Berbagai Tindak Kekerasan Yang Dilakukan Oleh Kepolisian Sumatera Utara

Siaran pers bersama
Kontras dan LBH Medan
Tentang

BERBAGAI TINDAK KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH KEPOLISIAN SUMATERA UTARA

Setiap tindak kekerasan yang dilakukan personil Polri di Indonesia merupakan fakta masih melekatnya sifat militeristik dalam tubuh institusi Polri, yang saat ini sebagai institusi sipil. Pada sisi lain perbuatan dimaksud adalah sebuah kontradiktif dengan Fungsi dan Tugas Pokok Polri, sebagai institusi yang mengemban tugas : menagakkan hukum, memberikan perlindungan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dengan memperhatikan semangat Hak Asasi Manusia dan nilai-nilai keadilan.

Sumatera Utara, khususnya kota Medan saat ini merupakan daerah yang sangat rentan terjadinya berbagai tindak kekerasan Polri. Selalu saja berulang tindak kekerasan yang dilakukan Polri yang setiap saatnya menerbitkan pertanyaan tentang sejauh mana efektifnya kepolisian sebagai penyelidik dan penyidik tindak kekerasan yang dilakukan personil Polri ? pertanyaan yang lahir dari sebuah realita hampir tidak ditemukannya proses hukum bagi personil Polri yang melakukan tindak kekerasan, baik saat tindak kejahatan Polri dalam kompetensi Peradilan Militer (UU No. 31 tahun 1997) maupun setelah berlakunya UU No. 2 tahun 2002.

Upaya-upaya di tingkat lokal, seperti menyurati Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara (khususnya pada periode Irjen Pol. Ansyaad Mbai), dengar pendapat dengan DPRD Sumatera Utara dan pihak Kepolisian di Sumatera Utara, telah dilakukan keluarga para korban dan Lembaga Bantuan Hukum Medan, namun tindak kekerasan Polri masih terus terjadi, dan siapa saja dapat menjadi korbannya.

Dalam tahun 2002 LBH Medan merekam 71 Tindak Pelanggaran Hukum yang dilakukan personil Polri di Sumut, dan hingga Februari 2003 sudah terjadi sebanyak 19 kasus. Motif terbesar dari tindak kekerasan yang terjadi adalah meyelamatkan kepentingan modal dan faktor credit point perjenjangan karir.

Beberapa kasus tindak kekerasan oleh Polri di Sumatera Utara pada masa lalu (sebelum UU No. 2 tahun 2002) hingga saat ini tidak diketahui kelanjutan proses hukumnya. Kasus-kasus dimaksud antara lain :

  1. Kasus penembakan di Pasarawa, Gebang-Langkat, Sumatera Utara, 24 Juni 1999 yang mengakibatkan meninggalnya Elliyanti (13 thn) dan lumpuhnya Ponimin (17 tahun).
  2. Kasus Penembakan di Perkebunan Coklat, Saentis Dili Serdang 10 November 1999, yang mengakibatkan meninggalnya seorang pelajar Sekolah Dasar, Nasrun Nasution (13 tahun).
  3. Peristiwa berdarah di Kampus Univ. HKBP Nomensen/UHN, pada tanggal 1 Mei 2000, yang mengakibatkan meninggalnya dua mahasiswa UHN, Calvin dan Ricardo.
  4. Penahanan, penyiksaan dan pembunuhan terhadap warga Porsea yang menyampaikan aspirasinya tentang pencemaran oleh pabrik PT. Indorayon.

Dua dari tiga kasus di atas (No. 1 dan No. 2) dilatarbelakangi sikap arogansi dan kesewenang-wenangan personil Polri yang diperintahkan sebagai body guard Usaha Tambak Udang, pabrik dan perkebunan.

Berulangnya tindak kekerasan oleh Polri di Sumut merupakan fakta lemahnya control internal institusi Polri dan minimnya semangat kolektif jajaran Kepolisian Daerah Sumatera Utara untuk menghormati Hak-hak Asasi Manusia. Hal ini telah menerbitkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap Kepolisian RI sebagai institusi penegak hukum. Bahkan dalam beberapa peristiwa ada kecenderungan keinginan rakyat untuk mengadili sendiri personil Polri yang melakukan kekerasan terhadap masyarakat seperti dalam peristiwa penemabakan terhadap Fernando Pasaribu (16 thn) dan Ganda Sitinjak(16 thn) warga Dusun IV, Desa Denai Kuala, Pantai Labu, Deli Serdang yang terjadi pada hari kamis, 16 Januari 2003, sekitar pukul 12.00, ( sebagaimana juga diberitakan beberapa harian di Sumatera Utara).

Berdasarkan tingginya tindak kekerasan dan eksekusi ekstra yudisial oleh Personil Polri di Sumut yang hampir keseluruhannya “didiamkan”, KontraS Jakarta dan LBH Medan serta salah seorang keluarga korban tindak kekerasan Polri di Sumut menyatakan :

Pertama , Mendesak Kepala Kepolisian RI untuk segera mengambil tindakan tegas (hukum) bagi anggota Polri (beserta atasan para pelaku terkait) khususnya di Sumatera Utara yang melakukan pelanggaran hukum dan Hak Asasi Manusia dalam menjalankan tugasnya.

Kedua , Mendesak Kepala Kepolisian RI untuk segera memeriksa pejabat Polri di Sumatera Utara yang telah mengabaikan laporan pengaduan masyarakat dan membiarkan berbagai tindak kekerasan yang telah dilakukan oleh anggotanya.

Ketiga , Meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk melakukan penyelidikan terhadap berbagai tindak kekerasan Polri di Sumatera Utara.

Keempat , Meminta DPR-RI memanggil Kapolda Sumut dan Kapoltabes Medan untuk meminta penjelasan tentang berbagai tindak kekerasan yang dilakukan oleh anggotanya.

JAKARTA, 15 FEBRUARI 2003

ORI RAHMANIKHWALUDDIN SIMATUPANGMUSAWAB LUBIS
Ketua Presidium KontrasKadiv. Hak-hak Sipol LBH MedanKeluarga Korban

Data pelanggaran yang dilakukan oleh kepolisian sumatera utara periode 2002-2003 *

No

Pelanggaran

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

Des

Jan

Feb

Total

1

Pembunuhan di luar proses hukum

 

 

 

1

1

2

 

1

 

 

 

1

3

 

9

2

Penangkapan sewenang-wenang

 

 

1

 

 

 

1

 

 

 

 

 

3

1

6

3

Penganiayaan

7

6

4

5

4

3

2

2

2

 

 

 

8

 

43

4

Pelecehan seksual

 

 

 

 

 

 

1

 

 

 

 

 

 

 

1

5

Perampasan/penghancuran hak milik

 

 

 

 

 

1

 

 

 

 

 

 

 

 

1

6

Teror/intimidasi

2

3

3

2

 

2

 

 

 

 

 

 

 

 

12

7

Pembiaran &/turut serta kejahatan

1

1

 

 

 

 

 

 

2

 

 

 

4

 

8

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Total

10

10

8

8

5

8

4

3

4

 

 

1

18

1

80

*th 2003 Januari †Februari
Diolah oleh LBH Medan