Nasional Indonesia (TNI). Mereka bertugas menjamin rasa aman warga Aceh dan menjaga keamanan wilayah serta fasilitas vital pemerintah yang ada di wilayah tersebut.

"Gerakan mereka (GAM-Red) ada di tengah-tengah masyarakat. Bercampur dengan penduduk. Kemudian mobilitasnya tinggi, hit and run. Jumlah untuk melakukan pengejaran pemburuan ini sangat terbatas," ujar Da’i. Oleh karena itu, lanjutnya, kemampuan mobilitas dan komunikasi personel polisi, misalnya pendeteksian, pengejaran, dan komunikasi sosial dan agama, serta fasilitas pendukungnya akan diintensifkan. 

Lebih lanjut, Da’i menegaskan, upaya tersebut juga berkaitan dengan tawaran pemerintah kepada GAM tentang batas waktu penyelesaian konflik di Aceh itu. Sidang Kabinet tanggal 19 Agustus lalu memutuskan, penyelesaian konflik di Aceh tetap dilakukan secara komprehensif dan masih mengutamakan dialog.

"Memang ada penekanan bahwa dialog ini ada batas waktunya. Batas waktunya, Lebaran atau akhir Puasa yang akan datang. Di situlah sebagai ancar-ancar waktu pemerintah, di mana kita akan melakukan sikap-sikap berikutnya," kata Da’i lagi. (wis/cok)