KABINET JANGAN SALING LEMPAR TANGGUNG JAWAB

Jakarta, Kompas
Dalam menangani kasus peledakan bom di Bali, pemerintah atau kabinet jangan saling lempar tanggung jawab dan tuduh-menuduh, tetapi bersama-sama memberikan solusi. Jika pemerintah tidak keluar dengan "satu kata", akan timbul kerancuan informasi di masyarakat yang bisa dimanfaatkan pihak tertentu untuk kepentingan pribadi, kelompok, atau golongannya. 

"Daripada saling lempar tanggung jawab dan tuduh-menuduh di antara kabinet sendiri, lebih bagus sekarang pimpinan nasional menetapkan sebuah tim internasional, di mana kita pemimpinnya, kita koordinatornya. Kemudian, seserius mungkin melacak para pelaku kebiadaban itu sampai ketemu. Setelah itu, baru ketahuan apakah itu Al Qaeda atau bukan," ucap Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Amien Rais kepada pers, Selasa (15/10), di Gedung MPR/DPR, Jakarta.

Amien berharap, Presiden Megawati Soekarnoputri sendiri dapat memperoleh gambaran jelas tentang kasus yang terjadi, selanjutnya dapat mengambil langkah-langkah yang lebih mantap. "Ini sudah tidak bisa ditunda lagi. Ini bukan masalah banjir atau masalah-masalah yang sifatnya ke dalam, tapi sudah menyangkut citra kita di luar negeri," tuturnya.

Imbauan untuk tidak saling menyalahkan dilontarkan juga oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Soetardjo Soerjogoeritno. "Sikap saling menyalahkan itu sangat tidak bijaksana. Terlebih sebagai pimpinan, harusnya memberi jalan keluar. Jangan hanya menyalahkan, tapi beri kanalisasi," katanya.

Permintaan serupa disampaikan oleh Pengurus Besar (PB) Pemuda Katolik dalam pertemuan dengan Wakil Presiden (Wapres) Hamzah Haz di Istana Wapres di Jakarta, kemarin.

"Kami minta supaya dalam memberikan pernyataan, pemerintah satu, jangan saling bertentangan. Pernyataan apa pun yang keluar dari lembaga yang mengatasnamakan pemerintah harus selalu dikoordinasikan, dan jangan membuat pernyataan seolah membidik orang, kelompok, atau golongan tertentu sebelum mendapat keyakinan bahwa memang yang bersangkutan pelakunya," kata Ketua Umum PB Pemuda Katolik Nikolaus Uskono.
 
Panik, saling tuding
Di tempat berbeda, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengimbau masyarakat agar tidak emosional, apalagi panik, menghadapi berbagai kemungkinan isu yang muncul setelah tragedi peledakan bom di Bali.

"Kepanikan hanya akan menimbulkan rasa saling curiga dan tindakan saling tuding. Keadaan ini justru bisa berakhir dengan kerusuhan berbau SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Upaya mengungkap tragedi dan membawa para pelakunya ke meja hijau akan terlupakan," papar Koordinator Kontras Ori Rahman.

"Simpati terhadap korban dan kegeraman terhadap tindakan tidak berperikemanusiaan ini hendaklah tetap disertai sikap yang rasional. Ini dibutuhkan untuk menghindari dampak sosial berupa saling tuduh tanpa didasari fakta-fakta yang berkaitan," demikian pernyataan Kontras.
 
Kerja sama internasional
Menurut Amien Rais, kerja sama internasional perlu dibentuk dalam menangani kasus peledakan bom di Bali karena Indonesia tidak akan mampu menangani persoalan tersebut sendirian. Peledakan bom di Bali sudah menyangkut terorisme internasional dan telah memakan korban dari berbagai bangsa. Selama ini, Indonesia pun belum mampu mengungkap berbagai kasus teror yang bersifat lokal.

Dalam pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer di Bali, lanjut Amien, hal tersebut juga disampaikan Downer kepadanya. Dengan kerja sama intelijen internasional, Downer berharap kasus peledakan bom di Bali dapat lebih cepat terungkap.

Menyangkut kerja sama intelijen asing, Soetardjo berpendapat agar pemerintah lebih berhati-hati dan menetapkan tujuan yang jelas.

"Sebab, kami takut. Jatuhnya Soekarno pun, di mana CIA (dinas intelijen Amerika Serikat-Red) ikut campur di dalamnya. Kalau ini nanti ‘ada udang di balik batu’, ini harus ada kehati-hatian," paparnya. (sut/ely/win)